Chapter 34 || Setelah Sembilan Bulan Berlalu

160 10 3
                                    

Aku minta maaf untuk menelantarkan kisah Milan ini di tengah jalan. Sejujurnya, banyak hal yang terjadi belakangan ini.

Perkenalkan, ini Aku. Aku yang akan mengambil alih cerita ini, Aku yang akan mencoba menjelaskan kepada kalian bagaimana kelanjutan cerita Milan.

Apa Milan akhirnya mendapat kebahagiaan yang pantas untuknya? Kebanyakan dari kalian, mungkin ingin Milan ikut memiliki bagian cerita yang menyenangkan. Aku juga merasa kasihan, pada awalnya. Tapi, biar Aku ceritakan saja.

Milan tidak merasakan kebahagiaan yang sebenarnya. Dirinya merasa tidak lepas, terikat dengan masa lalu yang tak bisa begitu saja terlupa. Bayang yang tetap terus menghantuinya, ketakutan yang selalu merajamnya. Takut akan cinta, takut akan luka.

Tapi kalau kamu mengharapkan Aku menceritakan bagaimana cerita cinta Milan dan Elang sebenarnya, baik. Aku akan ceritakan dengan singkat.

Milan menambatkan separuh hatinya pada Elang tidak terlalu lama. Dua bulan. Waktu yang Milan butuhkan untuk mencoba membahagiakan dirinya kembali, membuka hatinya untuk Elang. Namun, perihal separuh jiwanya yang lain telah hilang, Milan tidak mampu untuk mencapai kata bahagia. Perempuan itu berubah menjadi keras.

Ia menyadari perasaannya untuk Elang hanyalah kagum semata. Dua bulan ia berperan sebagai kekasih yang diidamkan laki-laki, dua bulan ia memalsukan perasaannya. Dua bulan ia membiarkan Elang hanyut dalam kasih sayangnya. Semu. Sampai akhirnya Milan memutuskan Elang. Milan meninggalkan Elang dengan luka.

Tunggu, kalian sabar dulu. Aku masih memiliki kelanjutannya.

Usai itu, Milan berkelana kesana-kemari sesuka hatinya. Satu pria datang kepadanya, ia terima, ia buai, lalu ia tinggal. Begitu terus sampai Milan merasa cerita hidupnya memang telah usai.

Hati Milan mati. Sukar merasa, sulit terasa. Perempuan itu menutup dirinya serapat mungkin, menghindari segala hal yang dapat memicu luka lamanya terbuka kembali. Aku juga tidak mengerti. Apa yang sebenarnya terjadi dalam hati dan pikiran perempuan itu. Ia seakan tidak memiliki tujuan hidup, tidak pantas mendapat kebahagiaan seperti orang-orang di sekitarnya. Seakan semesta melarangnya untuk meneteskan air mata haru karena tak tahan terlalu banyak senang dalam hidupnya.

Sejujurnya juga, Aku merasa kasihan pada perempuan itu. Milan jahat memang kalau di  nilai. Tak sedikit teman-temannya mencaci bagaimana Milan berperilaku pada laki-laki. Mereka berkata 'lo bakal dapat karma kalau gini terus. Kapan lo berubah?' Sesungguhnya, Milan tahu apa yang ia lakukan kepada orang lain tidak pantas sebagai perempuan. Namun, ia juga menjaga keutuhan hatinya baik-baik. Milan tidak mau lagi merasakan sakit, dihujam berulang kali, jatuh pada rasa yang sama.

Milan mematikan seluruh fungsi perasaannya.

Yang Aku tahu, Milan merasa baik-baik saja setelah itu. Dia merasa hidupnya lebih mudah dijalani. Nggak ada rasa baper, nggak ada rasa sensitif. Setiap harinya, ia tenang. Tanpa takut terbuai lalu tersakiti, tanpa takut menangis lalu depresi. Mungkin juga mati.

Sampai suatu hari, Milan menemukan secercah harapan bagi hidupnya. Seseorang bernama Javi. Unik, menarik, membuatnya melirik. Pria itu mendekatinya secara perlahan. Tidak obvious, tidak juga terlalu terburu-buru. Yang Milan suka, Javi memiliki ketertarikan yang sama persis dengannya. Itu membuatnya dengan pasti sontak menaruh hati. Untuk pertama kalinya, Milan kembali mengizinkan dirinya jatuh pada cinta.

Hubungannya dan Javi, berjalan baik pada awalnya. Mereka makan bareng, pergi bareng, kemana-mana bareng. Suatu saat, Javi pergi tiba-tiba. Tanpa pesan, tanpa alasan. Lagi, lukanya terbuka.

Entah pada apa Milan harus berpegangan. Kepercayaannya hilang pada segala hal. Setiap Javi menunjukkan pada dunia betapa bahagianya laki-laki itu dengan perempuan pilihannya yang baru, nyeri terasa di hati Milan. Berulang kali, tanpa jeda.

Lagi dan lagi, Milan terluka.

Lalu setelahnya, Milan tidak kapok. Ia kembali bertemu dengan orang baru. Entah kenapa, rasa nyamannya membuat Milan langsung percaya pada pria ini. Merelakan dirinya diambil, membiarkan laki-laki ini membius hidupnya. Memberikan rasa percaya dan aman pada Andra, pria yang menjadi kekasih Milan dalam waktu 3 bulan saja.

Tak perlu ditanya, Milan juga kembali terluka. Haha. Andra memutuskannya pada bulan keempat mereka bersama. Disitu, Andra berkata 'maaf, aku nggak ngerasain apa-apa sama kamu. Aku nggak happy.'

Jujur, disini Aku menangis luar biasa ketika Milan menceritakan bagian ini. Hatiku ikut hancur. Membayangkan bagaimana Milan mengecewakan dirinya berulang kali, bagaimana dunia seakan tidak mendukungnya.

Milan pun memutuskan untuk kembali pada fase kedua di hidupnya. Mematikan hatinya, membersihkan dirinya dari rasa yang membuatnya terpuruk. Kembali menjadi Milan yang tak tersentuh, Milan yang mati rasa.

Aku menanti bagaimana kelanjutan kisah hidup Milan Summer. Aku siap memasang telinga, memastikan untuk tidak melewati sedikitpun cerita yang dapat aku bagikan kepada kalian.

Karena sejujurnya, Aku pun masih melihat ke depan bagaimana jalan cerita kehidupanku.

Karena Aku, Sang Penulis, yang menjadi ide dari keseluruhan cerita ini. Ini kisah hidupku. Bagian terberat yang pernah aku rasa, bagaimana setiap detail yang tertuang dalam cerita ini sebagian besar adalah fakta, tanpa rekayasa. Aku memutuskan untuk membagikan cerita ini karena yang aku pelajari, bahkan teman baikmu sendiri tidak bisa menjadi kertas kosong yang dapat kamu coret-coret dengan penggalan kisah hidupmu.

Menuangkan perasaanku dalam bentuk kata, mengekspresikan bagaimana Aku merasakan sakit. Bagaimana kalian menjadi jurnal pribadiku.

Bagaimana Aku ingin kalian tahu, cinta memiliki patah hati sebagai konsekuensinya. Semakin sering kamu mencinta, semakin kamu harus siap menerima segala bentuk luka setelahnya.

Semakin kamu terluka, semakin sulit kamu merasa.

Benar hatiku mati. Dan aku tidak tahu bagaimana menghidupkannya lagi.

Sincerely,

dopedin.

Sincerely, MilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang