Epilog

1.9K 146 7
                                    



Dua bulan kemudian.



Bukan salah Rizal yang saat itu tengah menggunakan bokser kuning dengan motif polkadot putih—dimana ada bolongan kecil tepat dibagian selangkangannya karena terlalu sering dipakai—jika harus berakhir terjerembab di atas karpet.



Bukan salah Hitam juga yang siang itu baru saja pulang menjemput Sam dari sekolah—dimana dirinya yang sangat buru-buru untuk kembali ke kantor mengingat setengah jam lagi ada rapat penting yang tidak bisa ia tinggalkan—juga harus berakhir di karpet yang sama dengan Rizal.



Parahnya lagi tubuh mereka berdua saling tindih, bukan dalam artian yang negatif.



Bayangkan saja, Sam yang beberapa bulan lalu baru mulai masuk TK saja memilih menyingkir ke kamarnya. Anak kecil itu saja tahu, mengerjakan buku berhitung mewarnainya jauh lebih berfaedah daripada melihati dua orang dewasa yang saling bergulat hanya karena hal tidak penting—dan parahnya lagi tidak dipahami Sam.



Ayolah, Sam masih berumur lima tahun—yang beberapa bulan lagi sebenarnya baru akan memasuki umur lima—meskipun ada beberapa anak perempuan dikelasnya yang terang-terangan menyatakan cinta, tetap saja sampai saat ini ia tidak memahami apa yang salah dengan kerja otak dua laki-laki yang ia panggil dengan Papa dan Ayah tersebut.



Bagi Sam kecil yang hari ini baru mempelajari hasil penjumlahan tiga buah gambar apel dengan dua buah gambar apel adalah lima gambar apel, diminta untuk mengerti apa yang terjadi dengan dua orang itu sama saja memintanya untuk mencari hasil dari tujuh gambar apel dikali dua belas gambar jeruk oranye pangkat tiga gambar anggur akar dua gambar nanas.



Sama-sama tidak penting untuk diketahui.



"Allahu Akbar!"



Dari kamarnya Sam terkikik mendengar teriakan frustasi yang berasal dari Mamanya itu. Dia sudah bisa menebak hal apa yang selanjutnya terjadi.



Tepat seperti dugaan Sam, rintihan kesakitan Hitam dan Rizal terdengar hingga kamarnya disaat Marissa menjewer telinga dua orang itu dengan begitu kencang. Bahkan tidak sedikitpun belas kasihnya tersentuh saat melihat Hitam dan Rizal sama-sama meringis dengan wajah nelangsa.



"Mau sampai kapan sih bersikap kayak anak SD gini?" geramnya menarik kedua telinga laki-laki itu hingga keduanya terpaksa berdiri. "Perasaan Sam yang jelas anak-anak aja nggak segini banget kelakuannya."



"Hitam duluan noh yang nyerang gue," adu Rizal. "Paham sih gue seksi, tapi nggak sama cowok juga kali diserangnya." Yang kemudian mendapat hadiah tendangan dari Hitam tepat di tulang keringnya.

The DregsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang