FRTR-2-Not Yet

31.2K 2.1K 45
                                    

FRTR-2-Not Yet

Hal terakhir yang ada di ingatan Rain adalah ia diberi sesuatu yang bisa membuatnya melupakan rasa sesak adi dadanya, dan berhenti menatap getir setiap orang yang memiliki senyuman. Setelah sadar dari tidur pulasnya, kini rasa sesak itu malah jadi tambah berlipat-lipat ganda.

Sesak.

Sulit.

Sulit untuk bernapas.

"Gak mungkin! Ini gila! Aw...." Sudah dua puluh menit yang ia lakukan hanya mematung di depan cermin dengan badan terbungkus selimut. Ia merintih saat merasakan perih-itu-kembali di pangkal paha dan belum lagi rasa pening yang mendera kepalanya.

Tidak ada tangisan, air matanya sudah mengering. Seharusnya memang Rain menangis, tapi yang ia lakukan sedari tadi justru cuma mengumpati dirinya.

"Tolol! Goblok! Aw...." Ia meringis lagi setiap kali menggerakkan kakinya untuk berjalan. Mendadak matanya menemukan sebuah bukti keberingasan Ron semalam di lekukan lehernya. Sialan, pipi gadis yang sudah kehilangan kegadisannya itu pun merona.

Ia marah! Menangis! Kecewa!

Dua-duanya sama sialannya! Brengsek semua! Batinnya.

Ia tersenyum sinis lalu membasuh wajahnya. "Gue udah gila. Udah gila! Masa gue sama Kak ... Ron," ia mengeratkan selimutnya, "Ti ... tidur? Bareng?"

Hilang keperawanan sama dengan jalang. Itu menurutnya dan detik itulah ia meneteskan air mata. "gue hina! Gue ... gue udah kotor!" Ia menarik-narik rambutnya.

Sekarang ia menyesal sudah mengikuti perkataan tiga teman iblisnya. Ia pun bingung bagaimana caranya bertatap muka dengan pria yang sedang bersandar di pintu kamar mandi menunggunya. Di kepalan tangan kanan Ron, ada sebuah tabung obat berisi aspirin untuk meredakan sakit kepala Rain. Ia tahu efek apa yang akan manusia rasakan jika kebanyakan minum minuman keras, apalagi Rain adalah pemula.

"Rain," Ron bersuara. Suara beratnya membuat ia merinding dan mengingat bagaimana rupa pria itu saat berdiri di ambang pintu sembari bersedekap dada.

Ron is shirtless with his tattoos all over his fucking sexy body.

Didiamkan dan tidak dipedulikan, dua hal itu hanya berlaku kepada wanita-wanita lain yang pernah menghabiskan malam bersamanya. Tentu ada banyak wanita lain di dalam hidup seorang Aaron Dean Harjosuwarno, pria berusia dua puluh tujuh tahun itu. Dua hal itu sangat tidak mungkin jika ia lakukan juga kepada Rain. Ia bersandar di pintu dengan pikiran yang berputar-putar, terutama pikiran jika gadis itu akan membencinya.

Ron menghela napas panjang, paling tidak gara-gara semua kejadian ini, ia punya alasan yang cukup untuk masuk lebih dalam ke kehidupan Rain. Ia menoleh ke ranjang yang menjadi tempat di mana ia tidak bisa mengontrol diri.

"Gue lebih brengsek daripada adik gue," gumamnya.

~°°~

Butuh waktu setengah jam dari rumah Ron ke rumah Rain. Pria lajang itu sudah tinggal sendirian sejak mendapatkan pekerjaan dan ia juga tidak mau selalu terpaku pada wanita di sebelahnya.

"Rain ntar aku yang buat alasan bu--"

"Gak usah, Kak. Turunin aja aku di depan kompleks, ntar aku naik ojek buat masuk ke dalamnya." potong Rain cepat. Ia gugup, itu terlihat lewat bagaimana cara jemari lentiknya meremas tas selempangnya.

TAG [ 2 ] : From Rain To RonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang