FRTR-21-Safe
Bau parfum Ron, yang tadinya masih membuat Rain nyaman, lama-kelaman membuatnya muak. Berada di dalam mobil, bernapas di ruang yang sama, tahu-tahu membuat Rain merasa kesal, ia tidak tahan. Beruntungnya, mereka telah sampai di rumah Ron yang dulu sempat jadi bahan kejailan Kenzo. Dijual dengan harga berapapun? Ingat itu! Mana mungkin Ron mau menjualnya murah, asal tahu saja, dia masih punya otak bisnis yang kuat, serta hati yang tahan banting.
Ron sebenarnya agak sengsara, saat mendengar omelan Rain tadi di perjalanan. Rain menyuruhnya mengganti wangi parfum Ron, padahal itu adalah aroma kesukaannya. Tapi, daripada nanti Rain tambah manyun, biarpun manyunnya itu bikin tambah rindu. Hanya saja, ia tidak ingin membuat hati Rain semakin bebal untuknya, makanya ia tidak akan banyak menyanggah.
Masih dalam keadaan menutup hidungnya, Rain menunjuk pintu rumah Ron.
"Buka, cepetan!" perintahnya, sudah seperti nyonya besar.
Ron tahu, kenapa Rain berubah jadi pemarah. Ini masalah gaun, ini masalah yang begitu sensitif.
"Jangan marah-marah dong, entar gak muda lagi," kata Ron, memperhalus sarkastiknya.
Bahkan untuk berkata-kata sarkas, ia tak tega kepada Rain.
"Manusia ya jadi tua, bukan muda," sahut Rain. Ia sadar, jika sedari tadi ia terus menggunakan nada tinggi, jadi kali ini ia mendatarkan suaranya.
Rumah Ron, tak terlalu megah, tapi masih sangat layak huni.
Melihat ada sofa kosong, Rain buru-buru duduk di sana. Rasa lelah hingga ke ubun-ubun, sudah tidak tertahankan.
"Kamu mau minum apa?" Ron menutup pintu rumahnya, dan menguncinya.
"Eh," Rain mendelik, "Itu ngapain kunci-kunci?!"
"Ya dikuncilah, entar kalo ada maling berabe," sahut Ron - biasa saja, yang tidak peka dengan khawatiran Rain.
Siapa yang paling merasa ganjal, serta waswas di sini? Tentunya Arraine!
Ada di rumah Ron, hanya berdua dengannya, tanpa sadar, ia seperti masuk ke kandang singa.
"Bego," runtuk Rain, ia ingin pergi dari sini, tapi ia ingat kalau di rumahnya sedang ada si Lexy, jadi ia tertanam di sini.
Melihat Rain, yang jauh dari kata rileks, membuat Ron secepatnya menebak-nebak apa isi pikiran wanita itu.
"Anggap aja rumah sendiri," ujar Ron, yang memang akan menjadikan rumah ini, menjadi hunian mereka jika sudah resmi dalam ikatan janji suci.
Rumah pria lajang, yang Rain kenal selama separuh lebih umurnya, hanya sedikit merasa keasingan di sini. Rumah Ron nyaman, hanya hatinya Rain saja yang belum mau menerimanya.
"Mau minum apa? Susu? Cokelat panas?" tawar Ron, memperlakukan Rain sebaik mungkin, agar wanitanya tak punya pikiran untuk meninggalkannya tiba-tiba.
"Apa aja," sahut Rain, yang perlahan menenangkan kecemasannya sendiri.
Rasa malu? Tentu ada. Itulah yang menjadi pemicu keresahan Rain saat ini. Rumah ini adalah tempat kejadian nista itu berlangsung, dan ini sungguh membuat pikiran negatifnya bermunculan.
Jangan-jangan, ini hanyalah rencana busuk Ron saja? Nanti pria itu bisa saja mengambil kesempatan dalam kesempitan lagi?
Heh! Pria itu suka sekali nyosor sana-sini!
Ditinggal Ron, yang berkata bahwa ia akan membuatkan Rain secangkir susu hangat, Rain bisa bernapas lega.
Untuk percaya, itu masih terasa sulit. Ia tahu sejelek apa sifat calon suaminya, calon bapak anaknya, dan itu selalu berhasil membuat Rain merinding.
Rain berhenti berpikirian negatif, saat matanya menangkap sesuatu, yang terpajang di bufet kayu.
"Itu aku?" Rain mulai bangkit berdiri, dan mendekat ke sana.
Ada sebuah pigora, dengan foto berwarna di dalamnya. Di foto itu, ada tiga orang, dan Rain berdiri di antara dua cowok, dengan masih berpakaian anak SD.
Tangannya memegang pigora itu, dan memperhatikannya dengan saksama. Rain kecil, berdiri sambil mengapit lengan Ron dan Leon, namun ada yang aneh di situ. Rain tidak tampak senang, ia cemberut, dan mata Ron, sedikit melirik kepada Rain, di saat Leon tersenyum semringah.
"Ini diambil kapan?" Rain merasa, ia tidak ingat, kapan foto itu diambil.
"Itu foto, pas aku gak bisa datang ke ulang tahunmu," kata Ron, yang tiba-tiba datang, menjawab pertanyaan Rain.
"Oh!" Rain mengingatnya, "Aku inget! Kak Ron kan waktu itu gak bisa dateng, karen sibuk pacaran dan...."
Dia menggantungkan sendiri kalimatnya. "Dan ... kenapa aku cemberut?"
Ron menghela napas, ia duduk seraya meletakkan dua mug putih ke atas meja. "Udahlah. Kalo udah lupa ya, udah, gak usah diingat-ingat."
"Iya juga." Rain menyengir, sebelum duduk di sofa yang lain.
Rain jelas masih jaga jarak, karena dia tidak merasa aman jika harus ada sangat dekat dengan Ron.
"Kok duduknya jauh amat?" Ron manja, ia menepuk-nepuk sofa kosong di sebelahnya, "Sini dong, masa calon suaminya dibiarin bengong sendirian."
Selesai menyeruput susu hangatnya, Rain menggeleng. "Ogah ah. Bau parfummu gak enak, bikin aku mual," katanya.
Otomatis, Ron membaui dirinya sendiri. "Perasaan ini enak loh. Biasanya aja kamu enggak protes, ini aku gak pernah gonta-ganti parfum."
"Tetep aja, males." Rain bersikukuh pada pendiriannya.
"Bau parfummu itu bikin aku kesel, kalo lama-lama dihirupnya. Berasa sesak napas," katanya lagi.
"Masa?" Ron mencium kemejanya, dan ia tetap tidak merasa ada yang salah.
"Padahal ini parfum yang sama, yang Leon pake. Harusnya sih enggak ada masalah," tutur Ron, yang mengingat jika seleranya sama seperti Leon.
"Ah," Mendadak Ron paham, "Ternyata, anakku itu sebel sama pamannya."
Ia tertawa kecil. "Bagus, lanjutkan, Nak."
"Kamu ngomong apa?" Rain tidak fokus dengan perkataan Ron, karena ia tadi tertarik pada iklan televisi.
"Enggak ada apa-apa. Aku mau ganti baju aja," jawab Ron.
Anggaplah jahat, itu tidak apa-apa. Ron senang, saat Rain sebal dengan parfumnya, bau yang sama seperti Leon.
Jabang bayinya, tidak menyukai Leon.
"Kak Ron! Beliin Rain samyang!" pekik Rain dari ruang tamu, ia nyidam.
Bahkan jika Rain nyidam untuk menggunduli Leon, Ron akan dengan senang hati memaksa adiknya agar menuruti permintaan calon kakak iparnya.
Ron merasa posisinya aman, untuk mendapatkan cinta; wanitanya.
~•••~
Vote and Komen!
Anjay😂😂
Pada minta mereka cepetan dinikahin, sabar yak....
Mereka masih harus pemanasan dulu (?) *flip table*
KAMU SEDANG MEMBACA
TAG [ 2 ] : From Rain To Ron
RomanceBukan cerita dewasa, tapi tetap saja cerita anjuran untuk 17+ #87 Roman Gimana sih rasanya jadi seorang cewek yang patah hati karena cinta pertamanya; diincar selama genap delapan tahun, tahu-tahu menghamili cewek lain? Sakit? Gak usah ditanya! Ter...