Ini rahasia kita.
Aku masih mengingat jelas kalimat yang ia tuliskan di kertas saat itu. Setelah ketercenganganku yang begitu lama, aku tersenyum sambil mengangguk. Dia ikut tersenyum. Aku menuliskan kata yang berisi kalau aku ingin ke kemarku, tapi baru saja aku menyelesaikan tulisanku.
Dia jatuh pingsan.
Aku tidak mengerti.
Aku berharap-harap cemas pada kondisi Aliena. Baiklah, namanya X7—aku lupa.
Kepalaku tertunduk, menatap sepatu sedari tadi. Posisi dudukku tidak enak dipandang, dan akupun merasakan bagaimana tidak enaknya duduk seperti ini. Tengkukku sakit. Tapi lebih baik begini, begini dapat mengurangi sedikit ketegangan yang sedari tadi hadir.
“Tenanglah sedikit, Justin. Dia akan baik-baik saja.”
“Tidak bisa, Niall. Aku khawatir,” aku menjawab gusar untuk pertanyaan Niall.
Niall yang duduk di sampingku tidak menjawab. Aku mendengar desahannya yang tertahan. Dia menepuk bahuku kemudian. Memberikan support secara tidak langsung, karena kata-kata yang ia lontarkan tadi tidak mempan untukku.
Ketika pintu ruang periksa berderit, menandakan pintu dibuka, aku segera bangkit dari tempat duduk.
Jantungku berdebar-debar.
Sebelum aku melontarkan pernyataan beruntunku, dokter tersebut mengangkat kedua tangannya di samping telinga. Jantungku makin berdebar karena gerakan tubuhnya yang seperti … menyerah?
“Tenang, Tuan,” dokter itu berujar.
Aku melirik seragam yang ia kenakan, name tag di sana tertulis Dr. Emily F.
“Sebelum Anda bertanya macam-macam, gadis itu baik-baik saja. Hanya saja, gadis Anda masih dalam keadaan pingsan,” terang Dr. Emily. Lantas, dia pergi.
Aku mengerutkan kening. Gadis Anda? Gadisku? Ritme jantung ini makin menggila. Bagaimana kalau— ah tidak masalah juga.
Aku menengok belakang, menatap Niall yang berdiri di belakangku sambil tersenyum.
“Aku sudah bilang dia baik-baik saja, bukan?”
Aku mendengus. “Tapi dia masih pingsan.”
“Setidaknya dia baik-baik saja,” Niall menjawab. Masih kulihat senyumnya terpampang di bibirnya.
Aku memilih diam, melangkahkan kakiku untuk masuk ke bilik yang ditempati Aliena. Di ambang pintu, ringisanku muncul. Alat bantu pernapasan terpasang di hidungnya. Aku mendekatinya. Saat melihat kursi di samping tempat tidur, aku menariknya mendekat.
Tanganku menangkup tangan Aliena yang dingin. Untuk beberapa detik aku memandang wajahnya yang terlihat damai. Pipinya bersemu merah. Rambutnya terurai sedikit berantakan di bantal. Aku tersenyum kecil.
Ragu-ragu aku mengecup tangannya.
“Aliena.” panggilku. Aku mengeluarkan suara, aku tidak peduli meskipun Aliena tidak mendengarnya.
“Aliena?” nada interogatif Niall yang serak basah mengagetkanku.
Aku melepas tanganku dari tangannya. “Iya, aku menamainya Aliena.”
KAMU SEDANG MEMBACA
BACKPACK
FanficJustin Bieber fan fiction Aliena mendongak menatapku. "You taught how to dream and how to love. Stay in my backpack. Forever." Aku mengucapkannya tanpa suara. Mungkin kalimat ini yang ada selain kalimat bahwa aku terluka olehnya. "My planet's outsi...