PROLOG
Kerap kali memandanginya dari kejauhan, selalu bisa membuat Rain gigit jari, plus malu-malu kucing. Benar, andaikan ia menjadi kucing, maka dengan mudahnya ia bisa menelusup masuk ke kamar cinta pertama yang sekarang tak kunjung memunculkan batang hidungnya.
Sebutlah Arraine Anindya Asthama sebagai seekor kucing betina yang paling kampung di dunia ini, ia sangat malu-malu untuk sekadar say hi kepada manusia incarannya itu. Seorang gadis yang sedang mengenakan jaket almameter dengan rambut hitam menjuntai bebas sampai pundak. Ia menarik di mata banyak kaum adam tetapi hidupnya hanya berkutat pada satu pria, bernama Leon. Masa bodoh dengan jarak umur, yang penting hatinya merasa senang.
"Kurang apa lagi ya, Rain? Oh! Isiannya!" seorang wanita berapron mengangkat spatula ke udara usai mengingat sesuatu yang dilupakannya, "macaron itu enaknya pake Nutella," katanya lagi.
Rain menggangguk setuju dengan perkataan wanita itu, wanita yang bernama Susianna Dewi. Ia menjabat sebagai ibu dari Leon, dan jika mereka bisa tertawa di dapur bersama, maka bisa dibilang Rain dekat dengan keluarga Leon. Akan terasa lebih lengkap jika Rain membuat macaron bersama Leon sekalian, tetapi ia tidak bisa membuat impiannya jadi kenyataan. Leon adalah tipe pria sibuk, ia lebih suka menghabiskan waktunya bersama setumpuk dokumen dari kantor. Mencintai orang kantoran diam-diam, dijadikan sesuatu yang mengasyikan baginya.
"Tadi Tante pake icing sugar, kan?" Rain memakan macaron kreasinya bersama calon ibu mertuanya di masa depan, ia harap begitu. Selain impiannya bisa membuat kue bersama Leon, ia juga ingin mengarungi bahtera rumah tangga dengan pria berkacamata itu. Terlalu cepat memang jika ia sudah memikirkan tentang pernikahan, tetapi apa salahnya bermimpi bersanding di sebelah orang yang kau cintai?
Suara bel menyentak Anna yang sedang sibuk mengisi macaron buatannya. Buru-buru Anna melepas apron, karena suara bel itu berulang kali dibunyikan tanpa jeda.
"Gak sopan sekali tamunya," kritik Anna. Ia menyunggingkan senyum kepada Rain. "Rain, tante tinggal dulu buat nemuin tamu."
Rain menjilat selai yang mengotori ujung jempolnya. "Oke, Tan! Ehm ... Rain sambung kerjaan Tante ya?"
Sayangnya tangan Anna juga masih belepotan selai, kalau tidak, ia sudah pasti mencubit pipi gadis yang senyumannya menyiratkan inner beauty seorang bungsu dari keluarga Asthama. Sudah cukup lama Anna mengenal Rain yang notabene anak kolega suaminya, sahabat dan sekaligus tetangganya. Rain tinggal di kompleks perumahan yang sama sejak memasuki sekolah dasar. Ia gadis supel dan ceria, jadi tidak salah jika banyak orang terpikat padanya termasuk Anna. Dari lubuk hati yang paling dalam Anna menginginkan Rain bisa menjadi anak menantunya kelak. Tetapi lagi-lagi, ia tidak mungkin menjodohkan Rain dengan anaknya yang sudah dewasa. Umur mereka terpaut enam tahun, Anna tahu itu. Anna kira Rain tentu menolak mentah-mentah kalau ia menginginkan Rain ikutan menyandang nama Harjosuwarno di belakang namanya. Anna tidak tahu-menahu mengenai perasaan terpendam Rain kepada Leon, saking pintarnya Rain bersikap pura-pura cuek dan dingin di depan anak tampannya itu.
Seperti hari-hari biasanya jika rumah itu didatangi tamu, Anna membukanya tanpa ragu ataupun enggan. Manik mata hitamnya menemukan sosok wanita yang tidak sabaran menekan bel rumahnya.
"Anda siapa ya?" Anna mencermati bagaimana keadaan wanita yang berwajah pucat dengan gaun kuning terusan lalu bentuk tubuh yang agak gemuk karena....
Wanita itu tersenyum tipis dengan mata kuyu sembari mengusap perutnya yang buncit.
Di dapur, Rain menyelesaikan macaron merah terakhirnya lalu ia masukan ke dalam toples kaca.
"Finish!" Ia bertepuk tangan kecil sekaligus tersenyum girang. Oh, betapa riang gembiranya ia bisa menghabiskan waktu di rumah pria pujaannya.
Kegirangan gadis berumur dua puluh tahun itu otomatis berhenti saat melihat sekelebat bayangan melintas di sampingnya.
"Kak Leon?" Rain paham sekali aroma parfum Armani yang harganya bisa mencapai ratusan ribu hanya untuk beberapa mili saja. Biarpun sepintas, Rain menangkap gelagat yang tidak biasa dari Leon. Leon berjalan dengan sangat terburu-buru menuju arah yang sama di mana Anna sedang berhadapan dengan tamu hamil itu.
Tadinya, Rain memilih duduk manis di kursi tinggi sembari mengunyah macaron manis berwarna-warni, tahu-tahu ia sudah berubah posisi jadi berdiri sembari dilingkupi rasa penasaraan yang memuncak. Jarang-jarang ia melihat Leon seperti orang kelimpungan.
"ANAK KURANG AJAR!" Seketika itu juga, Rain langsung berlari ke sumber teriakan yang lantang.
Siapa yang disebut dengan anak kurang ajar?
Tentunya Aleon Sean Harjosuwarno, ia mendapatkan hadiah tamparan atas keberhasilannya menanam benih di rahim anak orang. Tercorenglah nama besar wakil direktur muda di salah satu anak perusahaan milik Harjosuwarno Group yang terkenal sekaligus terpandang.
Tap ... tap ... tap ... dan tap....
Langkah Rain diselingi napas pendeknya melambat secara bertahap menuju ruang tamu yang memiliki televisi plasma ukuran fantastis.
"Kamu udah bikin mamah kecewa Leon!" Wajah Anna benar-benar memerah dipenuhi amarah.
Leon meraba pipi kirinya yang perih akibat tamparan paling mantap pemberian ibunya. Matanya sempat mempergoki keterkejutan di wajah wanita hamil yang masih berdiri di ambang pintu.
"Mau ditaruh di mana muka mamah kalo media sampai mengetahui kesalahan fatal kamu! Meng ... menghamili seorang wanita di luar nikah?! Kamu kira mamah bakalan senang dapat cucu dengan cara begini, Leon?!" Tak habis pikir, Anna sangat tidak menduga jika Leon melakukannya sampai wanita itu hamil. Ia lebih tak mengira kalau anaknya bisa berbuat sejauh itu.
Leon, hamil, cucu, dan nikah, adalah empat kata yang mencambuk kesadaran Rain saat ini juga.
"Ha ... hamil?" gumam Rain ragu-ragu.
"Mah, Leon beneran cinta sama Lexy." pengakuan Leon berdampak besar bagi bentuk hati merah berukuran besar yang berada di atas kepala Rain.
Akibat pengakuan Leon ... hati Rain perlahan retak, dan....
"Cin ... cin ... cinta?" gumam gadis penghobi membuat kue itu lagi. Rain berharap apa yang terjadi sekarang adalah mimpi buruk belaka. Ia belum sepenuhnya mempercayai apa yang dilihat dan didengarnya.
Anna memijat pelipisnya menggunakan tangan kiri sementara tangan kanannya berada di pinggang.
Detik itu, akibat pengakuan Leon, seluruh dunia yang Rain harapkan untuk bisa berada di dalam genggamannya merosot jatuh lalu pecah seperti hatinya. Kemudian semakin luluh lantahlah perasaannya saat kedua mata bola pingpongnya terpaku pada kehamilan wanita oriental itu.
Hati Rain hancur.
"Ra ... Rain?" Anna baru sadar jika sedari tadi Rain sudah bergabung bersama mereka.
Rain yang membeku berubah mencair dan kini kembali menemukan titik beku untuk menjadi sedingin bongkahan es yang padat berbentuk manusia.
Dingin karena ia sadar tak bisa lagi mengandai-andai berada di pelukan Leon yang hangat. Berat, berat karena mau tidak mau Rain harus nenerima kenyataan pahit yang lebih pahit daripada obat puyer dari dokter.
Guratan-guratan kekecewaan mulai melengkapi ekspresi syok Rain. Ia tersenyum tipis usai menepis segala macam hal-hal negatif seperti menendang perut buncit wanita yang dicintai oleh cinta pertamanya.
"Bayi? Aduh, aku senang kalo Kak Leon bakal punya anak." Sebutlah Rain gadis yang munafik dan pandai berakting di depan tiga orang tersebut.
Mungkin sepulang dari kediaman Harjosuwarno, Rain akan melakukan hal-hal klise. Contohnya menyendiri di bawah kucuran shower atau berendam berjam-jam di dalam bathup. Bahkan yang paling ekstrim menenggak beberapa butir pil tidur. Tidak apa-apa jika ia ingin terbangun di dunia lain. Bagi Rain tidak jadi masalah kalau dirinya terbangun di neraka. Karena untuk sekarang, neraka lebih indah daripada harus melihat keindahan gaun pengantin yang nanti pasti dikenakan oleh wanita hamil itu.
~•••~
Tbc!
Vomment!
Hehehe... Baru prolog euy...moga suka yaa...
KAMU SEDANG MEMBACA
TAG [ 2 ] : From Rain To Ron
RomanceBukan cerita dewasa, tapi tetap saja cerita anjuran untuk 17+ #87 Roman Gimana sih rasanya jadi seorang cewek yang patah hati karena cinta pertamanya; diincar selama genap delapan tahun, tahu-tahu menghamili cewek lain? Sakit? Gak usah ditanya! Ter...