Chapter 30 || Under The Table

796 61 19
                                    

"Lo mau ngomong apa?"

Milan menyesap teh madu hangatnya perlahan, usai mencoba meredakan pikirannya tentang Alex yang tiba-tiba berdiri di depan rumahnya dengan ekspresi tak terbaca berkata, "ada yang harus diomongin."

Dan, here they are. Setelah mengusir Dega dan Adera ke sudut lain di rumah bersama kedua kakaknya dan Rere, dimana perempuan itu pasti senang Milan mendatangkan pacarnya secara tidak sengaja, Alex mengikuti langkah ringan Milan menuju balkon rumahnya.

"I was sad losing you."

Milan diam, kemudian mendengarkan.

"Putus sama lo adalah hal terakhir yang gue mau hari itu. Seharusnya, gue nggak ninggalin lo gitu aja. Seharusnya, gue nggak jadi pengecut. Seharusnya, waktu itu gue—"

"Nggak ada yang perlu disesali," potong Milan. Ia menatap Alex yang juga menatapnya, "gue baik-baik aja."

"Tapi—"

"Gue baik-baik aja."

Alex menunduk mendengar suara Milan yang jauh lebih dalam dari sebelumnya. Perempuan yang sempat memiliki hatinya itu, atau bahkan masih, terlihat baik. Bahkan terlalu baik. Bukan itu yang Alex harapkan saat ini. Karena apa yang akan dia katakan selanjutnya, mungkin dirinya sendiri tidak dapat menanggungnya.

"Gue deket sama Ratu."

Definitely.

"Dia selalu ada selama beberapa hari terakhir. Nemenin gue kemana aja, siap dengerin cerita-cerita gue."

Absolutely.

"Gue bohong kalau bilang nggak suka sama dia."

Well.

"Dia cantik, baik juga. Gue nyaman kalau sama dia."

Of course.

"Maafin gue, Mil. I should've been better. Gue minta maaf." Alex bergerak mengambil tangan Milan, mengusapnya, "maafin gue."

Milan menatap kosong ke arah tangannya. Masih hangat, tentu saja. Ia menginginkannya? Tentu saja. Namun otaknya terlalu cepat memproses sehingga ia berdiri dari duduknya, menatap Alex datar, lalu berkata,

"Are you done?" tanya Milan.

Alex ikut berdiri kemudian mencoba meraih tangannya lagi.

"Leave."

"Tapi, Milan—"

"Lo denger 'kan? Leave." Garry datang menyembunyikan adiknya di balik punggung, berdiri tegap di depan Alex yang menatapnya sedikit terkejut.

Dega menghampiri, diikuti Rere dan Adera ketika merasakan ketegangan di tempat ini. "Ayo, Lex."

Alex maju selangkah berniat menarik perhatian Milan lagi, sebelum Garry menepis niatnya melakukan itu.

"Inget 'kan pintu keluar dimana?" ujar Garry kemudian tersenyum sinis. "Pergi."

Alex memilih diam dan berbalik pergi menuruti Garry yang sudah mengusirnya seperti itu. Harga dirinya terluka, hatinya apalagi. Bukan seperti ini akhir yang ia inginkan. Bukan seperti ini kesan terakhir Milan untuknya yang ia prediksi. Ini jauh diluar keinginannya dan Alex tidak bisa mengubahnya.

Sincerely, MilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang