FRTR-15-I Will Show You

18.3K 1.7K 589
                                    

FRTR-15-I Will Show You

"Apa?" Ron tengah duduk di pagar pembatas beranda belakang rumahnya.

Ia bersedekap dada, memandang malas kepada Rain yang duduk di kursi kayu sambil menunduk. Ia bukan malas bertemu orangnya, tak pernah sekalipun Ron berpikir: malas bertemu wanita yang sudah menjadi ratu di hatinya. Ia cuma malas, kalau harus bertengkar untuk membahas hal yang sama seperti beberapa menit lalu. Mereka mulai berbicara empat mata lagi, setelah Rain bilang kalau ia menagih sesuatu dari Ron.

"Kok me ... mereka jadi nikah?" Itulah yang keluar dari mulut Rain, membuat Ron memutar matanya-bosan.

"Kalo kamu dateng ke sini, buat curhat tentang mereka, mending kamu ngomong sama rumput yang lagi goyang-goyang sana." Ron sewot; siapa yang takkan sewot kalau berada di posisi Ron sekarang ini?

Rain menggeleng cepat, seraya mengangkat tangannya. "Bu ... bukan, bukan bahas i ... itu."

"Terus apa?" Ron masih enggan untuk mengobrol lama-lama, kalau ujung-ujungnya hanya menambah luka di hatinya.

Begitulah Ron, ia sebenarnya butuh waktu untuk menyembuhkan segala luka di hatinya akibat penolakan Rain. Kalimat-kalimat penolakan Rain, bagaikan silet yang menyayat-nyayat hatinya. Tidak lebar atau dalam, luka sayatannya kecil-kecil, namun terlalu banyak.

"Oh, atau soal sandal? Kamu bisa bakar aja, kalo kamu mau. Aku gak butuh sandal buluk itu," tambahnya, dan Rain menggeleng lagi.

Sejujurnya, Rain sudah menyiapkan kalimat panjang lebar di kepalanya, tapi ia terlalu takut untuk mengatakannya. Ucapannya tercekat, susah sekali untuk ia ungkapkan kepada orang yang telah membuatnya harus mengatakan kalimat-kalimat itu.

"Argh!" Rain frustrasi sendiri, dan hal itu membuat Ron mulai tertarik dengan apa yang sebenarnya wanita itu ingin bahas.

Rain mengatur napasnya, mengatur detak jantungnya, sialan! Ia sampai berkeringat dingin!

Rain sepertinya butuh pancingan, jadi Ron berucap, "Udahlah, kalo enggak penting-penting amat, besok aja. Aku cape-"

"Pe ... pergi ke apotik sana, Kak," potong Rain, usai wanita itu cepat-cepat mengatur amarah, kekecewaan, serta rasa gugup yang jadi pergulatan batinnya.

Ron mengerjapkan matanya sekali. "A ..., apotik? Ngapain?"

Rain mengusap-usap lengannya. Demi Tuhan, ia susah sekali untuk menggerakkan lidahnya lagi. Ganjalan itu, ganjalan di hatinya, soal semua ini, kalau apa yang ia takutkan benar-benar terjadi!

Ron menyimpulkan raut wajah Rain saat ini sedang cemas. Ia semakin meneliti, wajah Rain tidak pucat sama sekali. Rain tidak sakit, tapi kenapa wanita itu menyuruhnya pergi ke apotik?

"Kamu sakit?" Ron tidak bisa untuk tidak peduli kalau wanita di depannya ini, jatuh sakit.

Rain menggeleng, ia tambah menundukkan mukanya. "Beli ... beli itu loh ... itu ... loh, Kak," katanya putus-putus.

"Apaan?! Yang jelas kalo ngomong! Kalo sakit bilang! Kalo enggak...." ya sakit aja sana! Biar aku bisa ngerawat kamu, sambung Ron di dalam hati.

"Aku enggak sakit, aku enggak sakit, tapi ini lain ... argh!" Rain bangkit dari kursi, ia mendekati Ron dan memegang tangan pria itu, "Aku gak bisa ngomongnya. Mending Kak Ron liat aja."

Ron terkejut, karena tahu-tahu Rain mendekatinya dan menggenggam tangannya. Meski tidak disertai senyuman manis; tak ada keceriaan terpancar di wajah Rain. Ron tidak protes, ia mau-mau saja digandeng Rain dan mengikuti ke mana wanita itu melangkah.

Mereka berdua melewati ruangan-ruangan di rumah Ron, dan Anna sempat heran melihat Rain menggandeng tangan Ron, tapi wanita itu tidak menghentikan langkah mereka. Lalu, mereka berdua juga bertemu dengan Leon yang baru saja mau membuka pintu mobilnya; ia akan pergi ke rumah sakit. Hal yang paling mengesalkan Ron adalah, Rain masih sempat-sempatnya menyapa Leon di sela-sela langkah kakinya.

"Hai Kak Leon," sapa Rain ramah.

Belum sempat Leon membalasnya, Ron berkata, "Cepetan ke rumah sakit aja sono! Awas kena macet!" Kalimat yang mengandung kesirikan.

Leon polos-polos saja, ia mengiyakan dan masuk ke mobilnya.

"Bisa nyapa Leon, bisa ramah sama dia, tapi gak pernah biarin aku masuk ke hati kamu," gerutu Ron lirih, "Dasar tega."

Ron terus memandangi punggung wanita yang lebih pendek sedikit darinya. Ia bertanya-tanya, kapankah Rain berhenti memunggunginya?

Kemudian, tahu-tahu Ron sudah ada di kamar Rain lagi. Tidak ada siapa pun di rumah berlantai dua itu, kecuali mereka berdua. Arya sudah berangkat ke Semeru, Miranda dan ke sekolah untuk menghadiri rapat dewan menggantikan suaminya.

Rain melepaskan tangan Ron, dan ia tutup pintu kamarnya.

"Apaan sih? Kalo beneran soal sandal, udah aku bilang, bakar aja, aku gak butuh." Ron memandang miris sandalnya.

Ya ampun, sandal saja punya pasangan, meski sandal itu sudah agak buluk. Lah, dirinya yang konon adalah primadona sekolah, sampai sekarang belum bisa mendapatkan orang yang ingin ia jadikan pasangannya hingga maut memisahkan.

"Daripada bakar sendalnya, mending bakar yang punya aja," ucap Rain, ia mendadak kembali jadi wanita yang jutek, "Ini bukan soal sendal!"

"Ya, ya, ya ..., terus apa? Soal pernikahan Leon sama Lexy? Atau kamu mau minta bantuan aku buat gagalin pernikahan mereka?" Ron mengenakan kembali sandalnya, sayang-sayang juga kalau dibakar.

Rain mendekati meja riasnya. "Aku gak segila itu!"

"Jadi kamu udah ikhlas sama pernikahan mereka?" Ron menerka-nerka.

Rain sedang membuka laci bawah meja rias. "Aku juga gak sebaik hati itu!"

"Terserahlah." Ron sudah mendapatkan jawabannya! Rain masih amat susah untuk melepaskan Leon, dan menerima kehadirannya. Ia pun masih harus bersabar, kuat mental, serta imannya. Jangan sampai, gara-gara ia kehilangan kesabarannya lagi, kejadian yang menyakitkan bagi Rain tapi menyenangkan bagi Ron-terulang kembali.

Rain melenguh, saat melihat isi lacinya, ia memejamkan matanya sekilas dan balik berdiri; melirik kalendernya.

Ron hendak tiduran di ranjang Rain, tapi tak jadi ia lakukan saat tahu-tahu Rain melemparkan kalendernya ke lantai, dan mendarat di sebelah kaki Ron.

Ron menengok. "Apa-apaan sih ini?!"

Kedua mata Rain perlahan berkaca-kaca. "Dasar Kak Ron tolol! Beliin test pack sekarang juga sana!"

~•••~


Tbc! Vomment!

Narasi sama dialognya udah kubikin senatural mungkin, antimainstream! Hahaha...

Hahahaha... Tebak-tebak sendalnya Ron #mainstream kalo bilang: tebak-tebak buah manggis *garing

TAG [ 2 ] : From Rain To RonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang