Nothing is Real - Teddy Adhitya
✨
"Anjir, Fi jangan berisik."
"Pegel nih," jawab Luthfi sebal sambil terus menahan kakinya yang menekuk.
Milan melongokkan kepalanya dari balik tanaman, berusaha sebisa mungkin agar tidak terlihat. "Tuh, tuh mereka lagi beli popcorn. Sabar dikit."
Luthfi mengerang seiring lututnya gemetar menopang kedua kaki panjangnya. YaAllah, kapan penderitaan ini berakhir? benak Luthfi berteriak.
Limabelas menit mereka berdua memerhatikan sepasang suami istri—eh bukan. Sepasang, apa ya, entahlah. Hts-an. Pacaran. Adek-Kakak-an, atau Kita-Jalani-Saja-Seperti-Ini yang sedang ngehitz di kalangan remaja yang berbahagia.
"Sayang, kamu ngapain duduk di bawah gitu? Berdiri dong."
Milan mengernyit ketika Luthfi menarik lengannya kemudian mengunci tubuhnya dalam rengkuhan.
"Fi, ngapain—"
"He's here," bisik Luthfi pelan tanpa mengalihkan pandangannya pada Alex dan cewek-nya, yang berlalu tepat di depan mereka. Lantas ia pun memberikan tatapan tajam ketika Alex melihatnya setengah terkejut.
"Heh, badan lo bau. Minggir-minggir." Milan mendorong tubuh besar Luthfi, membuat cowok itu menggeram kesal.
"Udah dibantuin. Bukannya terimakasih. Dasar chabai!"
"Ngomong apa lo barusan?" ujar Milan memberikan kepalan tangannya. "Mau nih?"
"Yaelah, tangan jempol semua aja dipamerin. Cih," balas Luthfi.
"Enak aja!"
Keduanya meninggalkan bioskop dengan merangkul satu sama lain. Orang yang melihatnya mungkin merasa iri karena mereka sangat lucu. Sang lelaki dengan hangat tersenyum, saat si perempuan terlihat seru menceritakan sesuatu. Respon yang diinginkan semua kaum hawa di dunia.
Alex menatap si perempuan dengan nanar, mencari cara agar luka di hatinya tidak bertambah lebar. Mencari cara agar segalanya terasa lebih mudah, semudah ia menyapa perempuan itu untuk pertama kali.
"Lex, tiketnya?"
Tepukan halus di bahunya lantas membangunkan Alex dari lamunannya. Matanya menatap Ratu dalam, tersenyum kecil, kemudian menariknya masuk ke dalam teater.
✨
"Yang ini bagus, gak?" tanya Milan ketika keluar dari fitting room dengan dress bermotif floral melekat di tubuhnya.
Luthfi terlihat berpikir sebentar, berjalan mengitari Milan, memerhatikan dengan saksama, mengerutkan kening, kemudian menggeleng.
"Terlalu terbuka."
Milan cemberut, menatap pantulan dirinya di cermin. "Tapi ini lucu banget."
"Ganti," jawab Luthfi tegas membuat Milan sebal namun kembali masuk ke ruang ganti.
Sembari menunggu, Luthfi mengedarkan matanya ke sekeliling butik. Menilai satu persatu orang yang datang, sampai kedua matanya menangkap seseorang yang familiar berjalan memasuki butik dengan santai, diikuti cowok di belakangnya.
Pantas saja, sudah lebih dari dua jam dirinya menemani Milan berkutat tanpa henti mencari baju disini. Waktu yang cukup untuk sebuah film selesai diputar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Milan
Teen FictionHai, mungkin aku tidak pantas untuk menulis seperti ini. Tetapi aku masih mencintaimu. Sama seperti tigapuluh menit yang lalu, tigapuluh menit yang akan datang, dan seterusnya. Hatiku terus memantapkan jejaknya kepadamu. Meraung-raung memanggil nama...