"Akhirnya kita naik kelas!"
Milan Summer tersenyum menanggapi ocehan temannya. "Yang sekelas sama doi mah beda ya."
"Iya dong," ucap Rere sambil tersenyum secerah matahari teletubbies. "Eh, lo tau gak sih."
"Enggak."
"Ye, gue 'kan belom ngomong apa-apa, dodol." Rere memutar kedua matanya. "Dega tadi ganteng banget!"
Milan mendecak sebal. "Dega terus sampe bunting."
"Ih, biarin aja sih, Mil." Rere mencebik. Ia menopang dagunya bosan, sambil sesekali menyesap es teh manisnya. Namun, seketika Rere membelalakkan matanya terkejut. "Dega arah jam 2."
Milan mengernyit namun tak ayal tetap mengalihkan pandangannya. Terlihat dua cowok berseragam acak-acakan memasuki kantin. Keduanya asyik mengobrol, tidak mengindahkan sekitarnya yang mendecak kagum. Hampir seantero sekolah mengenal mereka. Dua-pangeran-nyangkut-di-bumi, begitu mereka dikenal.
"Deganio Julian, cowok terganteng sepanjang masa," kata Rere tanpa mengedipkan kedua matanya yang tetap tertuju pada cowok itu. "Sebelahnya juga ganteng."
"Sebelahnya sih, cowok terbrengsek sepanjang masa."
Rere menautkan kedua alisnya bingung. "Lo gak bisa apa, ngelupain sejenak rasa benci lo ke Alex, dan mengagumi betapa indahnya dia?"
"Lo menjijikan, Re." Milan mendelik geli. "Dia tuh, jerk."
"Cuma karena dia heartbreaker, Mil?"
Milan menghembuskan napas kesal. "Siapa yang suka heartbreaker, sih?"
"Hai, Renita."
Perempuan yang namanya dipanggil lembut itu lantas membeku. Mulutnya separuh terbuka, dengan bola mata yang membesar. Dunianya seakan berhenti ketika di hadapannya, muncul seorang pangeran yang bisa-bisanya memanggil namanya selembut itu. Tak mau terlihat konyol, Rere berdeham pelan, berusaha menguasai dirinya."H-hai."
Dega tersenyum manis, lalu mengacak rambut cewek itu. "Have a nice day, Re." Kemudian beranjak pergi.
Alex terkekeh. "Deganio dengan segala pesonanya." Dega hanya tersenyum kecil dan menyugar rambutnya ke belakang penuh kharisma.
Rere terdiam. Bibirnya terkatup rapat. Jemarinya mencengkram gelas plastik di genggamannya erat. Matanya tertutup seakan ia tak ingin membukanya lagi. Dan itu membuat Milan bingung setengah mati.
"Re? Lo gak papa 'kan?" Tangannya mengguncang bahu sahabatnya gusar. Namun Rere masih tidak menunjukkan reaksi apapun. "Re, Dega—"
"HAH APAAN MIL?!"
Milan mendesah lega. "Denger Dega aja, sadar lo."
Rere menelan ludahnya. "Mil, lo liat 'kan tadi gue diapain?" Kepalanya bergerak-gerak gelisah sehingga membuat rambut kecoklatannya berayun. "Mil, rambut gue, Mil."
"Iya, Renita."
"AAA DEGA CINTAKU!" Teriak Rere tiba-tiba, membuat beberapa siswa menoleh kearahnya.
Milan menarik perempuan itu agar tetap diam, lalu tersenyum maklum kepada sekelilingnya. "Malu Re. Udah gede."
Renita menangkup wajah Milan dan menatap matanya. "Mil, gue pengen mati."
Milan bangkit dan menyeret Rere keluar kantin. "Mending balik ke kelas daripada lo makin gila disini."
•••••
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Milan
Teen FictionHai, mungkin aku tidak pantas untuk menulis seperti ini. Tetapi aku masih mencintaimu. Sama seperti tigapuluh menit yang lalu, tigapuluh menit yang akan datang, dan seterusnya. Hatiku terus memantapkan jejaknya kepadamu. Meraung-raung memanggil nama...