FRTR-42-I was doing fine part 2
Ragu?
Bukan, kayaknya bukan itu. Tidak tega? Oh, mungkin saja. Ya! Meski Rain tidak akan mungkin mengakui itu lewat mulutnya, tapi memang alasan dia tidak mau membangunkan Ron adalah karena dia tidak tega. Ron tengah tidur dengan pulasnya, entah dia buat peta iler atau tidak, itu persoalan kesekian. Paling kalau iya, nanti bisa jadi bahan candaan untuk pelebur suasana. Alasan lainnya adalah....
Tidak ada. Tidak ada yang bisa membuat Rain tersenyum sepagi dan selebar ini, selain Ron-lewat igauannya. Gumaman yang dilakukan saat tidak sadar, yang artinya Ron sedang memimpikan Rain.
Kenapa Rain berpikir kalau semua itu manis? Seperti ada kupu-kupu yang ingin melesak keluar dari dadanya. Her heart fluttering so badly.
Rain sudah setengah jalan menuju abang tukang bubur yang biasa mangkal sejak pukul setengah enam pagi, dan Rain jalan kaki, sambil berpikir jika dia sampai sana, si abang pasti sudah jualan; Ron mulai terbangun dan dia meraba-raba wilayah di sampingnya. Tapi sampai mimi peri ketemu Sehun EXO, dia takkan bisa meraba Rain di pagi hari yang mendung ini.
"Hm?" Dengan mata yang masih menyipit karena belum seutuhnya siap untuk bangun karena tadinya dia mau manja-manjaan sama Rain sebentar. Well, dia mencari keberadaan istrinya.
Tidak ada. Yaiyalah, Rain lagi mau beli bubur buat menuntaskan ngidamnya pagi ini, di saat Ron asyik molor ganteng.
Ron terduduk, menggaruk kepalanya. "Bini gue ke mana? Bangunnya pagi amat?"
Dia menguap. "Where is my good morning kiss?"
Dia berbicara begitu dengan wajah yang ngarep sekali. Tidak tahulah. Semenjak semalam, sejak dia sukses main peluk-peluk Rain begitu saja, ada sifat melunjak yang perlahan merangkak dari dalam dirinya dan ingin terpenuhi.
Ron menarik selimut sampai dada karena hawa dingin yang menyeruak menjadi berkali lipat saat dia lihat kalau AC-nya masih menyala.
Dia bersedekap. "Masa nggak ada pelukan pagi juga sih...?"
Mungkin jika bisa dimirip-miripkan, wajah Ron sekarang seperti seekor anak anjing yang amat ingin diusap dan diajak bermain sampai dia lelah, apalagi dengan mimik cemberutnya yang terkesan lucu bagi kaum hawa. Namun saat sebelum memutuskan untuk bertobat alias tidak akan membuat Rain darah tinggi melihatnya masih suka 'bermain' dengan teman-teman wanitanya, tidak ada seorangpun dari mereka yang mengetahui kelucuan Ron ataupun sikap alay-nya yang kadang-kadang keluar itu. Kedua sifat tersimpan Ron hanya dia tunjukkan kepada orang-orang dekatnya, terutama Rain.
Ron pikir; astaga, buat apa dia termangu sendirian di kamar, di saat dia sudah punya wanita yang sah menjadi istrinya. Dia ingin mencari Rain, mungkin minta sarapan pagi bersama, kalau morning kiss tidak bisa dia dapatkan. Minta pun.... Ron bergidik ngeri sendiri. Mana mungkin Rain mau memberikan!
Iya dikasih, tapi habis itu bisa saja Ron dilempar pisau dapur, atau paling ringan ditampar pipi kanan dan kiri.
"Sarapan aja. Sarapan," kata Ron sendiri, sambil keluar dari kamar.
Tadinya dia mau meneriaki nama Rain, tapi dia ingat, ini rumah mertuanya! Jika sikap pedas Rain level lima, maka papahnya level tertinggi yang pernah ada!
Jika Ron minta cium Rain di depan papahnya, Ron bisa digantung atau didorong dari lantai dua. Fix, Ron masih ingin membangun keluarga yang damai nan sejahtera!
Sesampainya di bawah, yang Ron temui pertama kali ada pembantu bernama Dewi-yang sedang membuka gorden rumah besar ini.
"Pagi, Mbok," sapa Ron, dan Mbok Dewi menyapa balik, "Pagi, Tuan."
Ron tersenyum secerah mentari. "Mbok, lihat Rain nggak? Dia ke mana? Dapur?"
Mbok Dewi yang baru keluar dari kamarnya lima menit yang lalu pun menggidikkan bahu. "Maaf, saya tidak tahu, Tuan."
Ron hanya ber-oh ria sembari mempersilakan Mbok Dewi saat dia pamit pergi mengurusi pekerjaan lainnya yang sudah menanti.
Ron berjalan sambil garuk-garuk anggota badan yang dia rasa gatal, dan tak lupa buat celangak-celinguk mencari keberadaan istrinya.
"Ngilang mulu perasaan," gerutunya, tak suka jika Rain terlalu sering begini.
Kalau dia sering tahu-tahu menghilang, pergi tanpa izin, apa gunanya nanti dia menjadi suami?
"Mbok Dewi udah bangun belum?! Bikin saya nasi goreng dong, Mbok...!" seru Arya, yang sudah keluar dari kamar lagi sembari memainkan gadgetnya.
Dia fokus sekali menganggu seorang cewek yang di sana, dia belum sukses dalam hal mengumpulkan nyawanya. Ron lihat kalau Arya senyam-senyum kayak manusia kurang obat, tapi Ron sadar jika Arya bukan kurang obat, tapi dia kurang main saat malam minggu tiba.
"Senyam-senyum, kek punya pacar aja lo," ledek Ron saat Arya berjalan melintasinya tanpa lirikan sedikitpun.
Arya berhenti di samping Ron. "Nggak Rain, nggak lo, pagi-pagi bisa aja bikin orang emosi."
"Eh?" tanggap Ron saat Arya melewatinya lagi dan dia harus menyusulnya. "Lo ketemu Rain? Dia di mana sih? Kok nggak ada di kamar?"
Mata Arya tak lepas dari ponselnya, menghujani room chat seseorang dengan ucapan selamat pagi yang tampak tidak tahu diri. "Kirain dia tadi bangunin lo."
"Hah? Bangunin?"
Arya mengangguk. "Tadi dia minta beliin bubur ayam. Idih ogah amat gue keluar cuma buat beliin gituan padahal ada lo sebagai suaminya di sini."
"Tapi ... tapi gue nggak berasa dibangunin deh," kata Ron, yang ingat kalau tidurnya damai sentosa, tanpa gangguan apa pun.
Berharap sih tadi malam; gangguannya digigit Rain, bukan nyamuk, tapi harapan tinggallah harapan.
"Ya udah. Artinya doi beli sendiri," timpal Arya yang merasa kalau kegiatannya jadi terganggu karena kerempongan Ron yang nyariin bininya.
"Telpon aja sih," katanya lagi.
Ron mengangguk cepat, merogoh....
Apa yang mau dia rogoh? Celana pendeknya tidak punya saku, dan semalam ponselnya dia letakkan di atas nakas. Jadilah, Ron lari secepat yang dia bisa, kembali menuju kamar. Arya berdecak melihat kelakuan adik ipar yang lebih tua darinya.
"Gue nggak pernah nyangka, akhirnya ade gue nikahin tuh manusia beneran," ucapnya.
Namun percuma Ron menelepon ponsel Rain, karena ponsel wanita itu pun tergeletak bersama ponsel miliknya.
"Ya ampun, Rain," kata Ron, tidak jadi mengikuti saran dari Arya.
Dia lihat jendela. "Kenapa tadi nggak bangunin suamimu aja? Pagi-pagi gini cari bubur ayam sendirian, berasa nggak guna banget gue jadi suami."
Ron duduk sendirian lagi di kamar, sementara Rain sedang menahan gemuruh di hatinya, saat dia tak menyangka akan bertemu sepasang manusia yang sedang tidak ingin dia temui, apalagi sepagi ini-di tempat tukang bubur ayam.
Bukan bubur ayam yang mengalihkan dunianya, melainkan orang itu.
~•••~
KAMU SEDANG MEMBACA
TAG [ 2 ] : From Rain To Ron
RomanceBukan cerita dewasa, tapi tetap saja cerita anjuran untuk 17+ #87 Roman Gimana sih rasanya jadi seorang cewek yang patah hati karena cinta pertamanya; diincar selama genap delapan tahun, tahu-tahu menghamili cewek lain? Sakit? Gak usah ditanya! Ter...