FRTR-13-Hopeless Romantic

18.4K 1.6K 120
                                    


Bab ini dapet idenya dari lagunya Meghan Trainor yang di mulmed. Dengerin ya... Buat backsound, wkwkwk

FRTR-13-Hopeless Romantic

Di dalam sana, Rain menekuk kedua lututnya; kepanasan. Tangannya dijadikan kipas alami, meski ia masih mengenakan kaus tidur yang bahannya tipis, tapi tetap saja berkeringat. Gimana mau tidak meneteskan keringat kalau pintu almarinya ia tutup rapat-rapat. Memang tidak ada niat untuk keluar rumah hari ini, tak ada acara penting selain mengurung diri di kamar. Kok bisa begitu? Alasan terkuatnya adalah ia takut bertemu Ron. Ia takut kebrutalan Ron semakin menjadi-jadi. Sambil kipasan, ia berharap Ron takkan membuka almari itu dan langsung pergi begitu saja; mengira Rain loncat dari lantai dua. Harapan Rain memang terkabulkan, karena Ron memilih mengikuti apa--yang--gadis--itu-mau.

"Huh? Rain gak ada? Di mana dia?" kata Ron; nemilih berpura-pura tidak tahu di mana keberadaan gadis itu.

Seperti saat dulu, di mana mereka berempat; minus Arya dan Leon suka bermain petak umpet. Oh, kenangan yang mengasyikan untuk dikenang.

"Astaga! Rain... jangan-jangan kamu ... kamu ... loncat?! Gawat!" Ron pura-pura berlari dan menutup pintu kamar Rain kencang; seolah ia pergi untuk memastikan Rain tidak apa-apa loncat dari balkon kamarnya.

Ron sampai melepas sandalnya demi menghilangkan suara langkah yang bisa bikin Rain tidak jadi keluar dari tempat persembunyiannya. Ia tahu seberapa keras kepalanya gadis itu. Rain bisa dibetah-betahkan bersembunyi seperti itu demi menghindar dari seseorang. Bisa saja Ron membujuk Rain, tapi untuk kali ini ia ingin menggunakan cara cepat saja. Ia sudah gatal sekali untuk meminta maaf sepenuh hatinya.

Langkah Ron berhenti di depan almari, dan ia berjongkok di situ; menahan senyumnya.

Rain bertingkah seperti keinginan Ron. Ia berhenti mengipasi dirinya sendiri dan mulai bergerak di dalam ruang pengap itu.

"Udah pergi belum ya?" gumamnya kini sambil berlutut hendak membuka almari dan bersiap untuk keluar.

Sedikit demi sedikit ia membukanya dan melihat ke arah pintu yang tertutup. Rain mengelus dada seraya bernapas lega. Pria itu ternyata pergi? Ia senang sekali.

Kesenangan itu hanya berlangsung beberapa detik karena saat ia mengarahkan pandangannya ke bawah, ia menemukan manusia yang ia mati-matian kutuki masih menunggunya dengan senyuman menawan.

Sial! Rain jadi berteriak dan tahu-tahu keseimbangannya jadi goyah; ia limbung ke depan.

Mau tidak mau Rain jadi harus jatuh ke pelukan Ron yang memang tadi sengaja menarik Rain sekalian.

Ron tidak akan berbohong kalau kepala bagian belakangnya jadi linu akibat berciuman dengan keramik. Tapi peduli apa soal itu? Kesakitannya ia ganti dengan tawa.

Ron memegang pinggang Rain yang kedua kaki gadis itu menggantung di almari. Oke posisi mereka aneh sekali!

"Got you... finally," katanya di tengah kekehannya.

Salah besar! Tebakan kalian salah besar jika berharap Rain akan merona malu menyadari posisi mereka saat ini. Ia terlalu biasa saja! Menyebalkankah? Itulah Rain, yang tak gampang terbuai dengan posisi semanis ini.

Teriakan Rain tidak ada lagi, gadis itu malah memasang wajah cemberut yang terkesan lucu bagi Ron.

Sembari mengusap hidungnya yang membentur dada Ron, Rain berkata, "I hate you."

Ron berhenti tertawa, dan rasa sedih tiba-tiba menyergapnya.

Bisakah kata: hate diganti oleh empat huruf yang lebih manis dan mem-baper-kan lagi?

"Sakit ya...?" Ron sembari membantu Rain mengusap hidungnya.

"Gak usah pegang-pegang!" terang Rain yang mulai bangkit dari atas tubuh Ron.

Tidak ada jantung berdebar di dada Rain, bertolakbelakang dengan apa yang Ron rasakan.

Mereka terdiam beberapa detik. Ron masih nyaman tiduran menatap nanar langit kamar, sementara Rain duduk membelakanginya.

"Maaf" ujaran Ron membuat Rain gagal bangkit berdiri, "maaf buat segalanya."

Kilasan ciuman kasar itu kembali terlintas dan kejadian itulah yang ampuh membuat pipi Rain jadi seperti kepiting rebus. Tapi dengan cepat ia tepis memori sialan itu.

"Jangan diulangin lagi, aku ... aku gak suka!" seru Rain polos sekaligus kehilangan kata-kata.

Ron otomatis jadi tersenyum. "Kalo aku maunya ngulangin gimana?"

Gadis yang ia goda segera berbalik badan sepenuhnya. "Aku robohin lemarinya sekarang juga, Kak!"

Ancaman Rain dibalas ledakan tawa oleh Ron. "Jadi udah gak marah ya kan?"

Rain tertawa garing. "Aku gak bakal marah lagi kalo Kak Ron berhenti masuk ke rumahku. Ke kehidupanku! Kak Ron gak sadar-sadar posisi Kakak itu apaan, hah?!"

Kalimat yang tak pernah ditebak Ron untuk muncul, sekarang begitu frustrasi untuk ia jawab. Ia paham sekali apa maksud dari pertanyaan Rain. Sepertinya pertanyaan yang lebih pantas disebut pernyataan!

Posisi apa? Posisi tentang siapakah Ron itu. Ia saudara dari siapa?

Ia tidur menyamping, menopang kepalanya.

"Kamu juga gak sadar posisi kamu gimana?" balas Ron yang rahangnya mengeras menahan amarah.

Rain kicep.

"Aku bisa aja sih ninggalin kamu dan memperlakukan kamu seperti wanita haus belaian di luar sana," katanya seperti tak punya rasa cinta untuk Rain.

"Karena aku sadar soal posisiku, makanya aku mau tanggung jawab," tuturnya sebelum telentang kembali.

"Mau gak mau aku harus tanggung jawab," katanya dan percakapan akan segera terselesaikan karena Rain langsung mendekati pinggir almari dan memegangnya.

"Aku robohin beneran!" Tak disembunyikan; sebulir air mata Rain menetes.

Perih, saat Ron mengatakan kalimat terakhirnya.

"Silahkan," tantang Ron dengan senyum lebar paksaannya.

Rain memejamkan matanya. "Keluar sekarang juga," pintanya bertahan tak mengeluarkan isakan.

"Dengan senang hati!"

Ron marah, keluar dari rumah Rain tanpa alas kaki, tanpa harapan kalau Rain akan mengejarnya.

~•••~

Well, karakter Rain emang naif lemot gimana gituh. Jadi kek muter², wkakakaka...

Tbc! Vomment!

Pendek, hahaha... Soalnya aku lagi ngetik buat novel.id juga.

TAG [ 2 ] : From Rain To RonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang