Pagi yang cerah di hari Minggu, membuat Alex yang biasanya malas justru memiliki semangat yang berkobar. Ia menatap langit-langit kamarnya, tersenyum-senyum membayangkan rencana hari ini. Lari pagi!
"Good morning everyone!"
Deandra yang sedang menonton acara gosip di TV, lantas menoleh seakan muncul sebuah tanduk di kepala anaknya. "Ngapain kamu?"
"Bersemangat, Ma!" sahut Alex setelah mengecup kedua pipi Ibunya, "Papa mana? Alva?"
"Mancing."
"Kok Alex gak diajak sih? Jahat," sungutnya kesal.
Cibiran halus keluar dari mulut Deandra. "Kamu aja tidur kayak kambing koma. Gimana mau diajak."
Alex cemberut. Tangannya bergerak mencubit lengan wanita berkepala empat itu dengan gemas. "Pergi dulu ya, Ma."
"Mau kemana kamu?"
"Biasa. Ngepel. Eh, ngapel. Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumsalaam," jawabnya, "Heran. Punya anak kok begitu amat," gerutu Deandra lalu kembai fokus kepada berita Stefan William, yang memutuskan untuk hengkang dari sinetron Anak Jalanan. Sungguh disayangkan.
+++
Si Ganteng is calling ...
"Ngapain lagi nih orang pagi-pagi ngerusuh," gumam Milan.
"Hai, Sayang."
"Kenapa?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Galak banget, Neng. Jadi gemes."
Milan mengambil roti isi di meja, kemudian memakannya lamat-lamat. "Buruan ah. Orang cantik sibuk."
"Sibuk mencintai aku ya?"
Terdengar kekehan kecil menjijikan yang membuat Milan mual seketika. Astaga, kenapa juga ia memiliki pacar seperti ini.
"JPBP yuk!"
"JPBP apa?"
"Jalan Pagi Bersama Pacar!"
Astaghfirullah.
Milan ingin muntah rasanya.
"Sejak kapan kamu jadi alay begini?"
"Sejak negara api menyerang. Aku otw!"
Tut.
Senyuman kecil terbentuk di bibir Milan seiring ia berjalan cepat ke arah tangga dan berlari menuju kamarnya. Pakaian apa yang harus ia pakai? Kaos? Jaket? Atau—
"Dek."
Milan bergumam, tetap fokus mencari baju untuknya. Garry menjatuhkan tubuhnya di kasur adik kecilnya, kemudian mendesah keras. "Bantuin gue dong."
"Ape?" jawab Milan tanpa menoleh.
"Jadi gue punya doi. Cakep banget. Tapi sayangnya gue kena tikung sama sahabat gue sendiri. Dan sekarang mereka deket. Mau jadian. Gue mau mati."
Aw. Sakit.
Entah kenapa, Milan malah teringat dengan Alex ... dan Ratu. Mereka berdua dekat, tidak ada yang dapat mencegah kalau terjadi sesuatu di antara mereka. Bukan Milan mau menuduh atau bagaimana. Tetapi, Ratu juga sedang dalam masa penyembuhan luka setelah Adera pergi. Siapa yang tahu kalau ...
"Dek!"
Milan meringis ketika sebuah bantal mendarat tepat di kepalanya. Ia duduk di pinggir kasur lalu menarik Garry untuk bangkit. "Jadi gini ya, abangku," ia berdeham, "gue pikir itu takdir. nggak ada yang tahu kalau lo dan sahabat lo suka sama orang yang sama. Dan kita juga nggak tahu kalau cewek itu lebih milih sahabat lo. Mungkin dia lebih ganteng."
"Nggak ada yang bisa menandingi gue, Mil."
"Oke, terserah." Milan melanjutkan. "Atau mungkin juga lo kurang usaha, dan kurang was-was. Lo nggak merhatiin kalau sahabat lo tiba-tiba muncul dan ngerebut dia gitu aja."
"Tapi ya, Dek gue tuh—"
"Lo terlalu ceroboh untuk melepaskan orang yang lo sayang."
+++
Matahari seakan mendukung Alex karena ia bersinar cerah pagi ini. Hanya sedikit orang yang berlalu-lalang di jalan, sebagian besar mungkin memilih untuk tidur sampai siang berhubung ini hari Minggu. Alex memutuskan untuk mampir ke kafe biasa, beberapa croissant untuk Milan terdengar menyenangkan.
Langkah kaki ringan Alex membawanya masuk ke dalam kafe. Ia sedikit merapikan rambutnya yang berantakan—terlihat semakin acak-acakan seiring ia membetulkannya. Beberapa pasang mata menatap laki-laki bermata cokelat tua itu kagum. Alex memang tampan dari lahir, bukan pertanyaan lagi mengapa banyak orang yang memperhatikannya.
"Selamat pagi, ingin pesan apa, Kak?"
Gumaman kecil terdengar dari mulut Alex, kemudian ia menunjuk beberapa pastry kesukaan Milan dan membayarnya. Tepat ketika ia ingin berbalik meninggalkan kafe, seorang perempuan yang duduk di pojok dengan lampu remang menarik perhatiannya. Alex menyipitkan matanya, berjalan mendekat ke arah perempuan itu.
"Ratu? Ngapain disini?"
Ratu mengangkat kepalanya melihat Alex yang menarik kursi di hadapannya kemudian duduk. "Hai."
Penampilan Ratu sedikit membuat Alex meringis. Bayangan hitam di bawah matanya terlihat jelas, dan rambutnya kusut tak terurus. Di meja, ada segelas kopi hitam dan piring kosong bekas makanan. Alex kembali menatap Ratu lalu mengernyit. "Kenapa lu?"
"Gapapa," jawab Ratu pelan.
Alex menepuk punggung tangan Ratu sekali. "Cerita aja. Lo bisa cerita ke gue. Apa aja."
Terdengar meyakinkan, karena setelah itu Ratu tersenyum kecil dan mengangguk.
"Mau cari angin?"
Ratu mengangguk lagi, dengan Alex yang berjalan di sampingnya dan merangkulnya.
+++
Have a good day, peeps.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Milan
Teen FictionHai, mungkin aku tidak pantas untuk menulis seperti ini. Tetapi aku masih mencintaimu. Sama seperti tigapuluh menit yang lalu, tigapuluh menit yang akan datang, dan seterusnya. Hatiku terus memantapkan jejaknya kepadamu. Meraung-raung memanggil nama...