Vote dulu kuy sebelum baca? :"V
Tidak ada satupun dari Hitam maupun Marissa yang tahu bagaimana bisa dipagi keesokan harinya Arumi tiba-tiba saja memutuskan untuk kembali ke Wisconsin. Awal mulanya Hitam berpikir bahwa Arumi memilih kembali ke kota dimana Ayah angkatnya tinggal karena permasalahan mereka kemarin malam. Jadilah ia membujuk perempuan itu untuk berpikir kembali. Apalagi Arumi belum benar-benar pulih dari demam yang mana terlihat dari wajahnya yang masih pias. Dan ketika Arumi menjelaskan alasannya kembali ke Wisconsin karena ingin menemani Ayahnya yang sudah lama ia tinggalkan sendiri, sedikit banyaknya Hitam dan Marissa tidak bisa lagi menahan perempuan itu.
"Apa Rizal yang minta lo untuk pergi?" tanya Hitam pagi itu padanya—yang mana hanya mendapat keheningan. Mereka bertiga, termasuk Marissa, masih duduk di meja makan meskipun sudah selesai sarapan belasan menit yang lalu. Tidak ada satupun dari mereka yang tergerak untuk memilih tempat pembicaraan lain, selain meja makan. Rizal sudah sejak tadi pergi mengantar Sam ke sekolah. Bersikeras menggunakan jasa sewa mobil daripada membiarkan Hitam atau Marissa mengantar Sam. Alasannya tentu saja Rizal tidak ingin terjebak dalam situasi seperti saat ini—duduk bersama di meja makan dan kembali mengulang pembahasan masalah yang sama.
Sama seperti Hitam, pun Marissa mewanti-wanti jawaban yang akan diberikan Arumi. Takutnya apa yang ditanyakan Hitam tadi benar, bahwa Rizal bisa saja yang meminta Arumi untuk kembali ke Wisconsin. Pasalnya keputusan yang diambil Arumi terkesan begitu mendadak. Seolah ia mengambil keputusan itu dalam keadaan terdesak.
Disaat akhirnya Arumi menggeleng, entah bagaimana dua orang itu bisa sama-sama bernapas lega. Setidaknya bukan Rizal yang menjadi alasan kepergian Arumi. Bukan sepenuhnya paling tidak. Karena jika ditelaah lebih dalam tentunya Rizal turut andil dalam keputusan Arumi.
"Gue kangen Papa dan rasanya udah terlalu lama gue ninggalin Papa sendirian disana." Arumi menjeda dengan dua tarikan napas. "Lagian sekarang gue sadar, tempat gue bukan disini."
Diam-diam Marissa memperhatikan perubahan pada Arumi. Jika biasanya perempuan itu terlihat begitu tangguh, maka kini yang ada dihadapannya adalah Arumi yang lain. Arumi yang terlihat rapuh meski berulang kali menyembunyikannya dengan senyuman. Berusaha meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja. Sayangnya Marissa tidak buta untuk menyadari bahwa adanya keterpaksaan pada senyuman itu.
Obrolan mereka terus berlanjut. Dimana Arumi berulang kali mengucapkan maaf dan tak lupa terus berterima kasih. Dia juga memberitahukan bahwa pesawatnya akan berangkat jam tiga sore nanti. Terlalu tiba-tiba memang karena Hitam dan Marissa sama-sama terkejut mengetahuinya.
Mereka tidak berpikir kalau Arumi akan kembali ke Wisconsin hari itu juga. Tidak secepat itu. Tapi disaat Arumi terus berkata bahwa dia baik-baik saja maka dua orang lainnya tidak lagi memiliki pilihan. Meski begitu berat rasanya harus membiarkan Arumi pergi ditengah hubungannya dan Rizal yang tidak jelas seperti ini. Setidaknya mereka ingin kedua orang itu berbaikan. Meski tidak bertengkar dalam artian keras, setidaknya hubungan mereka yang terkesan berubah cukup menjelaskan semuanya. Mereka berdua sedang dalam hubungan yang tidak baik-baik saja.
***
Satu bulan kemudian.
Sebuah bantal sofa yang mendadak terbang kearah Hitam langsung tergeletak diatas lantai tepat saat laki-laki itu menangkisnya. Netranya menatap horor Marissa yang menjadi tersangka pelemparan. Mereka sedang ada di apartemen Marissa, dimana awalnya mereka tengah duduk berdua dengan saling rangkul setelah melewati makan malam. Niatnya Hitam akan menginap disana seperti yang sudah-sudah. Tapi kini mereka malah berakhir dengan posisi berdiri hadap-hadapan, dan jangan lupakan tindakan Marissa barusan yang melemparnya dengan bantal. Untung saja Marissa tidak berpikir untuk melemparinya dengan asbak yang tergeletak manja diatas meja, untungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dregs
RomanceSEQUEL MATCHA BLACK COFFEE (COMPLETE-PRIVATE ON) "Jika kopi bisa menggambarkan kehidupan ini, maka hidupku adalah kopi hitam tanpa sentuhan gula. Pahit dari tegukan pertama hingga hanya menyisa ampas." Empat tahun sudah berlalu sejak Hitam memilih l...