Sudah satu minggu penuh Hitam tidak kembali ke rumahnya. Terhitung selama itu pulalah ia tidak pernah bertemu dengan Rizal maupun Arumi. Kalau kekacauan seperti malam itu tidak terjadi maka sudah bisa dipastikan dua hari lagi dirinya dan Arumi resmi menjadi suami istri.Dia sudah tidak mempedulikan lagi segala tetek bengek persiapan pernikahannya dengan Arumi. Terakhir sekitar tiga hari yang lalu pihak Wedding Organizer menghubunginya untuk kembali mendiskusikan persiapan yang mendadak tidak jelas ujungnya. Hingga percakapan via telepon itu berakhir dengan Hitam yang membatalkan penggunaan jasa Wedding Organizer tersebut dengan perjanjian akan membayar ganti rugi, berapapun itu.
Mendadak Hitam ragu dengan keputusannya untuk menikahi Arumi. Ada bagian kecil dalam otaknya yang berpikir, mungkin, mungkin saja kalau Rizal dan Arumi saling cinta. Bohong jika Hitam tidak marah ketika mendapati tunangannya tidur dengan laki-laki lain yang parahnya adalah sahabatnya sendiri. Tapi setelah menghabiskan sepanjang malam dengan bertukar pikiran bersama Marissa, sedikit banyaknya dia sudah bisa menyikapi hal ini dengan pemikiran yang lebih luas.
"Bisa aja mereka sebenernya saling cinta tapi terlalu takut untuk bikin kamu kecewa," kata Marissa malam itu, tepatnya satu malam sesudah kejadian tak terduga tersebut. Mereka berdua saling menyender di kepala tempat tidur. Menenggelamkan separuh tubuh ke dalam selimut.
Hitam membasahi bibirnya, berpikir sebentar sebelum menjawab. "Tapi nggak gini caranya." Suara Hitam masih terdengar tidak terima.
"Segitu cintanya kamu sama perempuan itu sampai-sampai kamu semarah ini?"
Helaan napas terdengar oleh Marissa, ia mengangkat kepalanya ketika Hitam membalas. "Entahlah, mungkin yang aku rasain sekarang lebih ke rasa kecewa."
"Kecewa karena ternyata Arumi selingkuh sama Rizal di belakang kamu?"
Laki-laki itu menggeleng, katanya, "kecewa karena aku menjadi satu-satunya pihak yang nggak tau apa-apa di sini." Kemudian dia menghela napas lagi. "Nyatanya kami memiliki banyak waktu bersama, dan mereka berdua punya banyak kesempatan untuk mengakui hal itu. It's just like, aku nggak bakalan marah kalo mereka jujur."
Dalam hati Marissa membenarkan. Bukan hanya Hitam, dirinya juga tidak tahu mengenai hubungan Rizal dan Arumi yang sudah sejauh itu. Maksudnya, selama ini Rizal seolah-olah berada dipihaknya. Mendukungnya untuk membuat Hitam dan Arumi berpisah. Tapi siapa sangka, dibalik dukungan itu ternyata ada maksud tersembunyi. Tapi rasanya Marissa tidak ingin menyimpulkan dengan cepat. Mungkin nanti dia harus menemui Rizal untuk menanyakan kejadian yang sebenarnya dan hal-hal yang dia sembunyikan selama ini.
"Kalo nyatanya Arumi cintanya sama Rizal begitupun sebaliknya, dengan senang hati aku bakalan mundur teratur. Selama mereka bahagia aku pikir kenapa nggak?"
Marissa menggenggam tangan Hitam, mengusapnya dengan jarinya hingga memberikan ketenangan pada laki-laki itu. "Kadang beberapa orang berpikir menyembunyikan kebenaran itu pilihan terbaik karna nggak mau orang yang mereka sayang kecewa."
"Tapi bukan berarti mereka harus nyimpan kebenaran itu selamanya 'kan?"
"Hanya masalah waktu," imbuh Marissa sebelum membaringkan tubuh sepenuhnya, siap-siap hendak tidur.
"Tapi kenapa?" dari posisinya Marissa mengangkat alis. Meminta lebih jelas maksud dari pertanyaan Hitam. "Kenapa Arumi nerima lamaran aku kalo sebenernya dia cintanya sama Rizal?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dregs
RomanceSEQUEL MATCHA BLACK COFFEE (COMPLETE-PRIVATE ON) "Jika kopi bisa menggambarkan kehidupan ini, maka hidupku adalah kopi hitam tanpa sentuhan gula. Pahit dari tegukan pertama hingga hanya menyisa ampas." Empat tahun sudah berlalu sejak Hitam memilih l...