"Mil, Mil, Mil."
"Apaan?" kata Milan. "Ih, lu ngapain bego?"
Rere menyengir lebar sambil memamerkan rambut kuncir dua ala Harley Quinn-nya. "Bagus 'kan? Udah mirip belom?"
Milan mendengus. "Najis dah lu."
"Ye, udah mirip banget nih," ujar Rere kemudian memainkan ujung rambutnya sembari mengedarkan pandangannya. "Eh, apaan tuh rame-rame? Liat yuk!"
Belum sempat menoleh, Milan justru ditarik menuju kerumunan di dekat gerbang sekolah. Keramaian itu rata-rata berisi perempuan yang entah kenapa sangat terlihat kagum dengan objek yang sedang mereka lihat saat ini. Milan berdiri dengan ujung kakinya dan melongokkan kepalanya di antara kerumunan untuk mencari tahu lebih jauh.
Ia tidak dapat melihat dengan jelas sampai tiba-tiba mereka—para perempuan, seperti membuka jalan untuk sesuatu. Seorang laki-laki berseragam sama sepertinya keluar dari mobil dengan dasi menggantung di lehernya. Sebuah backpack hitam tersampir di bahu kanannya, yang entah bagaimana semakin membawa kesan bad boy di diri cowok itu. Tubuh Milan tiba-tiba saja terdorong dan membuatnya semakin masuk ke dalam kerumunan, membawanya tepat berdiri di hadapan laki-laki itu.
"Ketemu lagi."
Dengan gugup, Milan menegakkan tubuhnya. "Kayak pernah ketemu aja."
"Ouch," ujar Akmal sambil menyeringai. "We met, and oh you're so damn good in a uniform."
Sorakan riuh terdengar dari anak-anak yang kini mengelilingi mereka berdua. Milan menunduk dalam, berusaha menyembunyikan wajahnya yang mulai memerah. Sampai sebuah tangan menariknya ke belakang, membuat Milan mau tak mau mengangkat kepalanya dan mendapati Alex telah berdiri tegap di hadapannya.
"Jangan gangguin cewek gue," ujar Alex dingin.
Akmal maju selangkah dan menatap Alex tajam. "We'll see." Ia menoleh ke belakang tubuh Alex, kemudian memberikan sebuah kedipan. "Bye for now, cantik."
Kalau tidak ada Milan dan anak-anak lain saat ini, mungkin Alex sudah menghabisi wajah Akmal sampai mati.
Ah, jangan sampai mati. Alex gak mau masuk penjara. Belum punya anak.
Dengan teliti, Alex memeriksa Milan dari kepala sampai ujung kaki, kalau-kalau perempuan itu terluka. Karena siapapun yang akan membuat Milan lecet sedikit, akan berhadapan dengannya.
"Kamu gak apa-apa kan? Ada yang sakit? Dia gak ngapa-ngapain kan?"
Milan terkekeh. "Aku gapapa, Lex. Dia cuma flirting aja kok."
"Aku gak suka," kata Alex cemberut. "Kamu gak boleh deket-deket dia."
"Iya, Lex, iya. Buruan masuk keburu bel."
Alex menahan tangan Milan kemudian merengut. "Gendong."
"Gelo sia."
+++
Jam pelajaran terakhir, membuat Alex bosan setengah mati. Dega dan Adera sudah pergi setengah jam yang lalu, namun Alex memilih tetap tinggal di kelas meskipun ia sama sekali tidak memahami apa yang guru jelaskan. Pikirannya melayang pada kejadian tadi pagi.
Akmal anak baru di sekolah. Ciri-ciri orang yang sangat Alex hindari, dan harus ia jauhkan dari Milan karena cewek itu sangat cantik sampai tukang sapu di sekolahnya menaruh hati pada kekasihnya itu. Baru masuk sehari, Akmal sudah buat ulah dengannya. Bagaimana seminggu? Bagaimana sebulan? Kalau Alex lengah, mungkin saja Akmal dapat merebut Milan darinya. Dan Alex tidak akan membiarkan itu terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Milan
Teen FictionHai, mungkin aku tidak pantas untuk menulis seperti ini. Tetapi aku masih mencintaimu. Sama seperti tigapuluh menit yang lalu, tigapuluh menit yang akan datang, dan seterusnya. Hatiku terus memantapkan jejaknya kepadamu. Meraung-raung memanggil nama...