FRTR-42-I Was Doing Fine part 1

11.8K 1.3K 158
                                    

FRTR-42-I Was Doing Fine part 1

Rain mengingat, berapa kali dia tidur dengan Ron? Dua kali! Yang pertama adalah peristiwa terburuk di dalam hidupnya, dan dia tidak bisa mengingatnya, semuanya begitu remang-remang dan malah lebih pantas jika disebut gelap. Tapi untuk tadi malam, di mana mereka benar-benar hanya ada di ranjang untuk tidur, Rain tidak bisa berhenti mengingatnya. Lalu, dia juga tidak tahu, kenapa detik ini, dia mengembangkan senyum di wajahnya, hanya karena perkara yang biasanya akan dia sebut sialan itu.

"Cie... pagi-pagi udah senyam-senyum macam anak yang masih gadis lagi jatuh cinta," ledek Arya, yang baru saja bangun, turun ke dapur dan menemukan adiknya tengah melamun dengan muka ceria.

Buru-buru Rain mengelak. "Anjir. Siapa juga yang jatuh cinta?!"

"Kamu," kata Arya, tepat di depan kulkas untuk mengambil air mineral dingin.

Rain ingin menimpali lagi, tapi dia merasa tolol sendiri. "Em ... emang tadi aku senyum? Per ... perasaan enggak deh!"

Arya minum sambil menghadap adiknya, dan setelah air itu dia telan, barulah dia berkata, "Ya udah deh. Anggap itu bukan jatuh cinta, mungkin adik aku udah gila? Mau disebut gitu?"

"Senyum ya senyum?! Apa hubungannya sama jatuh cinta? Argh...!" pekik Rain, tahu bahwa kakaknya memang terkadang mengesalkan.

Rumah masih dalam keadaan sepi, berhubung baru jam lima pagi, dan orang-orang biasanya baru keluar dari kamar pukul setengah tujuh untuk sarapan bersama, kecuali Arya yang biasa lari pagi keliling kompleks.

Rain mengamati pakaian kakaknya yang masih mengenakan baju tidur. "Kak Ar mau jogging gak?"

Arya tampak berpikir, seraya melihat jam dinding. "Penginnya sih. Cuma, lihat kamu di rumah, kakak jadi males."

"Kok gitu?!" Rain bersedekap.

"Bumil kayak kamu pasti nanya yang ada penyebabnya," kata Arya, dia ikutan bersedekap, "Aku tebak... kamu pasti minta dibeliin sesuatu."

Dan benar saja, senyum Rain terulas lagi di wajahnya, dan kini lebih lebar, yang disertai kedipan manjanya. "Nah itu paham. Beliin bubur ayam dong... kakakku yang ganteng tingkat kecamatan...."

"Ya kali," sahut Arya, dan membuat Rain segera cemberut. "Itu kamu punya suami, buat apa coba? Bukan buat pajangan. Dia bisa kamu suruh-suruh, selain bisa kamu cintai. Minta beli sana sama dia."

"Ih!" Rain menghentakkan kakinya. "Kok bawa-bawa cinta?!"

"Ya terus mau bawa apa?" balas Arya, "Bawa mantannya dia? Ntar kamu ngamuk lagi?"

Arya menggaruk kepalanya. Dia benar-benar malas untuk membelikan apa yang Rain mau. Pertama karena memang ada Ron, dan kedua, lebih baik dia menganggu seseorang sepagi ini, ketimbang buang-buang tenaga untuk lari pagi.

"Tapi Kak–"

"Udah, suruh aja dia. Suruh beli buburnya juga buat kakak, mamah, papah, sama buat sarapan pembantu kita sekalian aja," kata Arya lagi, yang kayak minta hati sama jantungnya sekalian.

"Njay," Rain berdecak. "Dasar nggak modal. Makanya jomblo!"

"Bodo," jawab Arya cepat, lalu mengembalikan botol air putih itu kembali ke dalam kulkas.

"Ingat. Bangunin," kata Arya, dan tahu-tahu dia menyeringai, "Bukan ikutan tidur lagi."

Dia mengedipkan sebelah matanya jail, sengaja menggoda adiknya yang langsung berubah jadi merona-rona, bak seperti belum paham apa maksud dari perkataan kakaknya.

"Apaan sih Kak...!" pekik Rain, dan dia adalah salah satu dari tanda-tanda kehidupan di rumah ini.

Jika tidak ada Rain di rumah ini, sepinya akan terasa sekali.

~°°~

Rasanya ngidam itu, menurut Rain tidak bisa terhindarkan. Kayak vampir yang haus darah, dan darah itu harus segera disediakan. Makanya, mau tidak mau, dia kembali ke kamar, untuk melaksanakan saran dari kakaknya; buat apa ada suami? Jika kehadirannya tidak bisa dimanfaatkan secara lahiriah?

Jika kalian pikir, Ron akan tidur dengan keadaan pria yang tertutup tubuhnya di balik selimut, maka itu salah. Dia tidur dalam keadaan terlentang, dengan kaki yang terbuka asal, tangan kanan di dada, dan tangan kiri di perut yang sixpack-nya jadi agak terlihat karena kausnya sedikit tersingkap. Masih beruntung, Ron tidur tidak dalam keadaan mulut mengangga, atau ileran, atau bahkan amit-amitnya sampai ngorok sekalian.

Rain berkacak pinggang. Jadi seumur hidupnya, dia akan tinggal, makan, dan tidur bersama pria yang... seperti ini?

Perut Rain keroncongan sampai berbunyi, dan Rain memejamkan matanya sekilas. "Ya ampun, Nak. Kenapa kamu nggak minta roti bakar aja? Kan mamah bisa bikin sendiri, nggak perlu nyuruh papahmu bangun."

Kalau Ron mendengar ocehan Rain barusan, dia pasti akan merasa gembira. Ini kali pertama, Rain mengajak calon anaknya berbicara sambil mengusap perutnya....

Seperti telah menerima kehadirannya?

Berbanding terbalik dengan keributan yang hampir dia buat bersama Miranda semalam.

Rain mengambil guling yang telah terjatuh di lantai, karena rupanya, telah sengaja Ron singkirkan agar dia bisa leluasa memeluk Rain—semaunya. Niatnya, ingin Rain pukulkan; membangunkan Ron dengan cara tragis.

Namun, saat dia melihat jika Ron mengubah posisi tidurnya, yang kini jadi menyamping sambil mengigau, "Kamu cantik kok Rain."

Wanita mana yang tidak akan mencelos jantungnya, kalau namanya terucap saat mengigau, dipuji, oleh seorang pria, yang sebenarnya telah mengambil sebagian tempat di hatinya.

Dan Rain melihat Ron tersenyum usai mengatakannya, seperti tulus sekali.

Wajah Rain kembali merona, dan tidak tahu mengapa, dia rasa, dia jadi gugup setengah mati.

"A ... ah ... lebih baik ... aku beli sendiri," katanya, lebih baik, dia tidak membangunkan Ron, karena saat pria itu tertidur, dia tampak tampan, dan damai.

~•••~

TAG [ 2 ] : From Rain To RonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang