Orang bilang, malam Minggu adalah hari dimana para jomblo berada pada titik terendah kejayaannya. Kebanyakkan dari mereka akan bergelung dalam selimutnya dan menikmati malam sendirian. Namun sebagian mungkin akan pergi, mencoba lebih mendramatisir keadaan dengan berani menghadapi pasangan-pasangan bahagia di luar sana.
Tidak bagi Renita dan kedua sahabatnya.
Meskipun dua dari mereka ada dalam sebuah hubungan, tetapi malam Minggu tetap menjadi malam ketiganya bersatu. Milan dan Rere akan mengesampingkan urusan asmara mereka, dalam artian melupakan Dega dan Alex sejenak untuk memanjakan diri.
"Itu siapa?"
"Mantan-nya itu."
"Lah, yang tadi siapa?"
"Nonton aja, sih," ujar Milan sewot.
Rere merenggut kemudian mengeratkan dekapan pada bantal di pelukannya.
"Mil, itu hp lo bunyi mulu," kata Ratu sembari melirik ponsel Milan, "Alex tuh."
Milan mendesah pelan sebelum menempelkan ponsel ke telinganya.
"Apa?"
"Lagi ngapain?"
"Nonton," jawab Milan singkat.
"Kok galak?"
"Berisik kamu ah," bentak Milan, "aku lagi girl's night."
"Tapi aku mau bilang—"
"Bye." Milan menutup sambungan telepon kemudian melempar ponselnya ke sofa di pojok ruangan.
Ratu dan Rere saling pandang satu sama lain sebelum menatap Milan lekat. Cewek itu terlihat sedang menahan emosinya yang sebentar lagi akan memuncak.
"Lo bete, Mil?" tanya Rere.
Milan mengangguk.
"Alex?" sambung Ratu.
Milan mengangguk lagi.
Entah apa yang terjadi, Ratu sama sekali nggak ngerti dengan pasangan itu. Satu waktu mereka lengket kayak lem fox, lain waktu mereka bertengkar layaknya musuh bebuyutan. Tapi nggak dipungkiri kalo mereka berdua salah satu pasangan lucu di sekolah.
Namun sepertinya, saat ini waktunya Milan dan Alex istirahat dari segala kelucuan hubungan mereka. Milan terlihat sangat frustasi saat ini, dan Ratu akan memaksa Milan untuk menceritakan masalahnya.
Dua jam setelahnya, Milan mendesah keras. "Tai, 'kan."
Rere mengangguk paham. "Jadi yang salah tuh, siapa?" ujarnya heran, "bingung gue."
"Ih, lu mah."
Menjadi pendengar yang baik adalah salah satu tugas terpenting bagi Rere dan Ratu. Keduanya dapat menghabiskan waktu berjam-jam mendengarkan curahan hati Milan, yang terkadang diiringi isakan tangis pilu dari cewek itu.
"Rat, peluk."
Sebuah pelukan tiba-tiba saja mampir di tubuh Ratu. Ia melingkarkan lengannya pada punggung Milan sambil sesekali mengusap rambut cewek itu. Rere yang melihat keduanya, kontan memajukan bibirnya sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Milan
Teen FictionHai, mungkin aku tidak pantas untuk menulis seperti ini. Tetapi aku masih mencintaimu. Sama seperti tigapuluh menit yang lalu, tigapuluh menit yang akan datang, dan seterusnya. Hatiku terus memantapkan jejaknya kepadamu. Meraung-raung memanggil nama...