Bab 21. I Have No Choice

1.4K 146 54
                                    

Minal aidin walfaidzin semuanya :") gue, Hitam, Marissa, Rizal, dan Arumi minta maap kalo ada salah meskipun telat banget tapi lebih baik daripada nggak sama sekali :") gue keasyikan libur jadinya males nulis, dan sekalinya nulis malah nggak dapet feel, begini deh hasilnya. Semoga nggak mengecewakan karna khusus bab ini gue buat panjang, hampir 2 bab panjangnya utk bab ini. Yah nggak panjang2 banget sih karna emang tiap bab gue patokin cuma 800w. Semoga masih ada yang baca, amiiin :")


VOTE DULU KUY?





Persiapan pernikahan Hitam dan Arumi sudah menyentuh persentase 70%. Mulai dari gedung, ketring, daftar tamu undangan, hingga baju pengantin. Gedung dan ketring sudah diurus langsung oleh pihak Wedding Organizer yang dipilih oleh Arumi. Undangan juga sudah mulai dicetak, diperkirakan seminggu lagi sudah siap untuk disebar. Dan baju pengantin yang tentunya paling penting sedang dalam tahap finishing, sang desainer mengatakan bahwa beberapa hari lagi baju tersebut sudah bisa untuk dicoba.

Untuk urusan cincin pernikahan juga Hitam sudah memesannya. Membuatkan khusus desain yang hanya tersedia satu didunia, cincin yang akan mereka kenakan. Cincin yang terbuat dari emas putih asli dengan ukiran nama mereka di dalamnya. Dihiaskan berlian khusus tepat diatasnya untuk Arumi dan model yang lebih sederhana untuk Hitam.

Dua minggu lagi tepatnya mereka akan menikah. Meninggalkan banyak hal yang tentu saja tidak akan bisa lagi mereka dapatkan setelah perubahan status tersebut. Tidak ada lagi yang namanya bersenang-senang di klab sepulang kerja, tidak ada lagi keluyuran hingga tengah malam sesuka hati. Semua berubah, termasuk tidak ada lagi perempuan lain.

Hitam menghela napas berat hingga menarik perhatian perempuan yang duduk disebelahnya, awalnya perempuan itu tengah sibuk membaca katalog yang disediakan di kursi pesawat yang akan membawa mereka ke Belitung. Tapi katalog itu tidak lagi menarik, karena kini perempuan itu memberikan atensi sepenuhnya kepada Hitam.

"Bian?" panggilnya menyentuh pelan lengan laki-laki itu.

Seketika itu juga Hitam menoleh, kembali mengingat bahwa kini ada Marissa yang duduk disebelahnya. Sesaat Hitam memejamkan mata, kemudian tangannya terangkat untuk menyisiri rambutnya ke belakang. "Sori, kamu ngomong apa tadi?" tanyanya, padahal Marissa sama sekali tidak berbicara apapun selain memanggil namanya.

Marissa menggeleng. "Aku nggak ngomong apa-apa." Matanya masih memandang laki-laki itu. "Kamu lagi mikirin apa?"

"Bukan apa-apa." Hitam menjawab begitu singkat.

Baru saja Marissa ingin bertanya kembali, suara yang berasal dari pengeras suara mengurungkan niatnya. Suara itu memberitahu bahwa mereka akan segera mendarat, sehingga mau tak mau Marissa harus menelan pertanyaannya tadi.



***



"Yang ini bagus nggak?" Marissa menunjuk sebuah cincin yang dipajang dalam etalase. Saat ini mereka berdua tengah berada disalah satu toko perhiasan, dan ketika Marissa menunjuk cincin itu, seorang pegawai dengan sigap menghampiri mereka dan langsung mengeluarkan cincin tersebut.

Mereka berdua memperhatikan cincin itu beberapa saat. Awalnya mereka hanya berniat untuk makan malam disalah satu mall yang berada tidak jauh dari hotel tempat mereka menginap. Dan ketika melihat toko perhiasan yang menarik baginya, Marissa langsung saja mengajak Hitam mampir sebentar untuk melihat-lihat.

The DregsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang