Rajin komen=rajin apdet😳😳
FRTR-39-His Sweet Plans
Setibanya Rain di kamar Arya, dia mendumel sambil memilih baju yang kira-kira bisa Ron pakai malam ini. Dumelannya, nggak jauh dari Ron, serta perkataan penuh godaannya. Rain sadar, kalau setiap kata-kata manis yang Ron lontarkan, sudah terdengar luwes sekali. Ron adalah tipe-tipe pria yang wangi, dan bisa bikin para wanita bergerak bak cacing kepanasan setiap kali ada di dekatnya, bahkan wanita keras seperti Rain pun akan gemetar jika dibisikan terlalu dekat oleh pria itu, apalagi mengingat status mereka. Jadi sekarang, pipi Rain merona-rona dengan kurang ajarnya, dan semua itu hanya karena memikirkan Ron saja.
"Ma ... mandi?" Rain berhenti memilih kaos di lipatan ke tiga dari bawah. "Ish! Kenapa pikiran pria nggak jauh-jauh dari anu?!"
Dan tak berapa lama kemudian, Rain berteriak saat merasa serba salah. Muka seperti apakah yang akan dia perlihatkan kepada Ron nanti saat mereka bertemu?
Alasan dia lari begitu saja dari Ron, selain karena tawaran adegan no children darinya; yaitu bahwa dia telah mengakui soal kecemburuannya terhadap pria yang bahkan belum pernah punya kesempatan untuk menciumnya lagi, secara gamblang. Bahkan saat dia menjadi pengagum rahasia Leon selama delapan tahun, Rain tidak pernah punya keberanian yang sebesar tadi untuk mengatakan isi hatinya. Kenapa banyak perubahan, semenjak Rain semakin terseret ke dalam pilihan hidup yang tidak pernah dia rencanakan ini.
Rain sudah mendapatkan pakaian yang Ron butuhkan, termasuk dalamannya sekalian. Ini kali pertamanya, Rain menyiapkan baju bagi suaminya, dan memang sudah seharusnya, tapi jika pernikahan yang dia jalani adalah pernikahan yang normal. Namun yang terjadi di antara mereka hanya ada keburu-buruan. Rain meletakkan barang yang Ron butuhkan ke kasurnya, dan tidak punya pikiran untuk menerima tawaran suaminya. Gila kali dia kalo terima!
Rain kembali ke dapur, dan ibunya masih sibuk menggoreng donat yang sudah mengembang dengan benar.
"Ron kenapa?" tanya Miranda, tanpa menoleh, tapi dia tahu, Rain tengah mencari-cari sesuatu di bufet.
"Nyari apa?" tanyanya lagi.
"Huh?" Rain berjinjit, tapi dia tetap tidak menemukan yang dia cari, "teh atau kopi gitulah, Mah. Anu ... itu Kak Ron kehujanan," katanya, terdengar santai.
"Kok bisa kehujanan?" Barulah Miranda menengok ke belakang. "Ada di bufet bawah tuh, kalo gulanya belum diisi ke tempatnya lagi."
Rain mengangguk paham, sambil menjawab, "Gak taulah. Kayak masa kecil kurang bahagia, Kak Ron mah aneh. Kalo hujan dan mobilnya mogok, ya udah tinggal telpon bengkel terus nunggu di dalam mobil. Ngapain coba benerin pas hujan turun. Kan kalo sakit, aku juga yang susah."
"Kamu malah ngedumel kayak gitu," timpal Miranda yang tidak suka jika Rain kerjaannya hanya menyalahkan Ron saja. "Kalo suami sakit, ya emang istri yang harus ngerawat. Ntar kalo susternya itu wanita lain, kamu marah. Kamu yang aneh. Salah kamu juga, pergi nggak bilang, Ron pasti khawatir."
Rain manyun, biarpun dia sudah punya inisiatif untuk membuatkan Ron secangkir besar teh panas. "Sebenernya anak Mamah siapa sih? Aku apa Kak Ron? Belain Kak Ron aja terus!"
"Mamah nggak belain siapa-siapa. Mamah netral, dan mamah cuma mau kalian damai. Itu aja, dan apa susah, Rain?" Di dalam hati, Miranda pun sampai berujar, jika watak Rain persis sekali dengan suaminya, seringnya mau menang sendiri dan condong ke arah egois.
Perdebatan antara ibu dan anak, terpaksa selesai, karena suara batuk Ron yang dia timbulkan tanpa ada unsur dramanya lagi. Ron memasuki dapur, dia mengenakan pakaian milik Arya, yang rada kekecilan sama dia, berhubung Ron lebih niat menjaga bentuk otot badannya ketimbang Arya. Makanya, Rain langsung menggelegakkan tawanya saat melihat bagaimana penampilan Ron sekarang.
"Kenapa sih kamu ketawa-" Miranda heran, namun saat dia melihat ke mana arah pandang Rain tertuju, dia menyusul tawa anaknya itu.
"Ya ampun Ron," kata Miranda, dia berdecak, "Bajunya Arya kamu pake toh."
Sebenarnya Ron malu, tapi dia tidak bisa keluar rumah dalam keadaan cuma pakai jubah mandi saja. Bisa digantung sama papah mertua kalau gitu.
Ron mengelus tengkuknya. "Masih untung nggak dikasih dasternya Rain, Mah."
Dia menarik kursi, dan duduk di sana. "Tapi nggak apa aku pake baju kekecilan gini, yang penting gara-gara ini, Rain bisa ketawa."
Ron menyangga dagunya, memandang lurus ke arah Rain, seiring dengan tawa Rain yang mereda.
"Apaan sih, gak jelas" kata Rain, lebih baik dia membelakangi Ron lagi, kalau tidak, muka meronanya akan semakin membuat Ron besar kepala bahwa dirinya ternyata sudah memakan gombalan-gombalan Ron yang receh itu.
"Kan gitu, Mah," Ron ingin sedikit melapor kepada ibu mertuanya, mengenai tingkah Rain yang penuh tantangan serta perjuangan itu. "Rain masih aja judes sama suaminya. Padahal tadi aku cemas banget nyariin dia di mana. Kalo dia diculik, aku yang sedih."
Miranda melirik Rain seraya mengangkat donat yang sudah jadi cokelat keemasan. "Dengerin, Rain. Seorang istri juga kalo mau ke mana-mana, harus izin suami dulu. Kalo bisa minta ditemani, biar nggak bikin pusing. Lain kali, kamu harus mau bergantung sama Ron, setidaknya anggap dia ada. Ngidam apa mamah dulu, punya anak yang batu banget otaknya."
"Ya, ya, ya. Panas kupingku, dimarahin sana-sini." Rain mengambilkan Ron donat yang baru saja digoreng, tapi belum sempat diberi topping, beserta teh buatannya tadi.
Ron tampak takjub saat melihat perlakuan Rain yang seperti sudah mulai mendalami perannya sebagai seorang istri. "Ini buat aku makan?"
Rain menggeleng. "Nggak. Jilatin aja, sama liatin tehnya. Gitu aja tanya, ya dimakanlah. Kenapa? Mau aku suapin sekalian?" tantang Rain, berharap Ron tidak akan punya niatan untuk melunjak.
Tapi siapa sangka? Dan bukan Ron namanya kalau dia tidak bisa memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. "Boleh juga. Suapin dong, sama tiupin tehnya. Panas tuh."
Rain mendelik, ingin menarik kata-katanya kembali soal menyuapi bayi besarnya itu, tapi Miranda keburu menyeletuk, "Nah, kalo gini kan enak lihatnya. Damai, dan... kenapa kalian nggak nginap di sini? Kayaknya Ron juga pucat banget. Seenggaknya, kalo Ron sakit, pas kamu ngidam pengin apa, mamah bisa nyiapin apa yanh kamu mau."
"Apa, Mah?! Nginap?!" Rain segera berbalik, dia ingin menolak tawaran ibunya, karena itu sama saja, dia dan Ron mau tidak mau harus tidur sekamar.
"Aduh," Ron pura-pura lagi, dengan cara memegangi kepalanya. "Iya nih, Mah. Kayaknya aku mau sakit, kepalaku udah pusing."
Rain semakin terpojok, kenapa dia merasa kalau ibunya sendiri tengah bersengkongkol dengan Ron untuk membuat hatinya lebih segera luluh kepada pria itu? Menyandarkan seluruh masa depannya kepada Ron seorang?
Padahal, nyatanya tidak. Mereka tidak bersekutu, Miranda bertingkah dengan alami dan mengandalkan insting keibuannya saja.
"Pusing?" Rain bersedekap. "Heran. Sepusing-pusingnya kamu, masih aja jago gombal."
Ron mendongakkan kepalanya. "Gombalannya buat kamu ini, bukan yang lain."
Seorang ibu, adalah orang yang paling tahu; apa yang paling baik untuk anak-anaknya.
~•••~
KAMU SEDANG MEMBACA
TAG [ 2 ] : From Rain To Ron
RomanceBukan cerita dewasa, tapi tetap saja cerita anjuran untuk 17+ #87 Roman Gimana sih rasanya jadi seorang cewek yang patah hati karena cinta pertamanya; diincar selama genap delapan tahun, tahu-tahu menghamili cewek lain? Sakit? Gak usah ditanya! Ter...