"Jadi itu alesan kenapa lo semua harus pilih gue."
Tepuk tangan riuh disertai dengan sorakan menutup kampanye terbuka dari Harris, salah satu kandidat calon Wakil Ketua OSIS. Cowok itu menuruni panggung dengan senyum penuh kharisma yang mengikat.
"Alexandro Andromeda, tempat dan waktu dipersilahkan."
Alex menarik napas kemudian dengan mantap berjalan naik ke atas panggung. Suasana seketika sunyi, tak bersuara. Seakan semua telah menunggu Alex untuk bersuara.
"Selamat pagi, semuanya," kata Alex tenang. Matanya menatap ke seluruh ruangan. "Sudah makan?"
"YaAllah gue ditanyain makan sama Alex."
"Alex cute banget sih."
"Duh, aduh adik nggak kuat."
Alex tersenyum kecil melihat seisi aula dengan semangat menjawab pertanyaannya. "Udah ya? Padahal mau saya ajak makan," ucap Alex.
Gelak tawa memenuhi aula SMA Antariksa. Mereka tergelitik oleh humor-humor yang Alex selipkan disela-sela kampanye nya. Laki-laki itu memang selalu bisa membuat siapapun tersenyum bahkan tertawa selepas mungkin. Meskipun dengan pembawaan yang tenang, dan tidak meninggalkan pesona dirinya.
"Saya akan berusaha sekuat mungkin, untuk menjadikan Antariksa sebagai sekolah yang berkualitas dan menarik. Serta tetap mempertahankan apa yang telah sekolah kita miliki. Go go Antarics!" seru Alex di akhir pidatonya.
Hampir sebagian siswa dan guru yang hadir berdiri dan bertepuk tangan semangat. Mereka berseru memanggil nama Alex, menyemangatinya, dan lain-lain. Begitu juga dengan Milan. Cewek itu bertepuk tangan pelan sambil tetap menatap Alex lekat. Perlahan sudut bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman kecil, yang dapat Alex lihat dari jauh. Keduanya saling melempar senyum penuh makna, dimana hanya mereka yang mengerti.
"Cie, cie. Senyum ke siapa sih?" tanya Rere jahil.
Milan mengalihkan pandangannya. "Bukan siapa-siapa."
"Pasti Alex," sambung Ratu. "Ya 'kan?"
Rere mengangguk mengiyakan. "Pasti tuh. Cie ketemplok cinta Alex."
"Jijik banget sih bahasa lo." Milan berdiri ketika kepala sekolah membubarkan kampanye terbuka ini. "Balik yuk."
Rere dan Ratu berjalan mengikuti Milan. Baru dua langkah, sebuah suara menginterupsi mereka. "Milan."
Ketiganya menoleh perlahan. Milan mengernyitkan kedua alisnya ketika mendapati Alex sedang berdiri tanpa Dega di sisinya. "Ya?"
"Bisa ngomong sebentar?" tanya Alex kalem.
Sontak Rere dan Ratu terkikik geli. "Udah sana," usir Rere sambil mendorong Milan. "Alex udah nungguin tuh. Yuk, Rat."
Milan melotot melihat kedua sahabatnya seenaknya pergi menjauh darinya. Ia berdeham kecil. "Kenapa?"
"Nggak pa-pa," jawab Alex. "Sambil jalan yuk."
Kemudian keduanya berjalan bersisian. Tidak ada tangan yang saling bertautan, karena itu tidak akan terjadi, pikir Milan.
"Pidato lo bagus," ujar Milan membuka topik.
Alex tersenyum. "Makasih." Ia membiarkan Milan berjalan mendahuluinya. Cowok itu menatap perempuan yang sedang menjadi tambatan hatinya dalam diam. Tak terduga, tangannya terangkat menarik ikatan rambut Milan lembut, membuat rambut panjang cewek itu terjatuh pelan menghiasi bahunya.
Milan menoleh heran. Kedua matanya menangkap tatapan berbeda dari cowok itu. Ia melihat, tatapan Alex melembut. Membuat jantungnya berdetak dua kali lebih kencang dari biasanya. Ia khawatir jantungnya mengalami masalah setelah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Milan
Teen FictionHai, mungkin aku tidak pantas untuk menulis seperti ini. Tetapi aku masih mencintaimu. Sama seperti tigapuluh menit yang lalu, tigapuluh menit yang akan datang, dan seterusnya. Hatiku terus memantapkan jejaknya kepadamu. Meraung-raung memanggil nama...