Bab 23. The End?

1.4K 139 53
                                    










Lambat-lambat mata Marissa berkedip ketika terkena sinar matahari pagi yang menyelip dicelah tirai jendela. Ia kembali memejamkan matanya untuk beberapa detik. Terpaan napas teratur yang terasa dibahunya membuat Marissa menyadari bahwa Hitam tidur sambil memeluknya sepanjang malam. Pandangan Marissa bergerak untuk melihat jam yang sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Perempuan itu menggerakkan tubuhnya hendak berbalik menghadap Hitam dan langsung meringis ketika merasakan nyeri diseluruh tubuhnya. Seharusnya Marissa sudah mulai terbiasa karena beberapa hari ini ia selalu merasakan nyeri dan pegal-pegal yang sama setiap paginya. Bukannya Marissa tidak tahu penyebab nyeri dan pegal yang ia rasakan, hanya saja entah kenapa rasanya masih saja tetap begitu tak tertahankan.





Disaat akhirnya ia bisa berbalik, tawa kecil langsung terdengar dari mulutnya. Bagaimana tidak, karena saat ini Hitam langsung bergelung nyaman ke dalam pelukannya. Laki-laki itu bahkan sampai menghimpit kaki Marissa dengan kakinya. Mau tak mau tindakan itu menjadi hiburan tersendiri bagi Marissa dipagi hari.





Baru beberapa saat rasanya Marissa kembali tertidur, dengan terpaksa terganggu karena bunyi rentetan bel yang dipencet secara tidak sabaran. Menyempatkan untuk melihat jam sebentar, dahinya berkerut ketika menyadari jam sudah menunjuk ke angka sebelas lewat dua puluh. Sepertinya ia tertidur kembali cukup lama.





Menghela napasnya panjang, Marissa menjangkau jubah putih polos yang disediakan oleh pihak hotel untuk menutupi tubuhnya. Sebelum menuju pintu untuk melihat siapa gerangan orang yang tidak sabaran itu, Marissa lebih dulu memberikan kecupan didahi Hitam yang mengerut karena terganggu dengan suara bising bel.





"Iya, iya, sebentar. Mau bertamu apa ngajak berantem sih," dongkol Marissa sambil membuka pintu. Lalu sosok yang berada dibalik pintu benar-benar tidak Marissa duga kemunculannya. Tersenyum simpul, Marissa mempersilahkan tamu tersebut untuk masuk.


***


Rasanya waktu begitu cepat berlalu, tidak terasa mereka sudah berada di Belitung kurang lebih selama lima hari. Rencananya besok siang mereka akan kembali ke Jakarta. Dan hari ini, Sabtu, merupakan hari bebas yang akan ia gunakan untuk berjalan-jalan. Tujuan utamanya hari ini adalah Pantai Tanjung Tinggi yang tentu saja sudah sangat terkenal. Ada baiknya ia mengajak Hitam dan Marissa, meskipun besar kemungkinan dirinya akan menjadi obat nyamuk, namun lebih baik daripada pergi jalan-jalan sendiri. Setidaknya dirinya tidak begitu terlihat menyedihkan.





Duk...duk...duk...





Dengan cepat langkah Rizal menghampiri pintu kamarnya yang terdengar seperti dipukul berulang kali. Oh, apakah jenis orang yang ada diluar pintu kamarnya itu tidak mengenal dengan yang namanya bel? Jelas-jelas benda yang bisa menghasilkan bunyi itu terletak tepat disisi daun pintu.





"Papa!" Sam berteriak girang sambil berhambur ke dalam pelukan Papanya yang sudah tidak ia temui selama beberapa hari ini. Sambil tersenyum senang Sam memberikan ciuman sayang di kedua pipi Rizal yang sudah mengangkat Sam ke dalam gendongannya. "Sam kangen Papa."





Rizal balas mencium kedua pipi gembil anaknya. Terang saja Sam menggedor pintu kamarnya karena demi apapun anaknya itu tentu saja tidak bisa menjangkau bel yang terletak lebih tinggi darinya. "Papa juga kangen kamu sayang," ucapnya sambil membawa Sam ke dalam kamar. "Kamu kok bisa ada disini, Sam?"





"Sama Bunda," jawabnya sambil melihat-lihat beberapa camilan yang tersedia diatas meja dihadapannya. Lalu ia menjangkau sepotong cheesecake yang dilumuri selai stroberi.





The DregsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang