Chapter 2 || Sapaan Maut

1.4K 131 27
                                    

Untuk kalian yang sedang bermalam minggu, semoga harimu menyenangkan, may the odds be ever in your favor.
••
••
••
••

"Alex jadian sama Juni!"

"Beneran? Kapan?"

"Kemaren waktu pulang sekolah, gue liat Alex nembak Juni di parkiran!"

"Gila ya, Alex ceweknya ganti-ganti."

Milan berusaha untuk tidak peduli dengan topik di sekolah pagi ini, yaitu: Alexandro Andromeda dengan pacar barunya. Sungguh, hal itu sudah sering ia dengar. Alex dengan cewek ini, Alex dengan cewek itu, lalu melihat cowok itu datang ke sekolah bersama perempuan yang berbeda setiap bulannya, membuat ia jengah. Milan bingung, apa sih, bagusnya seorang Alex?

"Gue ganteng."

Sebuah suara tiba-tiba menginterupsi pikirannya. Di sampingnya, Alex berdiri tegak dengan pandangan lurus ke depan. Tangan kanannya ia selipkan di kantong celananya. Rambut hitamnya ia biarkan berantakkan diterpa angin. Semua orang pasti akan terpesona dengan makhluk di sebelahnya ini. Namun tidak dengannya.

Apasih, pikir Milan dalam hati disusul dengusan kecil.

"Bagusnya gue? Gue ganteng," ucap Alex santai dengan sesekali menyugar rambutnya kebelakang.

"Gak jelas," gumam Milan pelan lalu pergi menjauh dari cowok itu. Alex menyeringai saat melihat Milan beranjak. "See you soon, Milan Summer!"

Dalam hati Alex terkekeh. Cewek itu menarik. Kacamata yang menghiasi mata bulatnya semakin membuatnya terlihat cantik. Rambutnya selalu ia kuncir kuda, membuat Alex penasaran bagaimana rupa cewek itu ketika rambutnya digerai. Dan senyumnya. Alex merasa aneh dengan senyum Milan. Terasa ... familiar.

"Alex! Sini!" Alex menoleh ketika namanya dipanggil. Ia berlari kecil menghampiri pacar baru nya yang langsung menggandeng lengannya posesif. Menjijikan. Jika Milan yang melakukan ini, Alex dengan senang hati menerimanya.

--------

"Mil, mau kemana?"

"Gak mau ke kantin?"

"Mau Tama temenin ke kantin gak?"

Milan berusaha meredam kekesalannya yang hampir memuncak. Lelaki ini, Tamagotchi namanya. Aneh banget. Katanya, sewaktu ibunya mengandung Tama, 9 bulan ia habiskan untuk memainkan game berbentuk telur itu. Bahkan, permainan asal jepang itu menemani ibu Tama pada proses kelahiran Tama. Lalu, muncul Tama ke dunia. Beruntung wajahnya tidak seperti telur.

"Lo berisik banget sih, Tam." Milan menoleh ke arah Tama yang sedang menatapnya polos. Cowok itu selalu mengganggunya sejak kelas 10. Menanyakannya tentang apapun, sudah makan atau belum, sedang apa, semua itu karena Tama menyukainya. Tamagotchi menyukainya.

Tama berlari kecil menyusul Milan ketika cewek itu pergi dari hadapannya. "Milan mau ke Rere ya? Tama anterin yuk," ucapnya sembari menarik tangan Milan menuju kelas Rere. Modus kelas kakap.

Milan mendelik kemudian menarik tangannya dari genggaman erat Tama. "Udah deh, Tam. Gue udah gede. Bisa sendiri. Sana pergi," usir Milan galak.

"Tapi—"

"Shh, diem." Milan meletakkan telunjuknya di depan mulut Tama, membuat cowok itu seketika bungkam. "Jaga diri baik-baik, Tam." Lalu Milan pergi meninggalkan Tama yang berdiri menatap princess nya berlalu.

Hari Rabu, minggu terakhir bulan Agustus, saatnya sparing bulanan SMA Antariksa. Hari ini giliran tim baseball sekolah mereka yang bertanding. Saat melewati lapangan outdoor sekolah, Milan dapat melihat Alex dan timnya sedang berlatih kecil. Mereka memakai jersey putih bergaris merah, lengkap dengan celana putih yang membalut kaki-kaki panjang mereka. Ditambah topi merah yang semakin membuat cowok-cowok pujaan sekolah ini mempesona.

Untuk sesaat, Milan mengakui Alex sedikit ... tampan. Rambutnya yang tertutupi topi, tampak halus ketika beberapa helai rambutnya diterpa angin. Wajahnya yang tidak memperlihatkan ekspresi apapun, membuat cowok itu semakin menarik di matanya.

Sebuah senyum tanpa sadar keluar dari bibirnya. Ia terpesona melihat Alex yang sangat imut memakai jersey. Lalu senyum cowok itu, Milan berani bersumpah kalau wajah Alex berkali-kali lipat lebih tampan ketika cowok itu tersenyum dengan memperlihatkan jajaran giginya yang rapi. Dan matanya seakan ikut tersenyum—

"Tunggu. Ngapain gue merhatiin Alex?" Milan menggeleng-gelengkan kepalanya gusar. "Geli banget."

Beberapa saat kemudian, ponsel di sakunya bergetar menandakan notifikasi dari LINE.

Renita S: CEPETAN KESINI DEGA MAU TANDING
Renita S: GUE SAMA RATU UDH DISINI
Renita S: barisan paling depan deket anak cheers
Renita S: CEPET UDH MAU MULAI BYE
Renita S: dega ganteng bgt plis gue gakuat :(((

Milan mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan Rere dan Ratu. Oh, Ratu juga salah satu teman dekatnya. Mereka kenal sejak awal kelas 10, karena dulu Ratu selalu bersama Rere. Rere yang eksentrik, dan Ratu yang anggun, sangat menarik perhatiannya. Jadilah mereka bertiga.

Mencari teman-temannya ternyata tidak sulit. Karena Milan dapat melihat dengan jelas, Rere duduk di bangku paling depan, lengkap dengan atribut heboh ala Antariksa. Namun Rere, selalu menyelipkan nama Dega di setiap atribut yang ia pakai. Seperti hari ini, cewek itu memakai bando dengan ejaan Dega di atasnya. Sangat mencolok.

"Woi."

Rere menoleh lalu mendecak sebal. "Lama banget sih lo. Abis boker?"

"Biasa. Tama repot," ujar Milan sambil menyandarkan punggungnya di kursi. Ia berpaling pada Ratu yang duduk di sebelah Rere. "Udah daritadi, Rat?"

Ratu mengangguk. "Lo tau nggak sih, Rere udah narik-narik gue dari duapuluh menit yang lalu. Bahkan lapangan masih kosong. Katanya biar dapet tempat eksklusif," gerutunya.

Mendengar itu, kontan Rere mencebik. "Biarin sih, Rat." Tangannya mengipas-ngipas wajahnya gerah. Meskipun tidak berdampak apapun. "Eh, mulai-mulai!"

Pertandingan antara SMA Antariksa dan SMA Galaksi pun dimulai. Penonton yang rata-rata adalah murid Antariksa mulai menggila. Mereka berteriak, bertepuk tangan, menyemangati Alex dan timnya. Milan dapat melihat Alex berdiri tegap sebagai catcher. Matanya lurus, menunjukkan keseriusan yang mendalam.

Dan untuk kedua kalinya, Milan merutuki dirinya yang tersenyum melihat Alex terlihat sangat mempesona dalam permainannya.

Milan merasakan sepasang mata menatapnya lekat. Disertai dengan senyum kecil yang dapat meluluhkan hati siapapun.

Tai, ngapain Alex ngeliatin gue balik.

Sesaat setelah itu, Milan yakin jantungnya langsung memompa lebih cepat karena Alex berkata tanpa suara, "Hai, Milan Summer." Dari kejauhan.

•••••
9 April, 2016 — 11:40 PM

Berhubung a/n di chapter pertama gak terlalu jelas, jadi mari diperjelas di chapter kedua. Ekhem, ceritanya batuk gitu.

Hai semua! Gue andien, dan ini teenfict pertama gue, yang dipost pake kepercayaan diri yang tinggi. Sebenernya gue masih ragu sih, takut gagal gitu. Soalnya dulu pernah ngepost cerita, terus apus, ngepost lagi, apus lagi, gitu terus sampe Liam Hemsworth ngelamar gue.

Jadi, gue persembahkan cerita ini! Ini tuh cerita yang kira-kira udah gue pikirin mateng-mateng alurnya gimana. Semoga gak ancur-ancur banget ya. Jangan lupa tinggalin jejak, dan sider, bangkitlah dari kematian sodara-sodara.

Salam Sayang dari penghuni kota yang selalu dibully keberadaannya,

Andien.

Sincerely, MilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang