Chapter 17 || Not So Broken Parts

779 66 7
                                    

"Lama banget lo, anjing."

Senyum tipis terukir di bibir laki-laki dengan ransel hitam yang tersampir di bahu sebelah kanannya. Ia menarik bangku dari meja sebelah kemudian mengeluarkan sebungkus rokok dari saku belakangnya. Alex terkekeh seiring ia menyelipkan batang berwarna putih di antara bibirnya.

"Dega mana?" tanya Alex seraya menghisap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskannya.

Adera mengedikkan bahu malas. Matanya lurus menatap gelas di hadapannya hampir tak berkedip. Berulang kali cowok itu menarik napas keras dan mengeluarkannya secara dramatis, membuat Alex mengernyitkan alisnya heran.

"Apaan dah lu," ujar Alex.

Bukan jawaban yang ia dapat, malah sebuah isakan layaknya anak kecil yang kehilangan balon atau mainannya. Alex terperangah melihat Adera yang sedang menelungkupkan kepalanya di meja dan menangis. Badan cowok itu bergetar, tetapi Alex tahu betapa kuatnya Adera untuk menahan tangisannya.

"I fucking love her," lirih Adera di sela-sela isakannya.

Mendengar ucapan Adera, sontak Alex meringis. Ia paham betul seberapa besar perasaan yang laki-laki itu simpan untuk Ratu, bagaimana kedua matanya berbinar senang hanya karena melihat perempuan itu berjalan dari kejauhan. Bagaimana Adera menceritakan setiap detail kisahnya dengan Ratu tanpa bosan.

Bagaimana Adera jatuh cinta kepadanya.

Alex berpikir, Tuhan pasti memberikan jawaban usai segalanya telah dipertanyakan. Tergantung kapan Dia mau membocorkan solusi untuk mereka. Ia yakin, patah di hati Adera saat ini juga hanya sementara. Ada seseorang yang sedang menunggu di luar sana, menanti takdir mempertemukan mereka.

Lima menit setelahnya, Dega datang dan bertanya tanpa suara mengenai keadaan Adera yang tiba-tiba terasa biru. Ketiganya membisu, membiarkan orang lain mengisi keheningan di antara mereka. Alex menepuk bahu Adera dua kali, berusaha menyalurkan semangat jiwa pemudanya. Berkata bahwa masih banyak perempuan yang bisa menjadi tempat ia pulang.

Tiba-tiba saja, Dega menjentikkan jarinya semangat. "Main kuy!"

"Apa?" tanya Alex sembari mematikkan rokoknya, "jangan aneh-aneh. Gue males."

"Dare or Dare."

"Bangsat, baru gue bilang males."

Cengiran lebar keluar dari bibir Deganio. "Ayo lah. Cemen lo, Lex."

Alex mendesah malas namun tetap mengiyakan permintaan Dega. Ia mengguncang tubuh Adera yang tetap berada di posisi awalnya, meminta laki-laki itu ikut bermain. Adera yang sebenarnya masih dalam situasi kepatah-hatiannya, terpaksa bangkit dan menegakkan tubuhnya.

"Siap ya?" Dega tersenyum cerah sambil memutar korek api miliknya di meja, kemudian tertawa ketika ujung korek itu menunjuk ke arah Alex. "Mampus lo."

"Astaghfirullah," ucap Alex merutuki dirinya, "yaudah cepet apaan."

Kening Dega berkerut seiring dirinya berpikir soal tantangan untuk Alex. Matanya berpendar kesana kemari, mencari hal yang tepat. Lima detik kemudian, ia menatap Alex jenaka sampai-sampai membuat cowok itu meringis ngeri.

"Rayu mas-mas kasir di ujung, sampe lo bisa dapet minuman gratis."

"TAI?"

"Cepet," kata Dega sambil menahan tawanya, "durasi durasi."

Alex mendecak keras lalu bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah meja kasir. Ia menelan ludahnya pelan, menetralisir tenggorokannya yang kering. Jemarinya mengetuk perlahan saat dirinya sampai persis di meja kasir. Seorang laki-laki berumur sekitar duapuluh-an berdiri di hadapannya sambil entah melakukan apa dengan mesin di depannya.

Sincerely, MilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang