BAB 8

605 61 10
                                    

"Apa hubunganmu dengan guru magang baru itu?" tanya Ali dingin. Alin menoleh ke arah pengemudi. Ekspresinya sama sekali tidak bisa dibaca Alin.

"Tidak ada..."

Bohong, tentu saja. Cepat atau lambat orang-orang pasti tau mereka pasti punya hubungan yang begitu dekat. Tapi, secepat inikah ia ketahuan? Ia merutuki Kak Naufal karena sudah membuat Ali curiga dengan hubungannya.

"Jujur saja," kata Ali dingin.

Alin berusaha menimbang-nimbang untuk menjawabnya. Ia menghela napas berat seolah-olah ini adalah keputusan terberat yang pernah ia ambil.

"Dia kakakku," jawabnya pelan. Tapi masih bisa didengar oleh Ali.

"APA??" Pekik Ali terkejut. Tiba-tiba saja ia mengerem mendadak dan hampir menabrak tukang sayur yang ada di kompleks mereka kalau saja ia tidak cepat.

"Yak, lo pengen gue mati cepet ya?" omel Alin.

Ia mengatur detak jantungnya yang hampir meledak karena Ali tadi. Ali sama sekali tidak meminta maaf karena ulahnya tadi. Ia langsung melanjutkan perjalanannya menuju rumah Alin, mengabaikan tukang sayur yang sama shocknya dengan Alin tanpa meminta maaf.

"Kita sudah sampai," Ali sudah membukakan pintu penumpang dan berdiri disampingnya membuat Alin kembali terlonjak kaget. Ia sama sekali tidak menyadari apapun.

"Yak—lo hantu atau apa sih? Lo udah bikin gue jantungan 2 kali dalam waktu kurang dari 1 jam," kata Alin sebal sambil mengancungkan jari telunjuk dan tengahnya menujukkan dua kali yang dimaksudnya. Ia juga tidak sadar kalo mereka sudah berada di depan rumahnya.

"Turunlah. Tidak baik diluar lama-lama. Nanti kamu sakit," kata Ali penuh perhatian.

Tapi Alin malah menatapnya horor. Kenapa Ali tiba-tiba berubah seperti ini?

Akhirnya ia memilih turun dari mobil Ali dan masuk ke dalam kamarnya. Ali mengikutinya dari belakang dan ikut masuk ke kamar Alin. Mungkin Alin tidak sadar kalau Ali mengikutinya hingga masuk ke kamar karena posisinya membelakangi Ali. Dengan santainya membuka kancing seragamnya dan membukanya kalau saja Ali tidak mencegahnya.

"Kamu ingin menggodaku?" tanya Ali sambil menaikkan satu alisnya.

Satu detik, dua, tiga... hingga di detik kelima Alin baru sadar apa yang sedang terjadi.

"Kyaaa... lo ngapain di kamar gue, hah? Sengaja ya mau ngintip gue? Atau... lo mau ngapa-ngapain gue?" teriak Alin histeris sambil memakai kembali bajunya yang baru turun sedikit. Ia langsung menarik selimut yang ada di kasurnya untuk menutupi seluruh badannya.

Ali terkekeh. "Tenang, aku ga minat melakukan hal aneh apapun padamu sebelum menikah." Ia menatap Alin sambil menyeringai kecil. "Lagipula, suatu saat nanti kamu akan menjadi milikku."

Ia berputar menuju pintu keluar. Tapi, sebelum ia sempat menyentuh kenopnya, ia berbalik membuat Alin langsung merapatkan selimut lebih erat.

"Oya, aku tadi cuman mau nganterin tasmu saja. Aku tidak menyangka akan mendapatkan tontonan gratis seperti tadi," ujarnya dengan senyum menggoda. Alin langsung melempar sesuatu yang bisa dilempar ke arah Ali sekaligus mengusirnya dengan cepat. Pipinya terasa panas mengingat kejadian tadi.

Dasar, Ali sialan!

***

Tok tok tok...

Alin bangun dari tidurnya. Setelah Ali memaksanya makan siang dan istirahat, ia langsung tertidur. Tak menyangka ternyata hari sudah gelap ketika ia bangun.

Remember Rain(bow)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang