Bab 18. You Two Precious

1.3K 147 32
                                    

WARNING!! ADA BAGIAN YANG SEBAIKNYA DIBACA SEHABIS BERBUKA PUASA :"V TAPI KALO KALIAN JAMIN NGGAK BAPER YAUDIN SILAHKAN BACA, INGET VOTE DULU SEBELUM BACA. NTAR KELAR BACA LANGSUNG COMMENT. JANGAN LUPA, BIAR MAKIN CANTIK/?











Malam itu Marissa duduk di sofa ruang tamu apartemennya dengan wajah ditekuk. Disebelahnya Rizal hanya menggeleng dan masih terus mengompres sisi wajah Marissa yang ditampar Arumi tadi dengan es batu yang dibungkus dengan kain. Kaki Marissa terangkat, terlipat satu sama lain sehingga kini ia sepenuhnya menghadap Rizal yang tengah meletakkan kompres ke atas meja.


"Aneh." Komentar Rizal untuk pertama kalinya semenjak kedatangannya ke apartemen perempuan itu. Setengah jam yang lalu Marissa meneleponnya, memintanya untuk datang. Lalu hal yang selanjutnya ia temukan adalah wajah Marissa yang kemerahan dan sedikit membengkak. Tak sanggup membayangkan sekuat apa Arumi menamparnya.


"Aneh?"


"Aneh karna lo sama sekali nggak nampar balik Arumi."


"Tai!" kaki Marissa otomatis menendang Rizal yang tepat dihadapannya. Membuat laki-laki itu meringis selama tiga detik. "Kalo gue bales, besar kemungkinan Bian nggak bakalan berpihak ke siapapun."


Rizal mendelik, kemudian hal yang selanjutnya terjadi adalah sebelah tangannya yang mencengkeram puncak kepala Marissa. Otomatis perempuan itu menghindar dengan melarikan kepalanya ke sembarang arah. "Lagian siapa suruh lo kepancing sama omongannya Arumi?" tangannya kini beralih, melintang disandaran sofa setelah beberapa kali mendapat pukulan dari Marissa.


"Gimana gue mau kalem kalo dia ngaku hamil anaknya Bian?


"Dan begonya lo percaya."


"Mana gue tau kalo dia boong."


Seharusnya Rizal mengerti, perempuan cenderung lebih dominan menggunakan perasaannya dibanding otak. Dan Marissa pun mengalami hal yang sama. Ketika mendengar Arumi yang mengaku tengah hamil anaknya Hitam, hal yang pertama kali ingin ia lakukan adalah melempar stiletto yang tengah ia gunakan tepat ke wajah Arumi. Walaupun saat itu otaknya memperingati untuk tidak mempercayai ucapan Arumi, sayangnya mulutnya sudah lebih dulu berkonspirasi dengan perasaannya. Dan terjadilah.


"Gue yakin Hitam nggak pernah ngelakuin hal yang iya-iya sampai bikin Arumi hamil."


"Emangnya lo pengawalnya mereka sampai tau apapun yang mereka lakuin?" Marissa bertanya sarkastik mendengar penyataan Rizal yang terdengar begitu yakin. Hitam dan Arumi adalah dua orang yang sudah sama-sama dewasa, dan Marissa yakin seratus persen kalau Rizal tidak selalu tahu hal apapun yang mereka berdua lakukan. Memangnya Rizal Tuhan?


"Hitam bukan penjahat kelamin, meskipun dia itu brengsek. Yah, seringnya sih dia nggak sadar udah ngelakuin hal yang brengsek." Kedua bahu Rizal terangkat samar. "Kayak sekarang deh contohnya, dia jelas-jelas udah tunangan sama Arumi, kenapa dia masih aja nawarin hubungan sama lo?"


Dahi Marissa berkerut. "Bukannya memang itu tujuan kita?"


"Terlepas dari tujuan kita, gampang banget nggak sih Hitam berpaling dari Arumi, yah meskipun nggak bener-bener berpaling, dan malah berhubungan sama lo?" Rizal menunggu reaksi perempuan disampingnya, dan ketika Marissa hanya diam ia kembali bersuara, "mudahnya, kalo dia emang cinta sama lo, otomatis dia nggak bakalan mempertahanin pertunangannya sama Arumi. Sebaliknya, dia nggak akan berhubungan sama lo kalo emang dia cintanya sama Arumi."


Gantian kini Marissa yang mengangkat bahunya. "Itu nggak masuk konteks rencana, yang penting Bian udah mulai tertarik ke sisi gue. Bukannya Bian nggak mau mengakhiri pertunangannya sama Arumi, cuman gue pikir belum waktunya aja. Kalo dalam waktu deket Bian mutusin pertunangan, terlalu singkat rasa sakit yang dirasa Arumi."


The DregsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang