delapan belas-justin

118 22 2
                                    

Aku tersadar ada suara hentakan tangga saat ada kaki yang melangkah turun. Jadi, aku menyalakan lampu dapur, tempat dimana aku duduk menghilangkan dahaga sambil memainkan ponsel.

Ponsel dan gelas yang masih penuh berisi air mineral kuletakkan pada bar tinggi di dapur.

"Ini tengah malam," ungkapku pada Aliena.

Dia kedinginan. Aku melihat tangannya yang merapatkan jaket cokelat berbulu tebal agar lebih melekat hangat ke tubuhnya dan sandal kelinci tebal yang menghangatkan kakinya. Berbeda jauh denganku yang hanya mengenakan kaus putih tipis dengan celana boxer tanpa alas kaki.

Aku melirik telinga Aliena. Tersenyum puas, Aliena memasang alat itu meski di malam hari.

"Kamu kedinginan?" aku menepuk kursi bar tinggi agar Aliena duduk. "Duduklah, biar kubuatkan teh hangat."

Aliena menunduk malu sambil mencoba naik duduk. Aku memegang pinggangnya, membantunya duduk. Di bawah cahaya remang-remang lampu begini, terlihat jelas wajah Aliena merah. Kedinginan bercampur malu.

Mata Aliena menampakkan binar 'terima kasih'. Aku tersenyum menyadarinya.

"Sama-sama."

Sembari membuat teh, aku kembali mengingat kejadian tadi siang. Dimana Aliena mendekat padaku dan melakukan hal yang sama sekali tidak terpikirkan olehku.

Pipiku terasa panas.

Aku menghembuskan nafas secara perlahan, lalu membawa segelas teh hangat untuk Aliena. Sekali lagi matanya mengucapkan terima kasih saat tangannya menerima segelas teh dariku.

Aliena menepuk kursi bar tinggi di sebelahnya, mengisyaratkanku untuk duduk.

Sebelum meminum, Aliena tersenyum sangat manis. Tapi ekspresi wajahnya berubah, tampak kerutan di matanya karena pipinya yang diangkat.

Aku gelagapan. "Te--terlalu panas?"

Aliena menggeleng. Dia menyodorkan gelas tehnya padaku. Seperti kamu harus merasakannya.

Sedikit ragu aku meminumnya. Aku mencecap.

Terlalu manis.

"Aku membuat sambil membayangkanmu. Manis."

Gombal murahan yang justru membuat Aliena tertawa kecil.

Tunggu.

Aku mendengar tawanya.

Terdengar ... merdu sekali.

"Al," aku berkata, "kamu tertawa?"

Pertanyaan. Sudah jelas itu pertanyaan. Aku benar-benar bertanya-tanya apa Aliena barusan memang tertawa.

Aliena nampak kaget. Ia memegang mulutnya. Berikut dia membuka mulutnya.

Tidak ada suara lagi.

Aliena bergerak bingung. Seperti mencari sesuatu. Saat tangannya meraba bagian lehernya, tidak dijumpai neckbook dan pena miliknya. Tertinggal di kamar.

Aku memegang pergelangan tangannya yang bergerak gelisah.

"Tidak perlu dijawab. Tidak perlu memberi tahu apa-apa," kataku dengan, jujur sedikit kecewa.

Aliena menunduk.

"Ayo, aku antar ke kamar. Kamu harus istirahat."

Aku turun dari kursi, memegang tangannya membantunya turun. Tanganku masih memegang tangan Aliena saat mematikan lampu dapur, dan saat mengantarnya ke kamarnya.

"Selamat malam, Al."

Aliena membuka mulutnya. Sejurus kemudian mengatupkannya lagi.

Aku benar-benar ingin mendengar suaranya. Seperti saat dia tertawa tadi.

Aku berbalik, berjalan menjauh menuju kamar milikku secara perlahan sambil memutar kembali suara Aliena. Tidak jauh dari kamar Aliena aku berjalan, aku mendengar bunyi jentikan jari.

Saat aku mengecek. Aliena berdiri di depan pintu kamarnya. Alienalah yang menjentikkan jari.

"Kenapa belum masuk kamar?"

Aliena terlihat bingung dan ... kosong. Kakinya melangkah mendekat dengan tangan terulur menggapai mahkota kepalaku. Menyisir rambutku dengan jari-jari mungilnya ke belakang dengan tatapan penuh arti. Lalu tangannya terus bergerak hingga kedua lengannya mengait di leherku.

Aku tidak tahu apa yang Aliena lakukan. Tapi matanya menunjukkan keinginan yang mendorongku mengatakannya.

"Kamu milikku."

Aku mengatakannya. Mengungkapkan kepemilikanku.

Di sisi lain, aku tahu. Niall sedang memperhatikan.

..
Aku bikin bagian Justin lagi. Harusnya emang Aliena, tapi draf yang udah aku bikin ternyata point of views-nya Justin. Jadi yah, daripada nanti bikin tapi jalan cerita awut-awutan, lebih baik begini heheh.
Lagi nungguin adik sunat. Habis ini adikku bakal jadi cowok sejati. Berharap banget dia jadi cogan setelah sunat dan melewati pubertinya :)

Thanks a lot yang baca cerita ini. You're all the best. Muwahh

BACKPACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang