"Alex, laper."
Milan cemberut sembari menarik-narik ujung seragam Alex. Matanya mengobservasi sekitar, membuat perutnya semakin bergemuruh meminta diisi.
Selesai menonton film dan berkeliling, Milan protes kelaparan. Cewek itu berulang kali menyeret Alex ke berbagai tempat makan, tetapi berulang kali pula Alex mendecak sebal.
"Aku nggak punya uang, yaampun," ucap Alex, "mama lagi ngambek sama aku."
"Ih, kalo aku mati gimana?" kata Milan dramatis. Alex hanya terkekeh lalu melangkahkan kakinya menuju sebuah kedai tea bubbles. Ia berpikir keras, sebelum menoleh pada kekasihnya.
"Kamu mau?"
Milan melirik sekilas. "Nggak."
"Yakin?" tanya Alex.
"Iya."
Alex manggut-manggut mengerti kemudian memesan satu untuk dirinya. Diam-diam Milan menatap sekelilingnya penuh harap. Perutnya lapar, tenggorokannya haus, tapi gengsi menguasainya. "Kamu yakin nggak mau?"
Milan menyilangkan tangannya di depan dada dan menggeleng keras. "Nggak."
Senyum kecil terukir di bibir Alex. Ia menyodorkan minuman miliknya ke depan wajah Milan, membuat cewek itu tergoda dan tak kuasa, menahan laparnya kemudian merampas tea bubbles di hadapannya.
Usai menyeruput vanilla tea itu, Milan menoleh ketika tangan Alex yang kosong mengisi ruang-ruang jemarinya. Tangannya besar, dan terasa sangat pas dengan miliknya. Ia sangat jatuh cinta pada cowok itu.
"Ketemu mama yuk," ajak Alex.
Milan membelalakkan matanya. "Mama?" tanyanya kaget, "ketemu mama?"
"Iya," jawab Alex kalem. Ia memperhatikan Milan yang terlihat sedang berpikir. Keningnya berkerut lucu diikuti dengan bibirnya yang mengerucut. Alex heran kenapa dirinya tidak mengenal cewek itu lebih awal.
"Kapan?"
"Sekarang."
"Sekarang?!" pekik Milan.
Alex memutar kedua bola matanya. "Lebay kamu, ah." Kemudian ia menyeret tangan Milan dalam genggamannya.
"Mama galak nggak?"
"Enggak."
"Mama gimana orangnya?"
"Ya, gitu."
"Ih gimana."
"Sayang," ucap Alex penuh penegasan, matanya menatap Milan lekat, membuat cewek itu bungkam. "Nanti juga ketemu. Okay?"
Milan menggangguk patuh kemudian mengikuti langkah Alex.
+++
"Assalamu'alaikum!" teriak Alex ketika membuka pintu rumahnya dan menarik Milan masuk.
Milan memandangi sekelilingnya dengan cermat. Ada berbagai foto keluarga di dinding ruang tamu. Matanya menangkap sebuah bingkai dengan foto seorang pria paruh baya, dengan dua anak laki-laki di kanan dan kirinya sedang tersenyum lebar. Milan menyimpulkan pria tersebut adalah ayah Alex dan anak kecil lainnya, kakak cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Milan
Teen FictionHai, mungkin aku tidak pantas untuk menulis seperti ini. Tetapi aku masih mencintaimu. Sama seperti tigapuluh menit yang lalu, tigapuluh menit yang akan datang, dan seterusnya. Hatiku terus memantapkan jejaknya kepadamu. Meraung-raung memanggil nama...