Say it!

1.3K 97 23
                                    

"Gue mau tanya deh sama lo." Hanum bersuara setelah diabaikan oleh cowok yang duduk di seberang mejanya, sudah hampir tiga puluh lima menit mereka duduk di sana. Bahkan minuman pesanan mereka sudah diantar dari tadi, terlihat dari gumpalan air yang memenuhi bagian luar gelas. Jari-jari langsing Hanum tertarik untuk menggerus gumpalan-gumpalan air digelasnya. Membuat ujung jari telunjuknya merasakan sedikit sensasi dingin.

"Hmm?" Cowok yang tengah memberikan fokusnya ke hadapan laptop di depannya itu menggumam. Memberikan izin kepada Hanum untuk melanjutkan pertanyaannya.

"Lo pernah cinta nggak sih sama gue?"

Di hitungnya berapa kali ia bernapas. Hingga akhirnya cowok itu menjawab di tarikan napasnya yang ke dua puluh tujuh. Membuat Hanum hampir-hampir ingin sesegera mungkin menghabiskan jatah napasnya.

"Pertanyaan impulsif," jawabnya, tanpa sedikitpun menatap Hanum yang masih saja betah menatap wajah cowok itu berlama-lama.

Entah apa yang sebenarnya dilakukan cowo itu. Jari-jarinya tidak menari di atas keyboard, sehingga menulis ataupun tengah mengerjakan tugas bukanlah yang kini cowok itu lakukan. Bahkan laptop bewarna hitam itu tidak mengeluarkan suara apapun, dan hal itu cukup memastikan bahwa cowok itu tidak sedang menonton ataupun bermain games.

"Samudra Rizky Mahanipuna." Suara Hanum terdengar dalam, sedikit geram karena cowok yang baru saja ia sebut nama lengkapnya itu belum juga memberikannya atensi penuh.

Akhirnya setelah mematikan laptopnya, Samudra benar-benar memberikan atensi penuh kepada Hanum. Menatap cewek itu lurus-lurus dengan mata hitamnya yang berkilau terkena pantulan sinar matahari dari luar.

"Apa Hanum Candraningtyas, kekasihku tersayang?"

Hanum dapat menangkap nada humor di dalam suara Samudra. Tapi jujur saja sekarang dia sedang tidak ingin mendengar maupun mengatakan lelucon apapun. Terserah meskipun lelucon terbaik sedunia yang bahkan bisa membuat tentara Inggris terbahak-bahak di tengah posisi siapnya.

"Jawab pertanyaan yang tadi dengan serius."

Samudra mengangguk-angguk paham. "Serius," Jawabnya begitu mudah. Seolah-olah Hanum hanya menanyakan pertanyaan seperti seorang guru yang tengah menyeleksi murid sekolah dasar seperti; ini namanya apa? Sambil menunjuk hidung calon murid baru itu yang sedikit terdapat lelehan ingus.

Lagi-lagi Hanum menggeram, kali ini dengan mata terpejam. Mati-matian untuk tidak mengumpat kata-kata keramat. Bukan karena dia malu karena bukan hanya mereka berdua yang ada di sana, tapi lebih mengantisipasi Samudra karena ia paham betul bahwa cowok itu tidak suka jika seseorang berkata kotor di depannya.

"Jawabnya yang bener." Hanum mendengus kasar, tapi dengan kepala yang terarah kesamping. Tidak ingin Samudra merasa tersinggung dengan sikap tidak sopannya barusan.

"Yaudah, tadi pertanyaannya apa?"

Sedikit emosi yang bergelayut di hati Hanum terlepas bersamaan dengan hembusan napas yang entah sudah tidak terhitung berapa kali ia lakukan dalam lima menit terakhir.

"Kalo seandainya gue dan laptop kesayangan lo itu tenggelem di laut," Hanum menjeda, memperhatikan lamat-lamat Samudra yang tengah mendengarkannya. "siapa yang bakalan lo tolongin duluan?"

"Perasaan tadi pertanyaannya bukan itu," komentar Samudra, dan dengan cepat melanjutkan ketika menyadari Hanum bersiap-siap untuk menyerukan protes. "Iya, iya gue jawab."

Hanum tersenyum puas, menampilkan sudut-sudut matanya yang ikut tertarik bersama senyuman khasnya. "Yaudah, buruan jawab."

"Yang pastinya gue bakalan nolongin elo, lah," jawabnya begitu saja. Begitu sederhana, singkat, dan begitu ringan sehingga tidak akan ada perlawanan ketika angin menerbangkannya.

The DregsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang