Vote dulu kuy?
Kedua insan itu duduk bersebelahan. Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun mereka kembali lagi ke kafe tempat biasa mereka menghabiskan waktu bersama. Tangan Marissa menjangkau tangan Hitam, jarinya mengait jemari Hitam yang kini tidak lagi berhias cincin penanda bahwa laki-laki itu sudah ada yang memiliki.Membingungkan memang, bagaimana benda kecil itu bisa menjadi penghalang terbesar bagi Marissa. Dan ketika benda itu sudah musnah, rasanya Marissa bebas dan tidak melulu berpikir bagaimana menyingkirkan cincin itu. Dan kini tugas selanjutnya adalah menyingkirkan perempuan yang ia yakini masih mengenakan cincin pertunangannya. Marissa sadar betul bahwa Hitam tidak benar-benar mengakhiri pertungannya dengan Arumi. Dan untungnya Marissa cuku tahu diri untuk tidak terus-menerus memaksa laki-laki itu. Takutnya Hitam merasa tertekan dan terkesan diatur-atur.
Marissa balas tersenyum disaat Hitam mengeratkan genggaman mereka. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar kafe yang tidak banyak berubah. Masih sama, perubahan yang terjadi sangat kecil. Seperti beberapa perabot yang sudah berganti, dan karyawan yang juga sudah tidak sama lagi.
"Kamu yakin cuman mau pesen minum aja?"
Hitam menoleh dari cangkir kopi pesanannya yang baru tiba dan mengangguk. "Kenapa?" tanyanya.
"Kamu udah makan siang ya?"
Dan rasanya sulit sekali bagi Hitam untuk jujur. Berkata yang sebenarnya bahwa ia sudah makan siang. Apalagi kalau sampai Marissa tahu bahwa Hitam sudah makan siang dengan Arumi. Bukan kemauannya, awalnya memang ia sudah berjanji akan makan siang dengan Marissa. Tapi secara tiba-tiba Arumi datang ke kantor untuk membawakan makan siang untuknya. Tak kuasa menolak, tentu saja. Karena Hitam tahu apa yang akan terjadi Arumi tahu jika ia sudah memiliki janji makan siang dengan perempuan lain.
Kini pun ia terjebak disituasi yang lagi-lagi sama. Ia tidak mungkin memberitahukan kepada Marissa kenyataan bahwa dirinya sudah makan siang, dengan Arumi terlebih lagi. Berbohong pun rasanya tidak baik juga, alhasil Hitam memilih untuk jujur.
Selanjutnya Hitam mengangguk. Tepat saat Marissa memasang wajah bertanya laki-laki itu melanjutkan, "bareng Arumi."
Hanya sedetik setelah itu Marissa langsung melepaskan tautan jemari mereka, berganti kini saling bertumpu diatas paha. Mukanya beralih menatap tanpa minat ke makanan diatas meja. Setelah menghela napas panjang, Marissa mulai menyantap makanannya dan tidak lagi mencoba untuk menganggap keberadaan seseorang disebelahnya.
Diliputi rasa bersalah, Hitam berdeham mencoba menarik perhatian perempuan itu lagi. "Kamu ikut 'kan kunjungan kerja ke Belitung?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dregs
RomanceSEQUEL MATCHA BLACK COFFEE (COMPLETE-PRIVATE ON) "Jika kopi bisa menggambarkan kehidupan ini, maka hidupku adalah kopi hitam tanpa sentuhan gula. Pahit dari tegukan pertama hingga hanya menyisa ampas." Empat tahun sudah berlalu sejak Hitam memilih l...