Move On - 11. Sad

1.4K 65 3
                                    

Christal tidak menyangka hal itu akan terjadi padanya tiga hari yang lalu. Ia tidak menyangka akan ungkapan perasaan Peter yang menyamping dari dugaannya.

Ia tetap tak menyangka apa yang terjadi padanya. Ia mulai bingung dengan perasaannya. Ia tidak tahu jawaban yang dia dapat selama ini benar atau tidak.

"Apa Peter gak suka sama gue selama ini? Atau dia dekat sama gue cuma buat nge-phpin? Atau dia gak pernah punya perasaan terhadap gue selama ini? Jadi, selama ini dia main sama gue bukan karena suka. Tetapi, cuma buat tempat curhat gitu doang?" Batinnya.

Ia mengacak rambutnya sehingga rambutnya terlihat berantakan. Ia merasa sakit. Bukan sakit biasa, sakit yang sangat luar biasa. Satu per satu air matanya tumpah. Ia merasakan sakit ini lagi. Sakit yang sangat ia hindari. Sakit yang diperbuat oleh orang yang ia sayang.

"Lo kenapa, Chris?!" Panik Abel yang melihat Christal menangis.

Christal hanya menggelengkan kepalanya, lalu menenggelamkan wajahnya kedalam tangannya yang sudah terlipat rapi diatas meja.

"Masalah cowok lagi?" Tanya Abel yang coba menebak.

Terlihat anggukan kecil dari Christal yang menandakan kalau apa yang ditanyakan Abel benar.

"Udah, Chris. Gak usah nangis lagi. Gue tau kok rasa sakitnya," ucap Abel menenangkannya.

Bukannya mereda tangisannya itu, tetapi malah terdengar isakan tangisnya yang terdengar sangat kuat. Untung saja di kelas itu hanya ada mereka berdua. Karena yang lainnya pada sibuk ke kantin dan sekarang adalah jam istirahat.

"Udah ah, Chris. Relakan aja tuh orang. Palingan bukan rezeki lo," ujar Abel sambil memegang pundaknya untuk menenangkan sahabatnya itu.

Christal menegakkan kepalanya. Memandang kearah Abel yang terlihat sangat peduli padanya. Ia langsung memeluk Abel tanpa aba-aba. Nangisnya pun semakin menjadi-jadi.

"Sakit, Bel!" Teriaknya masih didalam pelukan Abel.

"Iya, gue tau. Udah jangan nangis lagi, entar ketahuan kalo lo itu nangis." Ucap Abel menepuk-nepuk pundaknya.

Seketika tangisan Christal mereda perlahan-lahan. Ia melepaskan pelukannya itu dan menatap Abel.

"Sakit banget, Bel." Isaknya.

"Udah. Udah. Lo gak boleh nangis lagi. Masih banyak cowok diluar sana yang tersedia untuk lo," ucap Abel memastikannya.

"Tapi, kalau diginiin terus gue gak mau suka sama cowok lagi." Ujarnya.

"Sstt, gak boleh ngomong gitu. Entar gak dapat jodoh lo-nya," ucap Abel menasehatinya.

"Ya, gue emang gak mau diginiin terus sama cowok, Bel. Dimodusin, diphp-in terus. Gue gak mau gara-gara mereka, gue sakit. Gue gak mau." Ucapnya yang masih meneteskan air matanya.

"Iya. Cinta itukan sakit, Chris. Kalo lo sayang, pasti ada aja yang direlain. Dan tentunya ada juga yang tersakiti," ucap Abel.

Christal mengangguk mengerti. Dihapusnya air mata yang sempat jatuh dari kelopak matanya. Lalu, ia tersenyum ke Abel tanda ia sudah baik-baik saja.

"Gitu kek," ucap Abel yang membalas senyuman Christal.

"Haha. Ada-ada aja deh lo," ucap Christal yang sudah mulai tertawa.

Abel pun ikut tertawa dengan Christal. Perlahan-lahan matanya tidak sembab lagi seperti tadi. Ia pun sudah lega karena mengeluarkan masalahnya dengan tetesan air mata dan menceritakannya kepada sahabatnya itu.

Tak lama kemudian, bel masuk pun berbunyi. Siswa-siswi sudah mulai memasuki kelasnya masing-masing untuk melanjuti pelajaran selanjutnya. Abel sudah dari tadi kembali ketempat duduknya. Mereka berdua bersamaan belajar dimeja mereka masing-masing. Dan terhanyut dengan buku pelajaran yang mereka baca itu.

*

"Chris," panggil Peter yang sudah berada disamping mejanya.

Christal tidak menjawab panggilan Peter. Ia sibuk dengan bukunya. Ia sedang mengerjakan tugas yang diberikan oleh Mr. Herry, karena jika sudah di rumah ia tidak perlu mengerjakannya lagi.

"Christal," panggilnya lagi dan tetap tidak ada respon dari Christal.

Christal masih berkutat dengan kerjaannya. Peter mulai merasa kesal dengan tingkah Christal yang tidak mau meresponnya. Tetapi, Peter tidak pantang menyerah. Ia tetap memanggil gadis itu.

"Christal!" Teriaknya tepat ditelinga Christal.

Christal mengaduh sakit dan mengelus telinganya. Ia memandang kearah Peter dengan wajah kesal dan sinis. Telinganya terasa sangat sakit, sepertinya ia harus ke Rumah Sakit untuk memeriksa gendang telinganya.

"Sibuk!" Ketus Christal dan melanjuti kerjaannya kembali.

"Karena lo sih gak respon gue," ujarnya.

"Udah tau gue lagi sibuk. Ganggu aja lo," ucapnya masih dengan nada ketusnya.

"Hehe. Maaf deh," ucapnya tetapi tidak direspon oleh Christal lagi.

Christal sudah menyelesaikan tugasnya. Segera ia tutup semua bukunya yang terbuka diatas meja dan meletakkan kedalam tas. Setelah mengunci tas dengan benar, ia pun berdiri dan menggendong tasnya menuju pintu utama kelas. Peter melongo melihat Christal yang pergi tanpa pamit.

"Weh, main tinggalin gue aja lo." Ucapnya setengah berteriak.

Christal merasakan hatinya sakit kembali. Padahal ia sudah berusaha untuk menegarkan hatinya. Tetapi setelah melihat Peter yang selalu mendekatinya, ia tak dapat mengelaknya lagi.

Ia mempercepat langkahnya keluar dari sekolah. Tak dihiraukannya Peter yang terus memanggil namanya. Semakin Peter meneriaki namanya, semakin besarlah langkahnya.

"Kenapa ya? Ada yang salah sama gue? Kenapa dia ngindar terus dari gue?" Batin Peter.

Ia tak memanggil nama Christal lagi. Ia melangkahkan kakinya kearah parkiran untuk mengambil mobilnya. Pikirannya kusut sekarang. Entah masalah apa aja yang ada dipikirannya yang membuatnya stress.

"Lo kenapa sih, Chris? Janji lo mau bantuin gue nembak Vanie, kan? Tetapi, kenapa sekarang lo mengingkarinya? Lo ingat janji kita gak sih, Chris?" Batinnya.

Ia melajukan mobilnya keluar dari perkarangan sekolah. Tak dilihatnya sosok makhluk yang ia panggil tadi.

"Udah pulang mungkin," pikirnya dan ia pun melajukan mobilnya kembali.

Ia tidak sadar kalau Christal masih ada disana. Hanya saja ia bersembunyi di supermarket seberang sekolahnya. Christal membeli jajanan sebagai alasannya masuk ke supermarket ini. Ia melihat kearah mobil Peter pergi tadi untuk memastikan kalau Peter benar-benar sudah pergi.

Nihil.

Sudah tak terlihat. Ia pun keluar dari supermarket itu dan berjalan kearah rumahnya yang agak jauh dari sekolahnya tersebut. Terik matahari yang sangat menyengat itu tak dihiraukannya. Ia tetap berjalan walau ia harus terbakar oleh sinar matahari tersebut.

____________________________________

*To Be Continued*

A/n : Maafkan diriku yang lama nge-post nih cerita. Soalnya gak punya ide buat lanjutin. Tetapi, Cha usahain bikin nih cerita tamat. Biar readers-nya gak kepo *emang ada yang kepo?-_- Don't forget to vote and comment(s) ya. Thanks.

Ukyoukanade (05.03.16)

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang