BAB 2

1.2K 105 56
                                    

Karena pertemuan yang tak pernah direncanakan itulah yang dinamakan TAKDIR.

Takdir yang mempertemukan pada orang-orang yang tak pernah kita tahu siapa dan di mana cinta itu berlabuh.

***

Di sinilah mereka berada. Ruangan kafe yang dipenuhi oleh bunga-bunga dan tanaman hijau seperti taman. Lilin-lilin yang menyala di setiap meja pengunjung serta musik klasik yang diputar ketika band yang biasa menghibur pengunjung menambah kesan romantis. Kafe yang bertema "Go green, Go romantic" ini ternyata milik kak Anin, kakak Ali.

Tadi, saat mereka bertiga sibuk menanyakan Alin perihal statusnya sebagai murid baru, tanpa tahu malu perut Alin berbunyi. Itu artinya mereka harus menghentikan, ehm... lebih tepatnya menunda sesi tanya-jawab saat itu dan berakhir di tempat ini.

"Udah berapa lama lo sekolah di situ?" tanya Aan yang duduk tepat didepannya sambil menyeruput habis es tehnya. Disebelahnya, Rommy tampak khusyuk menikmati nasi goreng spesial yang katanya nasi goreng yang paling enak seluruh dunia.

"Padahal baru juga kita tinggalin sebulan, tapi udah ada yang baru, nih! Eh, ada yang baru lagi ga?" Tambah Rommy.

Alin kembali tersenyum. Bingung gimana caranya menanggapi pertanyaan-pertanyan mereka. Sebenarnya ia tidak terbiasa dengan cowok. Dulu ia termasuk orang yang pemalu dan jarang sekali berbicara dengan lawan jenis. Jadinya ia sedikit kewalahan meladeni makhluk spesies aneh seperti mereka.

"Udahan nanya-nya? Kasian tau si Alin sampai bingung nanggepin kalian berdua," kata Ali menengahi. Sedari tadi ia hanya diam saja di sebelahnya.

"Halah, lo tuh dari tadi kebanyakan diemnya. Tumben kalem. Biasanya berisik. Lagi jaim lo?"cibir Rommy. Ia masih memotong steaknya kecil-kecil, kemudian memasukkannya ke dalam mulut. Alin jadi bingung sendiri kenapa nasi goreng Rommy bisa berubah menjadi steak dengan begitu cepatnya. Ali memutar kedua bola matanya malas.

"Emang Ali orangnya gimana?" tanya Alin polos. Entah darimana ia dapat keberanian bertanya seperti itu. Bahkan, ia sendiri tidak mempercayai ucapannya barusan.

"Dia itu orangnya bawel. Liat ada yang kurang dikit, dia langsung ngomel-ngomel. Dia juga suka ngatain orang, eh ngomentarin deh lebih tepatnya," jelas Rommy semangat. "Tapi, dia orangnya tegas kok! Termasuk kedalam jenis pemimpin yang baik," tambahnya. "Yah, walaupun dia lebih sering cerewet."

"Woy, kalo mau ngatain gue jangan setengah-setengah dong! Udah muji, trus dijatohin." Ali tampak ingin menimpuk Rommy dengan sendok, tapi Rommy dengan cepat menghindar serangan dari Ali.

"Lo," Alin menoleh ke arah Aan."...jangan sungkan sama kita-kita, ya! Anggap aja kita teman. Gue baru kali ini ngerasa happy banget kalo bercanda di depan cewek... Selain ..." Aan sengaja menggantungkan kalimat terakhirnya sambil melirik Ali dan Rommy secara bergantian. Alin ikut melirik mereka yang kelihatannya sedikit menegang. Tiba-tiba suasana jadi terasa canggung.

Drrrttt.... drrttt...

Dering ponsel Alin bergetar dan melihat nama 'Mama' terpampang dilayar. Ia segera menekan tombol hijau dan menjawab.

"Iya, Ma? Bentar, Alin lagi makan sama teman Alin.... O, oke..."

Setelah menyudahi pembicaraannya, Alin menatap ketiga cowok itu bergantian. "Aku harus pulang. Udah ditungguin sama Mamaku."

Rommy dan Aan mengangguk. "Oke, kalo gitu kita balik sekarang. Yuk!" Ajak Rommy.

***

Ali mengendarai motornya dengan konsentrasi penuh. Jalanan Jakarta sudah macet karena jam pulang kerja. Akhirnya ia memilih jalan pintas untuk menghindari kemacetan.

Remember Rain(bow)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang