Selanjutnya Rizal muncul dari balik pintu. Mendapati keterkejutan melihat Hitam, Marissa dan Arumi berada diruangan yang sama. Sebelah alis laki-laki itu terangkat, sebelum memanjangkan tangannya untuk mengambil Sam dari gendongan Marissa.
"Udah jam Sembilan, buruan. Riri udah di ruang rapat untuk nyambut klien yang lain." Intruksi Rizal sebelum menurunkan Sam dari gendongannya. Sebuah kecupan ia berikan di pipi anaknya kemudian meminta Arumi untuk menjaga Sam selama mereka rapat.
Hitam dan Rizal berjalan terlebih dahulu, dan berhenti tepat didepan pintu. Mata Arumi menangkap pergerakkan Marissa yang hendak ikut meninggalkan ruangan. Setiap langkah yang diambil Marissa tak luput dari perhatian Arumi. Sampai ketika perempuan itu tiba disamping Hitam, mata Arumi membulat sempurna. Marissa dengan percaya diri memeluk lengan Hitam. Membuat tubuh mereka menempel dengan sempurna.
Belum lagi senyuman mengejek yang sengaja Marissa tunjukkan kepada Arumi. Sambil menyandarkan kepala dibahu Hitam, Marissa berujar, "Tunangan kamu serem ya, mungkin faktor umur." Dengan cukup kencang untuk terdengar oleh Arumi.
Dan lagi, Hitam bukannya membela. Laki-laki itu hanya tersenyum singkat, memberikan sebuah usapan pelan dirambut Marissa yang semakin memperlebar senyuman kemenangan perempuan itu, sebelum mulai berjalan menuju ruang rapat.
Rizal yang berjalan beberapa langkah didepan hanya bisa menggeleng. Benar-benar tidak mengerti dengan situasi yang kini tengah terjadi. Apa baru saja Hitam menunjukkan perselingkuhannya dengan terang-terangan? Atau mungkin Marissa yang sudah mulai mengibarkan bendera perang? Entahlah.
Tepat ketika pintu ruangan itu tertutup, Arumi langsung mendengus kasar. Ia menggeleng sambil tersenyum masam tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Sangat jelas bahwa Marissa memancing amarahnya, berharap bahwa Arumi akan mengamuk dan menyerangnya. Tapi sayang, Arumi tidak sebodoh itu untuk menjatuhkan imejnya didepan Hitam. Arumi tidak akan bermain kasar, karena sedikit saja salah langkah bisa-bisa Hitam akan mengakhiri pertunangan mereka. Jadi dia akan mengikuti permainan yang dibuat oleh Marissa, sampai waktunya nanti, ia akan menjatuhkan perempuan itu ke dasar neraka.
——◊◊◊——
Mereka berlima duduk disatu meja dalam suasana canggung—kecuali Sam tentunya, karena anak kecil itu lebih sibuk dengan sepiring spageti dihadapannya—terlebih Hitam. Posisinya yang duduk diapit oleh Marissa dan Arumi menyempurnakan kecanggungan dimeja itu. Rizal yang duduk diseberang meja memilih cuek dan menyibukkan diri dengan Sam.
Bodoh ah, siapa suruh maruk. Rizal menyuap nasi kuning miliknya, sambil sesekali menimpali celotehan tidak jelas Sam.
"Kamu mau aku pesenin kopi?" tawar Arumi. Mengingat kebiasaan Hitam yang selalu meminum kopi setiap habis makan siang ataupun makan malam.
Kepala Hitam menggeleng tak ketara, menolak tawaran Arumi. Penolakan yang tentu saja mengejutkan perempuan itu. Yang namanya Hitam, tidak pernah sekalipun menolak sesuatu yang bernama kopi. Dan ketika hal ini pertama kalinya terjadi, hal yang wajar saat Arumi mengerutkan kening, meminta penjelasan.
"Marissa nggak suka kopi." Terangnya.
Otomatis alasan itu menyulut emosi Arumi. Mendengus kesal, Arumi kembali melanjutkan dengan ketus. "Aku nawarin kamu, bukan perempuan itu."
Dari tempatnya, Marissa bisa merasakan kekesalan yang menguar dari sekitar Arumi. Dengan gerakan perlahan, ia mengusap rambut kebelakang telinga. "RIP Atittude." Cemooh Marissa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dregs
RomanceSEQUEL MATCHA BLACK COFFEE (COMPLETE-PRIVATE ON) "Jika kopi bisa menggambarkan kehidupan ini, maka hidupku adalah kopi hitam tanpa sentuhan gula. Pahit dari tegukan pertama hingga hanya menyisa ampas." Empat tahun sudah berlalu sejak Hitam memilih l...