Bonus Chapter: One

1.4K 99 1
                                    



From: matcha _ adhyastha @ gmail.com

To: abrizal . mahanipuna @ gmail.com

Date: Sun, Aug 13th 20xx. 20.07



Hai, Rizal. Salam kenal.



Maaf karna gue baru bales emailnya sekarang. Gue udah baca lama, bahkan sebelum kita ketemu di Jakarta. Dan ya, gue sempat mengabaikan email lo karna gue nggak nemu kata-kata yang bisa gue kirim sebagai balasan.

Kalo lo mau tau yang pertama kali gue rasain pas dapet email ini tentunya kaget. Nggak nyangka aja orang yang berhubungan sama masa lalu gue tiba-tiba ngontak. Sebelumnya makasih karna lo udah peduli sama hubungan gue dan dia. Sejak awal gue udah menduga pasti ada alesan dibalik sikap dia yang kayak gitu. Nggak perlu lah menduga-duga lagi karna kalo emang dia mau, dia pasti cerita. Yah, sayangnya dia nggak pernah mau untuk cerita semuanya.

Jadi hal wajar kan kalo gue milih pergi?

Mungkin nggak seharusnya gue bahas dan nginget masalah ini lagi. Dan ya, makasih buat penjelasannya.

Jadi, sikap apa yang bisa gue ambil setelah lo kasih penjelasan kayak gini? I mean, gue cuman nggak sanggup kalo harus terus-terusan berjuang sendiri. Parahnya lagi gue tau perasaan gue berbalas.

Nyatanya nggak ada yang berubah, terlepas dari yang menjelaskan itu lo ataupun dia. Hasil akhirnya tetap sama. Gue akan terus berjuang sendiri sampai akhir sedangkan dia memilih sibuk dengan semua ketakutan tanpa alasan yang dia rasain.

Hari itu, gue tau nggak lama setelah gue pergi dia dateng. Kiran yang cerita. Tapi nggak sedikitpun gue menyesal karna membuang kesempatan untuk ketemu dia.

Gue pernah maki dia, bilang kalo sebagai cowok dia itu seseorang yang pengecut. Gue selalu merutuk dengan sikap dia yang terlalu penakut dalam mengambil sikap. Dia terlalu takut menanggung risiko yang bahkan belum jelas ada atau nggaknya. Padahal gue nggak beda jauh sama dia. Gue pengecut, gue takut untuk ketemu lagi sama dia. Gue terlalu takut untuk kembali mendapatkan penolakan yang sama. Kenyataannya gue nggak sekuat itu untuk bisa menerima.

Meskipun pada awalnya gue pergi karna memang berniat untuk melarikan diri dari dia, tapi sekarang, gue disini nggak pernah menyesali keputusan gue itu. Gue kembali berpikir, udah dua tahun dari terakhir gue ketemu dia. Dan kemarin sempat hampir ketemu lagi yang untungnya nggak jadi. Gue pikir, apa mungkin setelah kejadian itu dia nggak tau kalo gue ada disini?

Kalau memang dia mau, dia pasti nyusulin gue kesini. Tapi nyatanya? Gue nggak seberharga itu untuk diperjuangkan.

Gue cinta dia, tapi bukan berarti gue akan terus berjuang. Hati gue bisa sakit, perasaan gue juga bisa hancur. Apa gunanya bertahan demi orang yang nggak mau dipertahankan?



Kurang lebih sudah empat hari email itu masuk ke inboxnya namun baru kini Rizal sempat membaca. Jika dihitung, sudah hampir dua bulan sejak Marissa kembali ke Sydney. Kepergian Marissa yang memang sengaja menghilang dari Hitam.



Menghela napas dengan berat Rizal menumpu kedua tangan ke kepala belakang, menyandarkan tubuh sepenuhnya ke kursi kerja. Malam sudah larut dan berada di kantor selarut ini sudah menjadi kegiatan rutin Rizal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The DregsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang