Chapter 32 || All Good, All Good

520 44 16
                                    

Hal yang paling menyenangkan menurut Milan Summer dalam kamus hidupnya, adalah makan.

Ia memasuki kawasan kuliner di sekitar Blok S dengan bahagia. Matanya bercahaya melihat stand makanan berjejer di hadapannya. Ada Sate Ayam, Bakso, Nasi Goreng, Es Campur, bla bla bla.

Semuanya enak.

"Lo mau makan apa?"

Milan menoleh senang ke arah Luthfi. "Semua."

"Yee, dasar babi," ledek Rere yang ikut bersama mereka.

Hampir tiga tahun sejak Milan memutuskan Alex hari itu. Ia dan Rere sudah lulus SMA, dan mengambil jalannya masing-masing. Rere memilih Kedokteran Hewan, mengingat betapa cintanya perempuan itu dengan binatang dan akan menangis kalau melihat kucing liar lantang-luntung di jalanan. Sementara Milan, memilih bisnis dan segala peruntungannya.

Milan juga memutuskan untuk mengenalkan Rere dengan Luthfi, agar mereka bertiga dapat berteman baik. Rere masih awet dengan Dega, entah bagaimana caranya mengingat mereka berdua sama-sama aneh. Luthfi sudah punya pacar cantik yang katanya mirip Bella Hadid. Nggak tahu gimana cara dapetinnya. Mungkin susuk yang Milan berikan pada cowok itu bekerja.

Boongin.

Tapi memang pacarnya tinggi, dan cantik. Pertama kali mereka dipertemukan, Milan menarik kerah Luthfi, lalu berbisik di telinganya. "Lo apain ini cewek sampe mau sama lo?!"

Luthfi cuma bisa cengar-cengir karena waktu pacarnya bilang, "Iya, gue terima," Luthfi langsung meminta mamanya membuat Nasi Kuning dan mengatakan, "do'ain yang ini bisa kasih Mama cucu, ya."

Namun Milan, dirinya masih menikmati waktunya sendiri. Melakukan hal-hal yang dulu belum sempat tercapai, fokus terhadap tujuannya, juga lebih merawat dirinya sendiri. Milan berusaha membangun bentengnya lebih tinggi dan lebih kuat sehingga ia bisa hidup dengan baik. 

Asik, mantap bet gile.

Mereka bertiga duduk berbarengan dengan datangnya seorang perempuan cantik ke meja mereka. Pacar Luthfi. Luthfi terlihat gembira melihat kekasihnya datang, kemudian langsung mengecup kepala perempuan itu penuh sayang dan menyuruhnya duduk. Milan tersenyum melihat mereka berdua. Cara Luthfi menatap pacarnya, menyuapinya sesendok kuah bakso hangat dan bahkan mengusap peluh perempuan itu tanpa ragu ketika kekasihnya kepanasan.

Segala tingkah Luthfi mencerminkan ketulusan yang semata-mata menunjukkan kasih sayangnya. Milan kagum dengan cara Luthfi yang tidak menuntut banyak, namun tetap memprioritaskan apa yang seharusnya didahulukan. Kebahagiaan kekasihnya.

Milan ingat, waktu dirinya dan Luthfi tengah berbincang santai di halaman belakang rumah Luthfi, cowok itu berkata, "Lo tau kenapa gue nggak pernah marah sama Tiara?" ucapnya saat itu.

Luthfi menyesap kopinya sebelum tersenyum. "Kalau gue marah, bisa jadi dia ikut marah. Kalau kita berdua sama-sama marah, itu sama aja kita nyakitin satu sama lain. Karena tanpa sadar, kalau hati seseorang diliputi emosi, dia akan bertindak di luar akal dan ujung-ujungnya melakukan sesuatu yang nggak seharusnya dilakukan. Itu kenapa banyak orang yang berantem, terus putus deh.

"karena dia nggak bisa nahan amarahnya, terus ngelupain hal paling penting di antara mereka berdua. Cinta."

Milan hanya bisa tersenyum menanggapi celotehan Luthfi yang terkadang tidak pernah salah, selalu mengenai tepat di hatinya.

"By the way, guys." Suara Luthfi sontak mengembalikan Milan kembali ke permukaan. "Gue udah lamar Tiara."

Milan hampir mati kehabisan oksigen karena tersedak sate yang ia makan, kalau dirinya tidak cepat-cepat mengambil air mineral lalu menenggaknya. Ia melotot menatap Luthfi yang kini tersenyum lebar kepadanya, kemudian beralih melihat Tiara yang sama bahagianya.

Sincerely, MilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang