Ratu kira, ia akan mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang selama ini ia simpan. Apa maksud Adera melakukan ini, disaat dirinya sama sekali tidak melakukan hal yang merugikan cowok itu? Ratu masih ingat bagaimana suasana hari itu di taman belakang rumahnya.
Keduanya hanya berbincang ringan, seperti akhir pekan biasanya. Adera sesekali mengusap lembut rambut Ratu, membuatnya tersenyum karena sentuhan ringan darinya.
"Kamu tahu nggak, kenapa Mama melahirkan aku?" tanya Adera penuh canda.
Menanggapi pertanyaan retorik itu, lantas Ratu pura-pura berpikir. "Karena Mama udah nggak tahan nyimpen kamu di perutnya."
"Enak aja," bantah Adera galak, "karena Mama tahu kalau jodohku itu kamu."
"YEEE, KENTUT!"
Adera melotot, kemudian segera mengejar Ratu yang sudah lari menyelamatkan diri ke dalam rumah. Keduanya berlari kesana kemari sampai-sampai mama Ratu harus menegurnya sesaat karena mereka berdua sangat mengkhawatirkan.
Khawatir jika kucing-kucingnya stres setelah ini.
"Udah, udah. Aku nye-nyerah," kata Ratu dengan napas tersengal.
Adera menyeringai kecil sambil berusaha mengatur deru napasnya yang memburu. Ia menatap Ratu yang tergeletak di ruang tamu dengan dada yang naik turun, sama sepertinya. Baru saja ingin menarik Ratu dan memberikan sebuah pelukan, Adera tiba-tiba teringat dengan percakapannya dengan orang itu di telepon.
"Jauhin Ratu. Gue jamin nggak bakal ada yang tersakiti setelah ini."
Adera ingat, Brian, kakak Ratu mengunjunginya kemarin. Tentu saja Adera tidak tahu alasan apa Brian datang dan memberinya sebuah pukulan di pelipisnya, sehingga membutuhkan lima jahitan. Belum sempat Adera bangkit, Brian menendangnya tepat di ulu hati, membuatnya lemah dan pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
"That is for making my sister cried."
Darah yang mengucur di kepalanya, dan sakit yang seakan menekan perutnya, tidak cukup membuat Adera terbangun dari lamunannya. Ia bahkan tidak sadar sejak kapan Brian keluar dari rumahnya dengan meninggalkan debam yang cukup keras di pintu. Pikirannya berpusat pada Ratu, Ratu-nya. Adera tidak sadar seberapa besar luka yang telah ia tinggalkan di hati perempuan itu. Sikapnya yang belum cukup dewasa, meskipun memang dia masih remaja, membawa fakta bahwa ia tidak pantas untuk seorang Ratu yang sempurna.
Seorang seperti dirinya tidak sebanding dengan ratu.
Maka dari itu, ia membuat keputusan yang bahkan dirinya tidak setuju. Namun semua harus diselesaikan.
"Aku mau putus."
Dan segalanya terasa lebih rumit setelah itu.
Alex menatap Ratu yang tanpa sadar menitikan air matanya. Perempuan itu menunduk, menyembunyikan wajahnya di antara kedua tangannya dan mulai menangis. Tangisannya berubah menjadi isakkan, membuat Alex meringis dan segera menarik Ratu ke dalam pelukannya.
"Nggak apa-apa," ucap Alex menenangkan, memberikan sedikit tepukan di punggung Ratu.
Bukannya berhenti, tangisan Ratu malah makin menjadi dan membuat Alex panik. Ia menoleh ke arah sekitar, memastikan tidak ada yang melihat mereka berdua dalam kondisi seperti ini. Alex melepas pelukan mereka, kemudian menatap Ratu tepat di mata.
"Setelah ini, jangan nangis lagi. Okay?"
Ratu mengangguk, dan kembali meringkuk ke dalam pelukan Alex.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Milan
Ficção AdolescenteHai, mungkin aku tidak pantas untuk menulis seperti ini. Tetapi aku masih mencintaimu. Sama seperti tigapuluh menit yang lalu, tigapuluh menit yang akan datang, dan seterusnya. Hatiku terus memantapkan jejaknya kepadamu. Meraung-raung memanggil nama...