"Kayaknya kamu terlalu sering deket-deket sama Rizal."
Sebelah alis Marissa terangkat, lalu ia membalik tubuhnya ke arah Hitam yang berbaring disisi ranjang sebelahnya. Malam sudah larut, bahkan lampu utama kamar sudah dimatikan. Menyisakan lampu tidur yang membuat kamar disinari cahaya remang-remang. Pun Marissa merangsek ke dalam pelukan Hitam. Menyandarkan kepalanya dilengan laki-laki itu dengan nyaman.
"Kalimat kamu barusan ngebuat aku berpikir kalo kamu baru aja cemburu sama Rizal." Tidak adanya jawaban yang terdengar otomatis membenarkan spekulasi Marissa. Mengangkat kepalanya, ia memandang Hitam yang tengah memfokuskan pandangan ke langit-langit kamar. "Jadi bener?" tanyanya dengan senyuman geli yang tidak ia sembunyikan.
"Ada yang lucu?" Hitam mendelik, memandang perempuan dalam rengkuhannya dengan kesal. Tidak paham bagian mana dari kecemburuannya yang bisa dijadikan lelucon.
Dengan cepat Marissa meredam senyumannya yang sudah hampir menjadi tawaan. "Lucu," katanya jujur. "Nggak masuk akal aja kalo kamu cemburu sama Rizal, demi Tuhan, ini cuman Rizal bukannya Shawn Mendes."
"Siapa lagi tuh?"
Marissa menggeleng. "Bukan siapa-siapa."
Untuk beberapa detik Hitam hanya diam memandangi perempuan itu. Kemudian ia bekata, "pokoknya jangan terlalu deket-deket sama Rizal. Dia itu jablay."
"Luthu banget sih kalo lagi cemburu." Marissa mengangkat sedikit tubuhnya untuk mencubit pipi laki-laki itu. Berulang kali ia tertawa karena ekspresi kekesalan Hitam yang menurutnya tidak ada obatnya. Lucunya lagi Hitam tidak mencoba menghindar dan menepis cubitan yang diberikan Marissa. Bahkan kini laki-laki itu sudah ikut tertawa bersamanya.
Lalu tangan Hitam merengkuh pinggang Marissa, mengangkatnya hingga kini perempuan itu berada diatasnya. Tawa Marissa perlahan memudar, berganti matanya yang berkedip lucu. Menyadari posisinya yang terlihat sangat—berbahaya mungkin. Entahlah.
"Kamu cantik," pujinya. Lalu entah siapa yang memulai atau setan mana yang merasuki tubuh mereka bertemu disatu titik. Mereka berciuman, begitu lembut awalnya hingga hampir menjadi persaingan ketika ciuman itu berubah semakin bergairah. Tangan Hitam menekan tengkuk Marissa untuk memperdalam pagutan mereka dan tangan satunya sudah sejak tadi bergerilya dibalik kaos tidur perempuan itu.
Aktivitas panas yang sedang berlangsung tersebut mendadak berhenti dikarenakan bunyi panggilan masuk yang berasal dari handphone milik Hitam. merasa terganggu, Marissa yang lebih dulu menjangkau handphone tersebut yang terletak tepat disamping bantal. Tanpa mau repot-repot menjawab panggilan yang ternyata berasal dari Arumi, langsung saja Marissa menolak panggilan tersebut lalu menjatuhkan handphone Hitam kelantai—yang untungnya beralaskan karpet yang cukup tebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dregs
RomanceSEQUEL MATCHA BLACK COFFEE (COMPLETE-PRIVATE ON) "Jika kopi bisa menggambarkan kehidupan ini, maka hidupku adalah kopi hitam tanpa sentuhan gula. Pahit dari tegukan pertama hingga hanya menyisa ampas." Empat tahun sudah berlalu sejak Hitam memilih l...