Chapter 33 || Semanis Es Teh

703 49 12
                                    

"Re, kayaknya gue harus mikir ulang tentang New York."

Milan tersenyum mendapati hatinya sedikit menghangat melihat laki-laki di hadapannya tersenyum gugup. Kemudian ia buru-buru menyadari keadaan dan langsung memutar tubuhnya kembali.

"Lo kenapa?" tanya Luthfi sambil menatapnya aneh.

"Eh, gapapa."

"Mas, ngapain masih disini? Udah sana-sana pergi!" tegur Luthfi pada laki-laki yang masih setia berdiri mematung di belakang Milan. Tangannya mengibas di udara, menunjukkan gestur mengusir.

Milan melotot seketika, menyumpahi Luthfi dalam hati karena terang-terangan menyuruh pria di belakangnya pergi. Pria yang menurutnya menarik bahkan ketika gugup, dan lesung pipinya yang muncul saat tersenyum. Milan kemudian memiliki pemikiran liar di kepalanya yang langsung menghilang saat sebuah tepukan mampir di bahunya.

"Sapu tangannya, buat Mbak aja," ujar laki-laki itu menyodorkan sapu tangan miliknya.

Milan meraih sapu tangan itu tanpa ragu, menatapnya sebentar lalu mengernyit ketika membaca tulisan yang tersemat di bagian bawah sapu tangan. "Elang?"

Lagi-lagi, Milan harus menahan napas ketika laki-laki itu tersenyum manis seakan tanpa beban. "Nama saya Elang."

Pria bernama Elang itu kemudian menunduk santun sebelum berbalik menuju meja nya. Kakinya berjalan menjauh membuat Milan tetap mengamati Elang sampai laki-laki itu duduk di meja yang tidak terlalu jauh darinya. Elang menoleh, mendapati Milan menatapnya, kemudian ia tersenyum.

"Anjir, liat gak senyumnya semanis apa? Gula Jawa!" seru Milan sambil berusaha menahan jantungnya yang berdebar.

Rere mengangguk semangat menyetujui ucapan Milan. "Lesung pipinya sedalem samudera!"

"Matanya teduh banget kayak pohon beringin," timpa Tiara ikut-ikutan membuat Luthfi yang memerhatikan interaksi ketiganya, emosi.

"Kalian tuh apa-apaan, sih?! Udah jelas-jelas ada gue yang lebih ganteng disini!"

Milan terkekeh menanggapi Luthfi yang mulai bereaksi berlebihan. Kepalanya masih menyimpan dengan jelas bagaimana Elang tersenyum, menatapnya gugup, lalu membungkuk sopan meminta maaf. Tentu saja dirinya akan memaafkan cowok itu tanpa diminta.

Dan berterimakasih pada insiden Es Teh Manis yang membuat Milan mendapat kisah yang lebih manis.



Rere menepuk-nepuk perutnya yang penuh usai dirinya duduk di kursi penumpang. Luthfi sudah pergi bersama Tiara, karena tadi ketika datang cewek itu memakai ojek online.

Milan melihat keluar jendela seolah mencari sesuatu. Matanya memindai satu persatu orang yang lewat, berharap menemukan Elang di antaranya. Sampai seorang laki-laki berkeperawakan tinggi hendak masuk ke mobil sebelah, Milan buru-buru keluar.

"Elang!"

Elang menoleh ketika merasa dirinya terpanggil. Indera penglihatannya menangkap Milan yang kini berdiri di hadapannya, dengan senyum yang seakan tidak pernah pudar. "Kenapa?"

"Ini sapu tangannya. Takut lupa," ujar Milan memberanikan diri menatap mata Elang yang seolah membuatnya tenggelam.

Elang melirik sekilas ke arah rambut Milan yang masih setengah kering, lalu tersenyum. "Lo pegang dulu aja. Kali aja dibutuhin."

"Balikinnya gimana?"

"Lo bisa simpan nomor gue," ujar Elang menawarkan. "Tapi, gue belom tahu nama lo."

Milan berusaha keras untuk menahan senyumnya yang memaksa untuk keluar. Hatinya berdebar menyadari Elang yang mengajaknya bertukar nomor telepon. Namun dirinya tersadar ketika Elang melambaikan tangan tepat di depan wajahnya, menyadarkannya dari lamunan.

"Lo gapapa? Kok diem aja?" tanya Elang sambil meneliti wajah manis perempuan di depannya.

Milan mengerjap menanggapi. "Eh, iya. Boleh. Gue Milan."

Selagi Elang mengetikkan nomornya dan mengulang nama Milan dalam hati, Milan menunggu dengan canggung. Ia memilih memerhatikan Elang yang terlihat hampir sempurna. Kulitnya cokelat, sangat manis. Tulang hidungnya mancung membuat wajahnya semakin menarik. Alisnya juga tebal tanpa cela. Dan jangan lupakan matanya yang berwarna cokelat almond, berkilat ketika cowok itu menatapnya.

Elang adalah definisi kelemahan Milan.

Milan tidak pernah menemukan laki-laki semanis dan semenarik Elang dengan lesung pipi. Elang bisa membuatnya berdebar hanya dengan senyumnya. Ia juga takut hatinya kewalahan kalau terus-terusan menerima tatapan teduh dari Elang.

"Ngeliatinnya gak bisa lebih lama lagi?"

"Hah?"

Elang tertawa kecil melihat Milan yang gelagapan di tempatnya. Cewek itu terlihat gugup ketika Elang menangkap basah matanya menatap dirinya tanpa jeda. "Lo lucu juga."

Lantas Milan memegang dadanya sendiri, merasakan jantungnya yang berdegup hanya karena mendengar Elang tertawa. Apalagi, barusan laki-laki itu mengatakan kalau dirinya lucu.

Bisa gila Milan kalau kayak gini.

"Udah?" tanya Milan mengalihkan sambil mengulurkan tangannya, meminta ponselnya kembali.

Elang mengangguk. "Gue misscall dulu ya."

Milan kembali menunggu dengan gugup. Sedetik kemudian, Elang memperlihatkan ponselnya yang menunjukkan nama 'Elang' disana, lalu menyodorkan ponsel cewek itu.

"Udah gue save. Lo bisa telepon gue sewaktu-waktu."

"Oke."

"Kalau gitu gue balik, ya. Hati-hati di jalan. See you soon, Mil." Elang tersenyum sekali lagi sebelum bergerak masuk ke dalam mobilnya yang terpakir di sebelah mobil Milan. Milan tetap mematung di tempatnya mengikuti arah kendaraan Elang melaju. Senyumnya terbentuk bahagia sambil berlari kecil kembali ke mobilnya.

"Gue dapet nomor Elang!" seru Milan senang membuat Rere yang mengernyit di sampingnya sontak kaget.

"Nyogok pake apa lo?"

Milan mendecih menanggapi sahabatnya yang seakan tidak percaya. "Dia yang nawarin. Lagian, semua ini berkat sapu tangan ajaib."

Dipegangnya sapu tangan Elang yang sedikit basah akibat es teh manis tadi. Milan memutar kembali kejadian saat Elang mengusap kepalanya lembut, membuatnya tanpa sadar memegang rambutnya sendiri. Mencoba merasakan kembali belaian Elang meski cuma sebentar.

Dan Milan, untuk pertama kalinya, percaya akan jatuh cinta pada pandangan pertama.


'lanjutin dong'

'bikin Milan bahagia!'

'jangan selesai duluuu!'

oke jadi aku memutuskan untuk membuat Milan berbahagia, seperti yang kalian minta!

untung lagi free class. jadi bisa nulis part yang sangat-sangat membuatku bahagia ini.

karena, aku, menggambarkan sosok Elang disini sebagai teman sekelasku yang duduk di bagian pojok depan, mengarah serong dariku, membuat aku bisa natap dia lama-lama. dia yang pertama kali aku liat, aku jatuh cinta.

semanis itu.

Sincerely, MilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang