Bab 9. A Few Hours Before The Lunch

1.4K 142 4
                                    







Masih pukul sebelas lewat sepuluh menit ketika Hitam menyelesaikan dokumen-dokumen yang membutuhkan tanda tangannya. Ia memainkan games dari komputer didepannya berharap hal itu bisa membunuh waktu dengan cepat. Tapi setelah ia berhasil mencapai beberapa kali kemenangan dalam permainan Zuma, waktu masih menunjukkan pukul sebelas lewat lima puluh menit. Dia sedikit merutuki janji makan siang mereka ditentukan pada pukul satu siang, jika saja bisa tentunya Hitam ingin janji mereka dimajukan jadi saat ini juga.





Akhirnya setelah beberapa menit lagi berlalu—dengan dirinya yang hanya diam menatapi layar komputernya—Hitam bangkit dari duduknya. Bukan untuk kemana-mana ataupun melakukan sesuatu. Dia hanya merasa bokongnya memanas karena terlalu lama duduk diam dibangku lambang kebesarannya tersebut. Mungkin inilah yang disebut sebagai kursi panas dalam acara kuis yang dulu sempat populer.





Tepat ketika jam menunjukkan pukul setengah satu siang, Hitam menyambar kunci mobilnya dari dalam laci. Ia bergegas keluar dengan memutar-mutar kunci mobilnya dijari telunjuk. Ketika ia melewati meja sekretarisnya, Hitam mendapati Riri tengah sibuk berkutat dengan komputer dimeja. Tidak menginginkan sekretarisnya itu kehilangan dirinya yang tidak ada diruangan, Hitam berdeham untuk mendapatkan perhatian Riri.





"Saya keluar dulu untuk janji makan siang."





Riri mengangguk, tidak bertanya kenapa sepertinya Hitam berangkat seorang diri. Padahal sebelumnya ia sudah menyampaikan pesan agar Rizal juga ikut dalam janji makan siang tersebut. Mungkin karena seharian ini Rizal tidak terlihat, jadi Riri berpikir kalau saja bosnya yang satu itu tengah ada urusan lain. Bukan urusannya juga.





——◊◊◊——





Tatapan Hitam jatuh ke gedung perkantoran yang menjulang didepannya. Sama sekali tidak paham apa yang terjadi dengan kinerja otaknya. Yang dia ingat hanya ia yang tiba di basement kantornya, menyetir mobilnya hendak mengulur waktu dengan berkeliling Jakarta. Tapi anehnya mobilnya berhenti tepat didekat gedung perkantoran PT. Angkasa Tunggal.





Otaknya lebih cepat memahami kalau hatinya ingin bertemu dengan Marissa secepat mungkin.





Baru saja ia hendak membuka pintu mobil, handphone disaku celananya berbunyi. Ia merogoh dan mendapati sebuah panggilan dari Arumi. Menggeser layar hijau, Hitam menempelkan benda itu ketelinga. Suara lembut Arumi langsung mengalun dipendengarannya.





"Kamu ada dikantor nggak? Aku bawain makanan ya, terus kita makan siang bareng."





Tangannya tergerak untuk menyisir rambut kebelakang. Hitam menarik napas sekali, lalu berkata, "aku ada janji sama klien untuk makan siang, lain kali aja ya?"





"Oh gitu?" diseberang Arumi terdengar sedikit kecewa. "Yaudah, nanti malam aja ya biar aku masakin."





"Oke, sayang."





"I love you."





Baru saja Hitam ingin membalas kata-kata Arumi, namun seorang perempuan yang tertangkap matanya memusnahkan niat itu. Ia tidak sadar ternyata sambungan telepon juga sudah berakhir. Jadi tanpa aba-aba lagi Hitam keluar dari mobilnya. Menghampiri seorang perempuan yang terlihat begitu anggun dengan setelan kantor.





Langkahnya semakin dipercepat ketika sebuah mobil berhenti tepat didepan Marissa. Seorang yang berpakaian sekuriti memberikan sesuatu yang terlihat seperti kunci. Hitam menahan lengan perempuan itu tepat didetik yang sama Marissa membuka pintu mobil.





The DregsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang