FRTR-20-Home

17.4K 1.5K 128
                                    

Selamat membaca....💗


FRTR-20-Home


Jika perhitungan waktu di bumi ada tiga puluh dua jam dalam sehari sekalipun, Ron akan tetap setia mengantar Rain ke mana pun yang ia mau, dan menunggunya dengan setia seperti sekarang ini. Ron bersandar di mobil, menanti pujaan hatinya keluar dari gedung fakultas. Ron tersenyum, tatkala mengingat kalau dulu ia pernah seperti ini juga, beberapa waktu yang lalu malah. Ia ingat saat dia menjemput Rain untuk pergi membatalkan segala persiapan pernikahan Leon dan Lexy, bahkan ia mengingat soal ciuman penuh paksaan itu, lalu soal tetesan air mata yang Rain jatuhkan....

Tahu-tahu membuat jantungnya serasa diremas. Itu sakit sekali, ya Tuhan.

"Siapa tuh? Ganteng banget?" Fira menyenggol-nyenggol bahu Rain. "Ngeliatin elo terus lagi!" Temannya begitu antusias menatap Ron dari sisi manapun.

Rain belum cerita soal pernikahannya, apalagi kehamilannya, kepada teman-temannya. Rasa malu? Ya, itulah salah satu alasannya. Apalagi dengan imej gadis polos yang menempel padanya. Bukankah, posisinya agak sulit untuk mengutarakan segalanya?

Ron semringah, menyambut langkah kecil Rain yang mendekatinya. Namun, kesemringahan itu sempat memudar saat Rain terlihat menjaga jarak darinya.

"Bukan siapa-siapa kok," kata Rain, berusaha lirih.

Memang Ron tak bisa mendengarnya, tapi tanpa perlu diberitahu, ia sudah menduga, kalau Rain masih belum mau memperkenalkan dirinya kepada kawan-kawannya lewat dari ekspreksi kakunya.

Ron selalu berusaha tabah, dan terus memproduksi kesabarannya. "Lama amat? Aku sampe kering nih nungguinnya."

Ron juga selalu berusaha ceria, seperti biasa, konyol, dan sedikit tak tahu malu, narsis, sekaligus mempertahankan pesonanya.

"Hai, temennya Rain ya?" Ron ramah dengan Fira, ia pun sudah mengulurkan tangannya, bermaksud menjabat tangan.

Dasar jomblo, melihat cowok ganteng, tinggi, dan sawo matang, ada di hadapannya, Fira langsung menyambar tangan Ron, dan tak lupa menorehkan senyuman paling cantik di wajahnya.

Melihat betapa girangnya Fira menyalami Ron, dan pria itu pun betah-betah saja dijabat tangannya, Rain merasa tercueki di sini.

"Aduh, perutku...." Rain berakting.

Sirnalah senyum keramahan di wajah Ron, yang tergantikan dengan kecemasan. Ia melepas tangan Fira, kemudian segera mempedulikan keadaan Rain.

"Kamu gak apa-apa? Mana? Mana yang sakit?" Ini lucu, entah kenapa Rain menganggap kekhawatiran yang timbul di wajah Ron jadi begitu lucu di matanya.

Fira memandang tangannya yang kosong, sebelum memancarkan keheranannya kepada dua orang itu.

"Kan kata Dokter apa kemarin? Kamu tuh harusnya istirahat aja!" Ron merangkul Rain, yang cuma pura-pura lemah.

Oh iya, kenapa tiba-tiba Rain amat merindukan ekspresi kecemasan Ron? Padahal tadi, dari kejauhan, ia ogah sekali kalau harus diantar pulang oleh orang itu.

"Dokter? Lo sakit, Rain?" Fira memiringkan kepalanya - masih bingung.

Rain gelagapan, kenapa aktingnya jadi seperti senjata makan tuan? Dan kenapa pula, ia berakting lemah begini?! Di saat, sebenarnya lari pun dia masih sanggup.

"Rain anemia." Ron dengan sukarela berbohong.

"Oh," Fira mengangguk paham. "Pantesan lo pucetan, Rain." Ia tertawa kecil.

"Tapi anemia, kok makannya banyak ya?" Otak Fira ada tanda tanyanya, tapi ia tak terlalu menghiraukannya.

"Bodo ah." Fira menyengir. "Yaudin. Lo pulang gih, istirahat."

TAG [ 2 ] : From Rain To RonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang