Chapter 6 || Sunflower

1K 96 63
                                    

"Eh, ulangan, eh."

"Demi apa? Anjir, gue belom belajar."

"Gimana dong."

Geva mengangkat tangannya menenangkan. "Kerjasama lah."

"Gila, Gev. Ketauan mampus kita. Bu Vera 'kan killer," sahut Jamilah.

Milan memperhatikan teman-temannya yang ribut soal ulangan Fisika hari ini. Mereka membicarakan tentang kunci jawaban, kode, dan lain-lain.

Geva menoleh ke arahnya. "Mil, jawaban oke?"

"Najis." Milan mendecak. "Iya, iya."

Suasana hening ketika guru Fisika mereka datang dengan setumpuk kertas di pelukannya. Wanita itu menatap sekeliling kelas, sebelum menghela napas panjang. "Kita ulangan hari ini."

Semua anak serempak mengiyakan. Ketika soal dibagikan, seketika mereka panik melihat betapa sulitnya ulangan Fisika itu. Keadaan tetap sunyi sampai Geva berdeham keras.

"Eh, tanggal duabelas kita mau kemana?"

"Ke Bogor kan, Va?" sahut Yoga di pojokkan.

Geva mengangguk-angguk. "Ohh, Bogor ya."

Beberapa anak terkikik geli melihat interaksi Geva dan Yoga yang ternyata, sedang bertukar jawaban.

Yoga mengernyitkan keningnya. "Tanggal empatbelas lo kemana, Va? Free nggak?"

"Yah, Ga. Gue mau ke Ancol," jawab Geva pelan.

Tawa kembali menghiasi kelas Milan. Bu Vera, yang sedang duduk di meja guru, kontan melayangkan tatapan tajam andalannya. "Diam kalian."

"Iya, Bu. Santai," celetuk Jamilah sebal.

Setengah menit kemudian, kelas kembali ramai. "Mil, waktu tanding baseball ada yang ganteng tuh, nomor 21. Siapa ya, namanya?"

Milan berpikir keras. "Siapa ya?" jawabnya pelan. "Kalo nggak salah Doni namanya."

Jika ada yang bertanya apa yang sedang mereka lakukan, jawabannya adalah bekerja sama. Setiap angka yang disebutkan, menunjukkan nomor soal yang ditanyakan. Dan setiap ada huruf A sampai D yang terselip, adalah jawabannya.

Kreatif, 'kan?

"Sudah, sudah. Diam," kata Bu Vera galak.

Semua anak lantas mendesah frustasi. Terutama Geva, yang terlihat menyerah dan memilih merebahkan kepalanya di meja. Beberapa anak melakukan hal yang sama seperti dirinya.

Milan menopang kepalanya dan menoleh ke jendela. Ia melihat sekelompok laki-laki yang berjalan beriringan. Dirinya melihat seseorang yang sangat menarik di matanya.

"Alex?" pekik Milan pelan ketika wajah cowok itu muncul di jendela dekat tempat duduknya. "Ngapain lo?"

Alex tersenyum kecil kemudian melirik meja Milan. "Ulangan ya?"

"Iya."

"Nanti susul ke kantin ya," ucap Alex. "Dadah," tambahnya diiringi lambaian tangan kecil.

Pikiran Milan seketika buyar karena seseorang yang sudah seminggu ini gencar mendekatinya. Alexandro, si pangeran sekolah. Waktu istirahatnya selalu dihabiskan bersama Alex. Cowok itu juga tak lupa menyambangi kelasnya sebelum pulang.

Bagaimanapun juga, perasaan takut muncul di benak Milan. Predikat player telah melekat dalam diri Alex. Milan pun tahu Alex adalah seseorang yang selalu berhasil mengikat siapapun yang menjadi incarannya. Ia hanya berharap, dirinya tidak jatuh terlalu dalam nantinya.

Sincerely, MilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang