Bab 11. Failed Lunch then Failed Dinner

1.3K 167 26
                                    



Untuk ketiga belas kalinya Arumi men-dial nomor telepon Hitam. Tapi sebanyak tiga belas kali pulalah ia mendapatkan jawaban yang sama. Hitam tidak menjawab panggilannya. Terus-terusan suara operator yang menyaut, hingga akhirnya perempuan itu menyerah. Ia berbalik dan mendudukkan diri dikursi meja makan. Diseberangnya Sam sudah sibuk menyuapkan makan malam kesukaannya; tahu goreng kecap.



Dalam beberapa saat kemudian Arumi hanya diam, menekuri Sam yang terus menyuapkan tahu goreng kesukaannya. Tak berselang lama kemudian Rizal muncul dari arah pintu depan. Ia menggunakan kaos bewarna hitam yang dilapis jaket denim. Tanpa perlu dipersilahkan, laki-laki itu sudah duduk manis tepat disebelah Sam.



"Bedua aja nih? Ideung mana?"



Arumi menghela napas, tidak menemukan jawaban jelas. Jadi ia hanya berkata, "nggak tau, ditelponin nggak diangkat-angkat."



"Masih ada urusan kantor kali, biasalah bos besar." Rizal menjangkau piring kosong, menyendokkan nasi dan mulai memilah lauk untuk ia santap.



"Tadi siang udah oke untuk makan malem dirumah." Keluh Arumi, sedikit kecewa karena nyatanya sampai kini batang hidung Hitam tak terlihat. Kalau memang laki-laki itu tidak bisa, maka tidak perlu mengiyakan ajakannya. Jadinya ia tidak perlu repot-repot masak makanan sebanyak ini. Dan setidaknya kekecewaan tidak mampir dihatinya. "Terus sekarang mendadak nggak ada kabar."



"Bener nggak bisa dihubungin?" pasti Rizal. Tidak biasanya Hitam menghilang tanpa kabar seperti ini. Sesibuk-sibuknya dengan urusan pekerjaan, laki-laki satu itu tidak akan pernah sampai pulang lebih dari jam enam sore. Sedangkan sekarang sudah jam delapan kurang sedikit. Seingat Rizal juga mereka tidak ada jadwal bertemu klien ataupun undangan makan malam untuk minggu ini.



Arumi membenarkan. "Udah gue coba belasan kali, tapi tetep aja nggak diangkat."



"Gue telpon Riri deh bentar, khawatir juga karna nggak biasanya bagong satu itu telat pulang tapi nggak ada kabar gini."



Setelahnya Rizal berlalu, melangkah keruang tengah untuk menghubungi sekretarisnya tersebut. Panggilannya diangkat saat dering kedua, dan tanpa basa-basi Rizal mengutarakan maksudnya menghubungi perempuan itu. Dan satu jawaban singkat dari Riri membuat kini Rizal paham kenapa sampai saat ini Hitam belum pulang kerumah. Setelah mengucapkan terimakasih dan mengakhiri sambungan, Rizal kembali menuju meja makan. Arumi tengah membersihkan mulut Sam dari sisa-sisa kecap yang mengotori sekitaran mulutnya. Sepertinya anak lima tahun itu sudah selesai memakan makan malamnya.



"Gimana?" tanya Arumi tanpa tedeng aling-aling kepada Rizal.



"Tadi siang katanya Hitam ada lunch meeting, dan sampai jam pulang kantor dia belum balik. Kemungkinan besar dia masih ada urusan dengan klien yang sama." Jelas laki-laki itu. Tidak benar-benar jujur namun tidak juga sepenuhnya berbohong.



Meskipun sejak kecil Ibunya mengajarkan bahwa berbohong itu tidak baik, tapi setidaknya Rizal paham betul berbohong demi kebaikan bukanlah hal yang buruk. Bagaimanapun dia tidak bisa mengatakan bahwa saat ini kemungkinan besar Hitam masih bersama dengan Marissa, klien sekaligus cinta lamanya yang baru saja kembali. Inginnya Rizal berkata jujur, tapi dia tidak juga ingin menyakiti hati Arumi. Biarlah permasalahan itu menjadi urusan Hitam, jika memang dibutuhkan, barulah Rizal ikut campur sesuai dengan porsinya.



"Pa, pengen ketemu sama Tante Cantik yang kemarin."



Rizal dan Arumi sama-sama menoleh. Sedikitpun Rizal tidak menyangka dengan permintaan yang diajukan Sam.



The DregsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang