Suasana restoran mewah itu lebih ramai dari biasanya. Ruangan berwarna gelap dengan lampu yang remang, makin membawa unsur romantis.Terlihat sepasang lelaki dan perempuan berpakaian rapi, sedang duduk di meja bundar yang telah lengkap dengan lilin di atasnya. Keduanya terlihat senang, serta kebahagiaan terpancar di wajah kedua orang itu.
Milan mengedarkan pandangannya sambil sesekali menurunkan gaun selututnya agar tetap menutupi bagian bawah tubuhnya, sementara lengannya merangkul milik Alex erat, berusaha menyeimbangkan diri dengan heels yang menghiasi kakinya.
"Pelan-pelan dong jing."
"Apaansi, gila?" kata Alex setengah berbisik. Matanya turun memandangi heels yang Milan pakai. Ia ingin tertawa, namun tidak sampai hati mengingat setelahnya mungkin cewek itu akan menghabisinya. "Ribet lu."
"Bacot banget. Buruan."
Dengan senyuman kecil, Alex menarik tangan Milan kemudian menyelipkan jarinya di sela-sela jemari cewek itu. Hatinya terasa penuh sekarang. Alex merasa, sekarang waktunya ia meninggalkan kebiasaan lamanya. Waktunya ia menunjukkan bahwa hanya Milan yang ia inginkan. Hanya perempuan itu pengisi ruang hatinya.
Alex tidak mau kehilangan Milan.
Klise memang. Tapi berjalan berdampingan seperti ini adalah salah satu hal yang sangat membuat Alex bahagia. Kemanapun dia pergi, asal Milan berada di sampingnya, semua terasa lebih aman. Ia seperti pulang ke rumah.
"Lama banget deh."
Alex menunjukkan cengiran lebarnya lalu menuntun Milan untuk duduk di sampingnya. "Yang penting dateng."
Alva mendengus kecil kemudian mengalihkan pandangannya pada Milan yang sedang tersenyum gugup. "Milan, kan? Gue Alva."
Milan mengangguk lalu menjabat uluran tangan Alva sopan. "Milan."
"Kenalin, nih. Cewek gue."
Di sebelah Alva, duduk seorang perempuan dengan rambut panjang sebahu dan pipi kemerahan yang terlihat sangat alami. Perempuan itu tersenyum manis sampai matanya menyipit naik seperti bulan. Cantik, gumam Milan dalam hati.
"Putri," katanya. "Salam kenal ya!"
Milan terkekeh mendengar suara Putri yang ternyata tidak seperti apa yang ia pikirkan. Penampilan cewek itu anggun, lembut, dan penuh pesona. Tapi ketika berbicara, Putri tidak jauh layaknya seorang anak kecil.
"Sok imut lo," cibir Alva.
Putri melotot lantas memukul bahu cowok itu keras sambil mengomel tidak terima. Alex yang melihat hal itu hanya bisa diam memandangi kakaknya yang selalu saja bertingkah konyol. Bertengkar di restoran mewah? Mereka tidak kenal tempat.
+++
Alva tertawa melihat wajah Alex yang tiba-tiba terlihat murung. Mereka berempat kini sedang asyik membicarakan masa kecil Alva dan adiknya itu. Keduanya saling membuka aib-aib masa lalu yang tentu saja memalukan.
"Lah, daripada elo," ucap Alex kesal. "Pernah salah gandeng orang kan? Sampe hampir kebawa ke rumahnya. Buang-buang waktu gue aja."
Putri melongo. "Demi apa? HAHAHA tolol banget si, Va."
"Anjing jangan yang itu dong, Lex." Mata Alva menyipit kesal lalu menghabiskan minuman di depannya dalam sekali tenggak. "Tai lu."
Milan menarik napasnya dalam berusaha mengurangi gelak tawanya. "Alex pasti paling bego ya di rumah."
Alva mengangguk cepat. "Iya, anjir. Dia sering sleepwalking."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Milan
Teen FictionHai, mungkin aku tidak pantas untuk menulis seperti ini. Tetapi aku masih mencintaimu. Sama seperti tigapuluh menit yang lalu, tigapuluh menit yang akan datang, dan seterusnya. Hatiku terus memantapkan jejaknya kepadamu. Meraung-raung memanggil nama...