empat belas-justin

172 21 1
                                    

Enam bulan lamanya watty nggak keurus. Jadi begini, aku nggak tau sebenernya tentang jalan cerita di sini. Tapi daripada nggak ngapa-ngapain mending ketik ini sajaa.

Enam bulan dan aku cuma kasi segini HAHAHA aku memang tidak tahu diri.

Rasanya lebih kaku dari biasanya.

Makasi ya yang au sempetin baca meskipun yah nggak tau berapa. Tapi tetep, terima kasih.

Happy reading xoxox


-----


Baru saja Niall masuk ke dalam bilik, seperti biasa membawa bunga segar yag ditata rapi di tangannya. Bahkan kali ini Niall membawa buket yang lebih besar dari biasanya. Dan tetap tulip.

"Justin, how's your life?"

Aku terseyum ramah. "Baik."

"Okay."

"Membawa bunga tulip lagi? Apa menurutmu Aliena tdak akan bosan oleh bunga tulip tiap dua hari sekali. Apalagi membawa dalam jumlah besar."

"Apa Aliena tidak bosan dengan bunga matahari?"

"Tidak," aku membalas singkat, meminimalisir rasa kesal yang tiba-tiba muncul. Singkatnya, tidak ingin bertengkar.

"Bunga matahari ... kuning. Well, it means friendship. Then, love ...," Niall berkata mengambang.

"What's love?"

"Refused."

Aku mengerutkan kening. "Punya maksud lain dari kata-katamu itu?"

Aku merasa seperti angin lalu. Niall tidak menggubris setiap kata yang keluar dari mulutku. Dan, great, Niall malah membangunkan Aliena. Padahal sedaritadi rasanya sudah setengah mati aku berjalan mengendap perlahan-lahan supaya Aliena tidak terbangun dari tidurnya. Alasannya karena Aliena sangat, bahkan sangat sangat manis saat tidur.

Aku benar-benar kesal dan ingin sekali menempeleng kepala Niall. Sayangnya Aliena di sana, duduk tegak bersandar kepada tempat tidur sambil memperhatikanku dan Niall secara bergantian.

Akan canggung jika aku 'bermain' dengan Niall.

"Sweetie, tulip merah muda, oranye dan putih. I've told you about them."

Aliena tampak berkedip-kedip bingung. Aku berharap Aliena lupa akan apa yang sudah Niall jelaskan berlarut-larut megenai arti warna dari setiap bunga.

Tapi aku harus menahan kecewa, Aliena mengangguk dan menuliskan sesuatu pada Niall yang sama sekali tidak kuetahui apa isinya.

Parahnya, aku merasa seperti penonton menyedihkan yang menonton seorang perempuan dan seorang laki-laki tertawa bersama dengan tawa hangat yang renyah.

Sekitar lima belas menit aku duduk berdiam diri, mencoba menguping apa yang Niall katakan dan mencoba megntip apa yang Aliena tulis. Sesekali aku kecolongan Aliena. Dia menatapku dalam seperti ... memohon? Memohon untuk menjauhkan Niall dari hadapannya, mungkin. Jika iya, aku akan sangat bersyukur pada Tuhan.

Kalimat yang kudengar dari Niall sebelum dia menjauh dari Aliena adalah kalimat berupa: Aku harus pergi, ada urusan  penting yag tidak bisa ditinggal.

Niall sempat berhenti tepat di samping telingaku saat aku berdiri untuk gantian menghampiri Aliena.

"Aku sudah menunggu lama supaya Aliena mengucapkannya. Lucky me, dia punya kata itu. Bagaimana kalau aku ...," Niall tidak melanjutkan kalimatnya.

Yang kulihat dia tersenyum puas dengan sedikit raut sarkastik. Lalu melenggang keluar bilik.

Aku menatap Aliena dengan ekspresi ... aku bahkan tidak tahu bagaimana. Aliena memperlihatkan tulisan: Aku lebih suka bunga matahari.

Sebenarnya itu cukup membuatku lega.

Tapi dalam benakku, aku berharap apa yang aku pikirkan tentang kalimat Niall bukan kenyataan.

BACKPACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang