Chapter 27 || Apparently It's the Beginning

578 48 5
                                    

Hampir tujuhbelas tahun sudah Milan hidup, namun dirinya baru pertama kali merasakan sakitnya putus cinta. Rasanya menyesakkan, seperti napasmu tertahan di tenggorokan dan tidak ada yang bisa kau lakukan selain menangis.

Milan kehilangan kekuatannya begitu sadar perjuangannya saat ini telah selesai. Otaknya dapat merekam dengan jelas bagaimana Alex melenggang pergi tanpa mengatakan sepatah kata apapun, membuatnya semakin tersadar bahwa segalanya terasa sia-sia.

"Milan, stop crying. Nangis nggak akan ngerubah keadaan," tutur Luthfi lembut sambil terus mengusap punggung perempuan di dekapannya. "Kaos kesayangan gue jadi basah kuyup gini deh. Huft."

Milan mendengus kecil ditengah sesenggukannya. "Kalo nggak ikhlas bilang."

"Iya, iya ikhlas. Utututu, Sayang," goda Luthfi. "Sini abang peluk lagi."

"Jijik." Tak ayal, Milan makin menenggelamkan tubuhnya dan menikmati wangi segar yang menguar dari tubuh besar Luthfi. Napasnya memberat air matanya mulai mengering.

Usai tadi dirinya memutuskan untuk mampir ke restoran cepat saji dua puluh empat jam dan menunggu di dalam mobil, Milan menelepon Luthfi untuk segera datang, dan menyuruh cowok itu tidak membawa kendaraan karena ia sangat malas membawa mobil sendiri. Alhasil Luthfi datang dengan angkutan umun dan siap mencak-mencak kalau ia tidak melihat air mata yang membanjiri wajah bulat Milan.

"Fi, kira-kira abis ini gue harusk ngapain ya?" tanya Milan setelah kembali duduk tegak di bangkunya.

"Adikku sayang." Luthfi bergerak mengelus kepala Milan dengan lembut. "Masih banyak yang bisa lo lakuin setelah patah hati. Patah hati bukan akhir dari hidup lo, Mil. Patah hati memang sakit, tapi lo akan terbiasa pada akhirnya.

"Gue juga pernah patah hati. Perempuan yang gue sayang selama bertahun-tahun, terpaksa gue lepas karena dia harus menerima perjodohan orang tuanya. Klise banget. Tapi, sakit hatinya sampai mengakar dan butuh waktu buat gue untuk belajar. Setelah gue dalami, inti dari patah hati yang sebenarnya adalah: mengikhlaskan. Mulai sekarang, belajar sayang sama diri lo sendiri."

"Wow."

"Apa?"

"WOW."

"Apaan, sih?"

"Gue gak nyangka omongan lo setinggi umur lo," kata Milan terkejut.

Luthfi mendengus sebal. "Maksud lo gue tua gitu? Oke kalo gitu. Bawa ini mobil balik sendiri. Bhay!"

"Eh, eh sialan." Milan menarik tangan Luthfi yang hendak membuka pintu dan keluar. "Baper banget sih. Sini sini cium dulu."

"Najis."

A l e x

Gue merasa, selama gue hidup, baru kali ini gue merasakkan apa yang namanya tersiksa batin. Keadaan dimana tubuh lo baik-baik aja. Tapi hati lo, entahlah. Gue sendiri bingung gimana menjabarkannya. Yang jelas, gue masih nge-dekem di kamar sejak kejadian kemarin. Here, biarkan gue menceritakan ulang gimana rentetan apa yang gue lakukan setelah itu.

Setelah gue pergi meninggalkan Milan di dapur sendiri, i knew from that moment on i was fucked up. Gue duduk di kasur nggak melakukan apa-apa, melihat lantai berbalut karpet yang terlihat lebih indah untuk saat itu. Gue nggak bisa memikirkan lagi apa yang Milan lakukan sekarang, selain memikirkan nyeri di bagian dada gue yang semakin menjadi. Sakit banget rasanya.

Sincerely, MilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang