dua-justin

491 40 2
                                    

Tidak sopan?

Ya, aku akui.

Aku merebahkan diri di samping gadis ini tanpa ijin. Aku hanya ... ingin.

Pertama kali melihatnya, aku benar-benar berpikir gadis ini adalah malaikat yang tidak memiliki sayap. Berlebihan memang. Tapi hal itu yang ada di benakku.

Cantik sekali.

Apalagi saat kedua mataya tertutup. Aku bisa merasakan kedamaian dalam matanya meski tertutup.

Kondisinya masih sama. Pingsan. Sudah 3 hari. Tubuhnya jadi kurus.

Andai saja dia tidak berlari tiba-tiba di depan mobilku, pasti kepalanya tidak akan terbalut kain kasa saat ini. Tapi anehnya, dokter berkata kalau darahnya berbeda.

Entahlah. Yang bisa kulakukan hanyalah membawanya pulang.

Aku ingin tahu siapa namanya, darimana asalnya atau sekedar bagaimana kabarnya. Aku ingin mendengar suaranya.

Baju sifon yang membalut tubuhnya sudah terlihat kumal.

Aku jadi teringat bagaimana aku melihatnya mengenakan pakaian berwarna abu-abu ketat. Semacam baju pelindung. Bahkan perlu lima maid untuk mencopot dan menggantinya dengan bahan yang lebih nyaman.

"Justin, sudah waktunya pergi."

Aku harus menahan kecewa saat mendengar suara serak laki-laki paruh baya dari luar.

Kakiku bergerak turun dari tempat tidur. Baru beberapa langkah menjauh dari tempat tidur, aku kembali menghampiri gadis itu.

Bukan ...

Bibirku yang menghampiri pipi gadis itu.

BACKPACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang