FRTR-24-Photograph

15.7K 1.4K 184
                                    

FRTR-24-Photograph


Pernikahan, adalah soal menyatukan dua manusia yang mempunyai rasa cinta. Perceraian adalah soal memisahkan dua manusia yang sudah tidak ingin saling mencintai. Lalu, untuk kasus Rain dan Ron apa? Pemaksaan?

Masa bodoh.

Sejauh ini, Ron sadar, jika Rain hampir tak pernah protes lagi mengenai pernikahan mereka. Ya, memang, tak ada kata; iya, yang terucap dari bibir Rain saat Ron melamarnya. Adapun 'iya' yang terpaksa, itu sudah jelas sekali. Rain mau mengenakan gaun pernikahan, bukankah itu tanda bahwa semuanya akan berjalan dengan lancar?

Ron tersenyum sambil menyupir. Pagi ini, di hari Selasa, ia punya janji dengan seseorang yang mau membantu masalahnya. Orang itu pun sudah duduk di sebelah kursi pengemudi, dan bibir perempuan itu sedang mengumamkan lagu yang mereka berdua dengar lewat pemutar musik di mobil.

"Kenapa mesti aku? Bang Ron enggak punya orang lain buat dimintain saran?" ceplos gadis berblouse merah muda itu.

"Punya," jawab Ron dengan mata yang fokus ke jalanan, "Tapi adanya Dokter hewan, sama CEO sok sibuk."

"Anjir," umpat Fiona, "Bukan itu maksudku! Maksudnya, apa Bang Ron enggak punya temen cewek yang bisa dimintain saran selain aku?"

Ron menoleh ke arah Fiona untuk tiga detik. "Banyak sih, tapi ya gitu. Enggak gratis."

"Oh, jadi Bang Ron ngiranya aku mau dimintain gratisan gituh? Enggak ah...."

"Mau enggak mau kamu harus gratis, atau hapenya balikin," ucap Ron, ia masih bisa menunjuk iphone terbaru yang berada di dalam genggaman Fiona dalam kedamaian.

"Aku ngira Bang Ron tuh beda sama Mike, enggak taunya ... sebelas-dua belas," balas Fiona, ia mengeratkan ponselnya, "Kenapa juga enggak bawa pacarnya aja sih? Kan lebih gampang buat fittingnya?"

"Pengen jadi kejutan aja, biar keliatan romantis," jawab Ron, yang tertawa kecil.

Romantis? Ya, ia ingin jadi pria romantis, meski ia geli sendiri. Romantis dalam kamusnya dulu, bukanlah romantis dalam hal-hal manis yang hendak ingin ia lakukan untuk Rain mulai sekarang. Namun, romantis untuk mendapatkan malam yang hangat dari para wanita yang dengan gampangnya mampu ia buai.

Ron sedang flashback dalam pengalamannya menjadi bajingan, dan itulah keburukan yang membuatnya merasa minder jika suatu hari, Rain akan memakai hal itu untuk pergi darinya.

Rain akan pergi? Apakah suatu hari Rain akan meninggalkannya?

"Ngomong-ngomong, acara apa sih, Bang? Ceweknya ultah?"

Ron menggeleng, sebagai jawaban atas pertanyaan polos Fiona.

"Natal masih jauh dih, terus apa? Hadiah kelulusan?"

Ron menggeleng lagi.

"Apaan dong? Gaun buat apa?" tanya Fiona, yang penasaran, karena Ron hanya memintanya untuk membantunya mengepas gaun.

Ron melebarkan senyumnya. "Gaun buat nikah."

"Hah?!" Fiona terperangah. "Cewek mana yang kesurupan, Bang?!"

"Bukan kesurupan, tapi hamil." Ron menyengir.

"Hanjir!" Lagi-lagi, Fiona terkejut, sampai ia harus menutup mulutnya yang terbuka. "Dasar makhluk nista!"

"Gak apa nista, yang penting cakep," balas Ron, dengan wajah yang minta disayang.

~°°~


Setelah perut kenyang, Rain bingung harus melakukan apa. Ia kembali lagi ke ruang tamu, dan ia duduk di sofa. Ia nyalakan televisi, dan semuanya terasa datar. Biasanya, pagi-pagi, dia bakalan sarapan bersama keluarganya, sedikit main nyolot-nyolotan dengan kakaknya, atau mempersoalkan tugas dosen yang tak masuk akal baginya. Tapi pagi ini, ia makan sendirian, dan duduk sendirian, hanya suara televisi yang menjadi kawannya.

"Apa gini ya? Rasanya nikah nanti?" Rain menatap datar televisi, "Sendirian, meski judulnya sepasang suami-istri?"

Pernikahan tanpa rasa cinta, itu kayak drama korea tanpa ada aktor gantengnya, jadi hambar, membosankan!

Pernikahan, bukanlah hal yang main-main, karena keduanya akan berjanji di hadapan Tuhan. Hanya, Rain menganggap pernikahannya bak sebuah game monopoli, di mana nanti, ia akan terpenjara, jika mengambil kartu yang salah. Terpenjara dalam rumah ini, di saat Ron bisa dengan santainya berkeliaran di luar sana.

"Ah! Mumpung gitu!" Tiba-tiba Rain mendapatkan ide yang brilian.

Daripada ia mati bosan di depan televisi, lebih baik ia melakukan hal yang berguna. Bukan, bukan mandi pagi, ia malah akhir-akhir ini benci untuk mandi, mungkin bawaan jabang bayi. Biarlah, ia tidak mandi, siapa tahu, hal itu bisa membuat Ron membencinya, dan berujung gagal nikah.

Ada sesuatu yang terlintas di pikiran Rain, ia akan menggeledah rumah Ron, mumpung pemiliknya sedang tidak ada.

Menggeledah rumah, menggeledah kamar Ron, dan siapa tahu ia menemukan sesuatu yang bisa saja menjadi kartu ASnya, yang bisa ia gunakan sewaktu-waktu jika ia perlu.

Rain mendekat ke lemari kayu, dan ia mulai melakukan pencariannya.

Pencarian aib Aaron Harjosuwarno!

Bak Sherlock Holmes, ia menggeledah seluruh laci yang ia temui. Tapi tak ada benda yang sesuai dengan kriterianya.

Kini, giliran ia pergi ke kamar Ron, yang berada di lantai dua. Karena tidak ada si empunya, Rain tak perlu takut untuk masuk ke dalam ruangan itu. Satu hal yang ada dalam benak Rain saat ia ada di sana, adalah : semuanya berantakan!

Dasar pria! Banyak celana panjang, celana kolor, yang berserakan di sana-sini!

"Ini a ... aibnya?" Rain berdecak jijik, karena ternyata, tampan-tampan begitu, Ron bisa disebut pemalas.

Rain maklum sih, bagaimanapun Ron adalah pria lajang, dan ia tak terlihat memperkerjakan seorang pembantu.

Rain pun tidak mau jadi pembantu! Enak saja, belum menikah, ia sudah harus berlagak seperti seorang istri? Sayang, tingkah itu belum ada di dalam kamusnya. Biar saja kamarnya berantakan, apa peduli Rain?

"Pasti ada foto cewek di sini," kata Rain, yakin.

Ia kembali menggeledah apa pun, tempat penyimpanan yang ia temui. Mulai dari lemari baju, di bawah tumpukan pakaiannya, nakas, di bawah bantal, di bawah kasur, di dalam laci, tapi hasilnya nihil.

"Kok enggak ada sih?! Harusnya ada!" Rain menghentakkan kakinya kesal, karena ia tidak berhasil menemukan cela Ron dengan mata kepalanya.

"Jijik ih!" Rain menendang kaus dalam Ron, asal; yang tergeletak di lantai.

Rain manyun, ia dengan terpaksa menjatuhkan dirinya ke atas kasur Ron, dan tanpa ia duga, kepalanya beradu dengan sesuatu yang tertupi oleh jaket kulit cokelat.

"Sakit," keluh Rain sambil memijit kepalanya, saat satu tangannya mengambil benda itu.

Ternyata tablet Ronlah yang menjadi bantal singkatnya.

Rain berdecih. "Pasti banyak video biru sama foto-foto cewek di dalam sini!" Lagi-lagi ia berbicara dengan penuh keyakinan.

Ia duduk bersimpuh, lalu menarik rambutnya ke belakang, agar saat ia menunduk, helaiannya tak menganggunya. Untung saja, tab itu tidak terkunci dengan kode pin atau pola. Gadget itu terbuka dengan mudahnya, dan Rain langsung melihat foto yang menjadi pemandangan layar utamanya.

Foto dirinya, sedang tertidur, semalam.

"Apa ini?" Rain tak percaya.

Ia membuka galeri, dan yang ia temukan, bukanlah foto wanita lain, melainkan hanya foto-foto dirinya.

~•••~

To be continue(~˘▾˘)~

Happy New Year 2017 gaes!!! 😍😍

TAG [ 2 ] : From Rain To RonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang