FRTR-8-Same Old Neighbour

20.8K 1.8K 38
                                    

Happy reading!

FRTR-8-Same Old Neighbour

Sudah hampir sepuluh menit Rain mondar-mandir menyerupai setrikaan di depan lemari bajunya; di kamarnya. Ia tak habis pikir dengan Ron yang tetap mau pindah rumah dan tahu-tahu berubah sikap---super dingin padanya.

"Argh!" Ingin sekali ia menjedotkan kepalanya ke dinding dan berharap dirinya bisa menderita amnesia. Ia tidak mau dipermainkan oleh womanizer bertato macam Ron, ia tidak mau terluka lagi dan ia tidak mau hanya dijadikan sebagai pelampiasan belaka nantinya. Tapi....

Rain berhenti melangkah. Ia melirik cermin dan berdiri di depannya. Ia sedikit menyibakkan kausnya dan dengan perlahan meraba perutnya yang rata. Sudah telat lima hari; ia tidak datang bulan. Baru lima hari memang, dan dasarnya ia adalah gadis baik-baik yang membenci pergaulan bebas; itulah sumber kecemasannya. Ia takut hamil, itu saja.

Ia berjalan gontai mendekati kasur. Ia mengambil ponsel dan memeriksa daftar panggilan terakhir. Sialan. Ron tidak meneleponnya ataupun mengiriminya pesan teks. Lebih sialan lagi, ia berharap kalau pria itu mau menghubunginya.

"Ke ... kenapa gue ngarep Kak Ron buat ngehubungin gue?" Ia melempar ponselnya ke sisi ranjang yang lain sebelum menatap nanar langit-langit kamar. Ia mengingat percakapan dengan Ron di rumah pria itu, sehari yang lalu.

"Besok aku pindah," kata Ron. Ucapan yang membangkitkan kecemasan Rain lagi.

"Kakak mau pindah ke mana sih?" tanya Rain tergagap.

Masalah kepindahan Ron? Ia tentu khawatir karena itu berarti kemungkinan Ron hanya mempermainkannya lebih besar. Menggaris bawahi sebajingan apa tingkah adiknya yang tidak ia duga, lalu lingkarilah sejahanam apa pula tingkah kakaknya pada dirinya. Ia frustrasi mengimajinasikan masa depannya. Ia tidak suci lagi, berilah penebalan pada kalimat tadi! Tidak suci lagi! Yang artinya, ia sudah mempermalukan nama baik keluarganya.

"Seperti yang aku bilang, kamu gak perlu tau," jawab Ron usai meneguk minumannya. Ia sedikit mencermati kegusaran Rain yang terlihat lewat gestur tubuhnya. Ia menghembuskan napas berat, ternyata gadis itu memang tidak nyaman berada di dekatnya.

Ron sudah seratus persen paham dengan kalimat Kenzo yang menuduhnya sebagai pelengkap kehancuran perasaan Rain. Ia bagaikan bara panas yang dijatuhkan ke lubang hati Rain; yang menganga lebar dan dalam seperti palung lautan.

Mengira-ngira sumber kecemasan Rain yang lain lewat perkataan Kenzo padanya, Ron berucap, "Tenang aja. Aku lagi gak nyari mangsa lainnya. Lagi bosen." Oke, kau salah kalimat Ron. Kalimatmu barusan malah membuatmu tampak nista di hadapan Rain. Namun sayangnya Ron tidak menyadari hal itu.

"Oh. Kalo gitu. Aku pulang Kak." Rain mulai bangkit dari sofa sembari tetap betah menunduk.

Ron enggan untuk mengiyakan, namun kembali lagi ke rencananya, ia harus membiarkan Rain pergi darinya. "Mau kuantar?" tawarnya menunjukkan sikap gentleman-nya.

Rain mendongakkan wajah dan menggeleng polos. "Kan aku juga bawa mobil, Kak."

Ah. Ron terpanah dengan senyuman Rain. Ia berdeham cool. "Oh iya lupa."

"Rain, kamu udah beli kado buat Lexy sama Leon?" Tiba-tiba saja Miranda masuk ke kamar yang didominasi warna pastel itu.

Rain menoleh malas ke pintu yang terbuka itu.

"Astaga Rain, kamu apa-apaan, Nak?!" Miranda berdecak melihat seberantakan apa kamar Rain. Tisu bekas ingus di mana-mana dan bungkus cokelat yang menghiasi lantai. Ia berjalan melompati sampah-sampah tersebut; memandang jijik pola tingkah anaknya yang ia kenal tidak seperti ini.

TAG [ 2 ] : From Rain To RonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang