Thank God it's Friday, kalimat itu bagai pengiring desahan lega murid-murid SMA Antariksa yang ingin melepas waktu liburnya.
Sebagian mereka buru-buru menghambur keluar sekolah, berhubung mereka dipulangkan lebih awal karena rapat dadakan yang dilakukan para guru.
Milan berjalan santai dengan lengan Alex di pundaknya. Mereka menertawakan kebodohan Dega yang jatuh tersungkur ketika berlari menghampiri Rere dengan dua gelas es teh di tangannya, dengan hasil seragamnya basah kuyup dan tawa menggema di kantin.
"Udah, sih. Jangan di inget terus," ucap Dega sambil memicingkan matanya kesal. "Nggak tau orang malu, apa."
"Lagian goblok banget sih," kata Alex sambil terkekeh bersama Milan.
"Makannya, jalan tuh liat-liat."
Dega mendesis. "Siapa suruh itu kucing tengah jalan. Minggir kek."
"Ih, ini apa ribut-ribut." Rere datang menghampiri mereka bertiga, seketika membuat Dega cemberut dan bersembunyi di balik punggung cewek itu.
"Mereka jahat."
Rere mengernyit. "Jahat kenapa?"
"Ledekin aku terus," lapor Dega sembari melingkarkan lengannya di bahu Rere dan menyandarkan kepalanya manja.
"Malu, ah, Deg," usir Rere galak, membuat Dega semakin memanyunkan bibirnya. "Kamu juga sih. Kucing nggak salah kok malah jadi korban."
Kedua mata Dega sontak membulat. "Kamu kok belain kucingnya daripada aku?"
"Soalnya kucingnya lucu," jawab Rere cepat. "Ayo pulang."
Milan tersenyum kecil lalu mengibaskan kedua tangannya. "Sana pergi."
Dega memandang Alex dan Milan bergantian kemudian buru-buru menarik tangan Rere.
"Mil."
"Apa?"
"Ngedate yuk."
"Hah?"
Alex mengangguk girang. "Iya. First date kita. Yuk?"
"Sekarang?" tanya Milan bingung. Alex kembali menganggukkan kepalanya, dan menuntun cewek itu menuju parkiran sekolah.
Milan mengernyitkan keningnya, menatap Alex yang terlihat panik. Cowok itu berkali-kali berusaha menyalakan mesin motornya, namun tak ada yang terjadi. Dengan helaan napas panjang, Alex menghampiri Milan di pos satpam.
Alex tersenyum menyesal, kemudian mengusap bagian belakang kepalanya gugup. "Motornya mati."
"Kubur dong," jawab Milan ringan.
"Serius mati." Alex menatap Milan lurus. "Nggak bisa nyala."
"Terus?"
"Kita ... gimana?"
"Udah, yuk."
+++
Bibir Milan merenggut ketika melihat Alex yang berlari kecil menuju area bermain Timezone, dan menyibukkan dirinya dengan permainan mobil-mobilan. Wajahnya terlihat serius dan tidak bisa diganggu. Lantas membuat Milan semakin kesal.
"Alex, katanya mau nonton?" sungut Milan sambil mengguncang bahu cowok itu pelan. "Beli tiketnya dulu."
"Main dulu," jawab Alex singkat tanpa mengalihkan pandangannya.
"Sampe kapan?"
"Nggak tau." Alex mendongak kemudian tersenyum lebar. "Kamu aja ya, yang beli? Aku tunggu disini."
Milan melotot. "Kok gitu? Nanti kalo aku diculik gimana? Kamu nggak takut?"
Alex menggeleng pelan. "Nggak ada yang mau nyulik kamu juga. Ge-er banget."
"Jahat, ish," desis Milan.
"Udah sana." Alex mengambil alih tas Milan dan memeluknya erat. "Aku jagain."
Milan memicing tajam lalu mengecup puncak kepala Alex cepat sebelum pergi meninggalkan cowok itu.
Senyum kecil terkembang di bibir Alex. Ia terpesona dengan hal-hal kecil yang Milan lakukan. Sekecil apapun, selalu berhasil membuat perasaan di hatinya semakin membesar. Perempuan itu, dengan segala pesona dan auranya, sukses mengalihkan dunia Alex secara besar-besaran.
Ia meyakinkan dirinya, untuk tidak menyakiti perempuan lagi saat ini. Karena kerendahan hati Milan, Alex optimis cewek itu dapat menerima dirinya yang tidak sebaik penampilannya.
Ponselnya berdering, membuatnya cepat-cepat bangkit dan melupakan game favoritnya itu.
"Halo?"
"Alex, kita mau nonton apa?" tanya Milan.
"Terserah kamu aja."
"Aku nggak ngerti nih."
Alex mendesah. "Kamu dimana?"
"Disini."
"Aku juga tau kamu disitu, Mil," ucap Alex datar.
"Hehehe. Udah sini ah cepet. Bye."
Dengan santai, Alex berjalan dengan tas milik Milan di genggamannya. Ia mengedarkan pandangannya pelan, menangkap beberapa mata memandangnya. Cowok ganteng, susah.
"Kok banyak yang ngeliatin kamu, sih?" kata Milan, "sampe ibu-ibu juga, Lex."
Alex menyugar rambutnya sembari melemparkan senyum penuh kharisma-nya. "Kamu lupa, pacar kamu cogan?"
"Jijik." Milan memutar bola matanya. "Cepetan beli tiketnya."
"Sini dompet kamu."
"Buat apa?"
"Aku nggak punya duit." Alex mengambil dua lembar uang seratus dari dompet Milan. "Aku ambil."
"Dasar cowok nggak modal."
Meskipun begitu, Milan tetap tersenyum selama kencan pertama mereka berlangsung. Banyak tawa yang keluar di antara mereka. Milan seperti menjadi seseorang yang berbeda ketika bersama Alex. Seseorang yang bebas mengeluarkan pendapatnya, tanpa takut orang itu akan memandangnya lain.
Ia berharap, mereka dapat mengulang waktu seperti ini nanti.
+++
19 Mei 2016 — 8:49 PM.
halo semua hm ... apa kabar? baik ya? ih parah sih minggu ini pusing bgt jd maaf ya baru bisa update skrg! doain ya minggu depan mau ukk nih hiks mau nangis deh :(
kalo ada typo atau apapun langsung blg aja ya! semoga memuaskan!
dari istri tercinta Song Joong Ki,
andien.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Milan
Teen FictionHai, mungkin aku tidak pantas untuk menulis seperti ini. Tetapi aku masih mencintaimu. Sama seperti tigapuluh menit yang lalu, tigapuluh menit yang akan datang, dan seterusnya. Hatiku terus memantapkan jejaknya kepadamu. Meraung-raung memanggil nama...