Ini sudah lewat tengah malam. Teringat saat Aliena terbangun dari tidurnya, kedinginan, dan di sana aku memberinya kehangatan yang aku sendiri merasa hangat saat bersamanya. Aku terus memikirkannya. Hingga aku tidak bisa tidur malam ini.
Seakan-akan suara malam terdengar sangat nyata. Suara jangkrik yang sering kali tidak kusadari keberadaannya. Suara anjing yang melolong saat ada seseorang atau segerombol orang yang lewat. Deru motor yang mengganggu. Terdengar sangat nyata.
Dan juga Aliena.
Aliena tampak begitu nyata. Bukan, bukannya dia hanya imajinasiku atau apa. Tapi dia sangat nyata. Sangat nyata saat aku bisa menyentuhnya. Merasakan sensasi kegembiraan saat kulitnya merapat pada kulitku. Bahkan kehangatan kulitnya bisa menembus jantungku hingga berdetak tidak normal. Mata violetnya yang juga bisa menembus kulit hingga ke jantung.
Aliena sama seperti seseorang. Seseorang yang tidak kukenal tapi aku merasa begitu dekat dengannya.
Abigail.
Aku tidak tahu siapa Abigail, bahkan latar belakang Abigail. Aku tidak mengerti, tapi terasa begitu dekat dan kuat saat aku bersama Aliena.
Mimpi semalam. Begitu kacau keadaannya. Memohon dan berdalih.
Sungguh, aku tidak mengerti bagaimana.
Aku menyibak selimut, mengubah posisi berbaringku menjadi ke arah kanan, lalu memeluk guling erat.
Sadar masih banyak pikiran yang mengganggu dan sepertinya aku akan tidur di pagi hari dan melewatkan sarapan, aku memilih keluar kamar menuju dapur untuk mencari beberapa lembar roti dan selai.
Aku membuka kunci dan memutar knop pintu. Dan saat membuka, aku sadar Aliena sedang tidak berada di kamarnya. Melainkan duduk bersandar di pilar tangga. Meringkuk sambil terisak meski tanpa suara.
Jelas saja aku panik. Tapi saat aku mendekat, aku melihat Niall di sana. Merangkul Aliena dengan sayang sambil menepuk-nepuk bahunya. Niall berkata semua baik-baik saja seperti yang seharusnya dikatakan. Mencoba menenangkan gadis itu meski dirinya tahu semua tidak sedang dalam keadaan yang baik.
Aku tidak merasa baik-baik saja melihat Aliena seperti itu, jadi aku menuruni tangga lebih dekat pada mereka. Yang pertama mendongak melihatku adalah Niall. Dia melepaskan lengannya dari bahu liena. Aku tidak mau peduli, lebih memilih berjongkok mensejajarkan tubuhku dengan Aliena.
Nampaknya Aliena menyadari kehadiranku, maka dia mendongak. Menatap wajahnyaku. Semacam meneliti tiap detil di wajahku. Rasanya malu ditatap seperti itu, tapi aku mencoba tidak memalingkan wajah dan menatap matanya.
Aku hanyut dalam matanya. Aku kehilangan suara untuk mengucapkan namanya. Nama yang aku rindukan untuk kusebut. Namun saat aku mendapatkan kembali suaraku, alih-alih aku memanggil namanya.
Aku memanggilnya, "Abigail."
Kulihat air mata Aliena yang makin menderas. Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan sambil menutup mata. Menangis.
Saat Niall menyentuh pundak Aliena untuk menyupport, kontan Aliena membuka mata dan menepis tangan Niall. Berikut, beranjak dari tempatnya menuju kamarnya. Sempat Aliena membanting pintu untuk menutup pintu.
Aku bahkan lupa ada Niall karena aku hanyut dalam mata violet milik Aliena. Dan aneh, aku memanggilnya Abigail.
Aku hanya memandangi pintu kamar Aliena yang tertutup dengan tatapan bingung. Bingung mengapa Aliena bertingkah seperti itu dan bingung kenapa aku memanggilnya Abigail.
Niall menarik bahuku keras, menghadapnya. Matanya menatapku dengan sorot yang tidak bisa aku pahami.
Niall tersenyum miring, lalu menyebut nama yang terdengar sangat tidak asing;
"Jason."
Di detik itu, aku merasa terhentak. Bibirku bergerak mengucapkan satu nama;
"Julius."
...
Hai kembali lagi! Langsung tak update muehehe. Nggak tau, sih, tapi lama-lama suka juga sama cerita ini. padahal dulu males. Mmm. Dedikasi lagi yaa... halo salam kenal walau kita tidak kenal :)
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKPACK
FanficJustin Bieber fan fiction Aliena mendongak menatapku. "You taught how to dream and how to love. Stay in my backpack. Forever." Aku mengucapkannya tanpa suara. Mungkin kalimat ini yang ada selain kalimat bahwa aku terluka olehnya. "My planet's outsi...